ANALISIS NOVEL KIRTI
NJUNJUNG DRAJAT
KARYA RADEN TUMENGGUNG JASAWIDAGDA
Paper
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Pengkajian Prosa Jawa Modern
Dosen Pengampu: Sukadaryanto
Disusun oleh:
Sri Rahayu
2601411053
JURUSAN
BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
PRAKATA
Analisis novel Kirti Njunjung Drajat ini merupakan
sarana untuk mengenal lebih mendalam seluk-beluk cerita. Kupasan tentang
berbagai unsur-unsur yang berkaitan dengan novel dilengkapi dengan
kutipan-kutipan dalam novel. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk
mempermudah pemahaman terhadap novel. Salah satu kunci sukses dalam menjalin
komunikasi dengan novel adalah dengan menganalisis novel itu sendiri.
Pengarang yang
merupakan pencipta novel merupakan anggota masyarakat yang tidak dapat
dipisahkan dari kejadian yang ada di masyarakat. Salah satu pengarang yang ikut
berperan dalam menghadapi perubahan tatanan masyarakat Jawa adalah Raden
Tumenggung Jasawidagda. Beliau seorang priyayi
di Surakarta. Dalam novel ini beliau menggambarkan peristiwa yang faktual pada
jamannya.
Penulis berharap agar analisis
ini dapat bermanfaat dan membantu dalam memperdalam pemahaman pembaca. Adanya
kekurang jelasan dalam kupasan yang telah disajikan dalam analisis ini, penulis
mengharapkan memperoleh umpan balik berupa catatan, komentar, koreksi, maupun
saran yang membangun sebagai bahan perbaikan. Untuk itu penulis ucapkan terima
kasih.
Semarang, 20 Oktober
2013
Sri
Rahayu
IDENTITAS NOVEL
Judul :
Kirti Njunjung Drajat
Pengarang :
Raden Tumenggung Jasawidagda
Penerbit :
PT Kiblat Buku Utama
Nomor : 428 / KBU-J / 2012
Cetakan :
ke-1 tahun 1924
ke-2 tahun 2012
ISBN 978-979-8002-07-06
BAB I
ANALISIS SEKUEN
1.1 Analisis Urutan
Tekstual
Sekuen 1.
Darba berada di kereta api jurusan Semarang-Yogyakarta.
Kernel 1. Darba pergi bersama bapak (Ki Mas
Nayapada) dan ibunya.
2.
Darba bertemu dengan Mas Ngabehi Mangunripta seorang abdidalem mantri.
Satelit
1. Darba terkejut melihat Mas Ngabehi Mangunripta
seorang priyayi yang tingkah lakunya tidak
seperti seorang priyayi pada umumnya.
3. Darba melihat kondektur kereta
api yang mudah emosi.
Satelit
1. Darba mendengar kondektur kereta api yang berkata dengan teriak-teriak.
2.
Darba melihat kondektur kereta api yang mendudukkan secara paksa penumpang.
Sekuen
2. Darba sampai di rumah Mas Demang Karyabau.
Kernel
1. Darba diminta adiknya Mas Demang Karyabau untuk
membantu melayani para tamu.
Satelit 1.
Darba mengantarkan makanan kepada para tamu.
2.
Darba mengantarkan minuman kepada para tamu.
3. Darba mengantarkan selendang
tari kepada Mas Bei Mangunripta.
2. Darba mendengarkan percakapan
bermacam-macam kenapa kedua mempelai tidak segera dipertemukan.
Satelit
1. Darba tidak berkata apa-apa.
3. Darba beserta tamu lainnya
berdiri untuk menghormati kedua mempelai yang akan dipertemukan.
Satelit
1. Darba melihat hanya Mas Bei Mangunripta yang tidak berdiri.
Sekuen 3.
Kedua mempelai dipertemukan di tempat resepsi.
Kernel 1.
Kedua mempelai ditimbang oleh Mas Demang Karyabau.
2. Kedua mempelai makan bersama
dengan para tamu.
3. Kedua mempelai berbincang-bincang
dengan para tamu.
4. Kedua mempelai menikmati hiburan
bersama para tamu.
Sekuen
4. Den Bei Dhistrik sampai di tempat resepsi sebagai
wakil dari Bupati yang tidak bisa hadir.
Kernel 1.
Den Bei Dhistrik memberikan sambutan.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik mendapat tepuk tangan dari para tamu.
2. Den Bei Dhistrik dijamu minum
beserta para asisten.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik merasa tidak enak terhadap Mas Ngabehi Mangunripta.
3. Den Bei Dhistrik dipersilahkan
menari setelah mempelai pria sebagai tanda kehormatan.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik melihat Mas Ngabehi Mangunripta kecewa.
Sekuen
5. Mas Ngabehi Mangunripta marah ketika para tamu hanya memperhatikan Den Bei
Dhistrik.
Kernel 1. Mas
Ngabehi Mangunripta minum banyak.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta berbicara tidak jelas.
Sekuen
6. Darba membawa baki yang berisi beberapa selendang
untuk menari.
Kernel
1. Darba mempersilahkan Mas Ngabehi Mangunripta
untuk mengambil selendang dan menari bersama para penari wanita.
Satelit 1.
Darba melihat Mas Ngabehi Mangunripta menari.
2. Darba mengetahui Mas Ngabehi
Mangunripta menyindir Den Bei Dhistrik dengan gendhing clunthang.
Sekuen
7. Mas Ngabehi Mangunripta mengajak Den Bei Dhistrik untuk minum bersama.
Kernel
1. Mas Ngabehi Mangunripta mengucapkan kata-kata yang kurang sopan dan terkesan
menantang Den Bei Dhistrik.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta menempelkan gelas yang birisi minuman ke mulut Den Bei
Dhistrik.
Satelit 1. Mas Ngabehi Mangunripta
terkena tumpahan minuman.
2. Mas Ngabehi Mangunripta marah
besar dan membalas Den Bei Dhistrik.
3. Mas Ngabehi Mangunripta gagal
menusukkan pedangnya kepada Den Bei Dhistrik.
4. Mas Ngabehi Mangunripta
ditenangkan para tamu lainnya.
Sekuen 8.
Para tamu tidak berani ramai dan merasa was-was.
Kernel
1. Para tamu bubar jam 1 dini hari.
Sekuen
9. Darba lulus pendidikan angka 1 di Bathangan
setelah tahun Belanda 1899.
Kernel
1. Darba begadang dengan tetangga-tetangganya.
Satelit
1. Darba
membaca serat yang menggunakan tembang.
2.
Darba mempelajari bab kehidupan priyayi.
Sekuen 10.
Darba diajak bepergian bapaknya.
Kernel
1. Darba selalu ikut diajak bepergian bapaknya.
Satelit 1. Darba semakin
luas wawasannya.
Sekuen
11. Darba mengikuti musyawarah yang dilakukan oleh Den Bei Prajasusastra dan
Bandara Panji sebelum ke kantor.
Kernel
1. Darba kagum dengan Den Bei Prajasusastra dan Bandara Panji.
2. Darba mendengarkan percakapan
Den Bei Prajasusastra dan Bandara Panji.
3. Darba mampu
mengingatkan racun didalam rokok, yaitu nikotin.
Sekuen
12. Darba mampir ke rumah Den Bei Prajasusastra sebelum ke kantor.
Kernel
1. Darba mempersiapkan alat-alat yang akan dibawa ke kantor.
2. Darba ingin sekali
membaca surat kabar Den Bei Prajasusastra.
Satelit 1. Darba diijinkan membaca surat kabar.
2. Darba
senang membaca surat kabar.
Sekuen
13. Darba menulis berbagai karangan.
Kernel 1.
Darba mengirim karangannya ke redaksi surat kabar.
Satelit
1. Karangan Darba dimuat di surat kabar.
2. Darba mendapat julukan Sang
Moncer ing Budi dan Jaka Wiyadi / Sang Jaka Wiyadi.
2. Darba dipindah tugaskan ke
Kabupaten Klaten untuk belajar tentang kepolisian.
Satelit
1. Darba mengajari Dalil belajar.
Sekuen
14. Tuan Sinder (Kanjeng Gupermen)
pabrik mencoret pipi Jayus dan Dalil dengan tir.
Kernel
1. Jayus dan Dalil merusak tanaman tebu.
Satelit 1. Jayus dan
Dalil menangis
Sekuen
15. Darba berada di sungai.
Kernel
1. Darba mandi di sungai.
2. Darba membantu orang Belanda
(Tuan Masinis) yang jatuh dari sepeda motor.
Satelit
1. Darba menolak dikasih uang Tuan Masinis.
2. Darba diundang datang ke rumah
Tuan Masinis.
3. Darba diajak tuan Masinis
bekerja di pabrik besi Semarang.
Sekuen
16. Darba datang ke Semarang tahun 1903.
Kernel
1. Darba dikunjungi keluarganya.
Satelit 1. Darba dibawakan buah.
2. Darba
dibawakan pakaian.
Sekuen
17. Keadaan Darba di tahun 1912.
Kernel
1. Darba menjual dan memperbaiki sepeda.
Satelit
1. Darba mempunyai banyak pelanggan seperti: orang Belanda, Cina, dan Jawa.
Sekuen
18. Darba dinikahkan dengan anak mandor Linde-Teves.
Kernel
1. Darba mempunyai istri yang berbakti.
2. Darba mempunyai dua anak
laki-laki.
Sekuen
19. Darba mendapat kedudukan tinggi di Pabrik Sepeda
Tropikal Semarang pada tahun 1908.
Kernel
1. Darba dapat menyimpan uang banyak.
Sekuen
20. Darba ditinggal Tuan Masinis ke Belanda.
Kernel
1. Darba teringat orang tuanya di surakarta.
Satelit
1. Darba beserta istri dan kedua anaknya pindah ke Sala pada tahun 1912.
Sekuen
21. Kehidupan Darba di Surakarta pada tahun 1912.
Kernel
1. Darba mencukur rambutnya hingga gundul.
2.
Darba menjadi anggota Boedi Oetama.
Satelit
1. Darba menuju podium untuk menyampaikan pendapat tentang ketrampilan
pertukangan.
2. Darba ditunjuk sebagai pangreh di Boedi Oetama.
3. Darba menjadi sumber tanya jawab.
3. Darba membuat bangga keluarganya.
Satelit
1. Darba membuktikan kepada ibunya bahwa orang akan sukses tidak hanya menajadi
seorang priyayi.
2.
Darba mampu menghasilkan uang banyak.
3.
Darba menjadi contoh yang baik bagi pemuda.
Sekuen
22. Darba meninggal dunia karena suatu penyakit.
Kernel
1. Darba dihormati banyak orang seperti: orang Belanda, Cina, priyayi, dan mitra-mitra lainnya.
2. Darba meninggalkan uang asuransi
jiwa dengan jumlah banyak.
1.2 Analisis Urutan
Logis
1.2.1
Darba
Sekuen 1.
Darba berada di kereta api jurusan Semarang-Yogyakarta.
Kernel 1. Darba pergi bersama bapak (Ki Mas
Nayapada) dan ibunya.
2.
Darba bertemu dengan Mas Ngabehi Mangunripta seorang abdidalem mantri.
Satelit
1. Darba terkejut melihat Mas Ngabehi Mangunripta
seorang priyayi yang tingkah lakunya tidak
seperti seorang priyayi pada umumnya.
3. Darba melihat kondektur kereta
api yang mudah emosi.
Satelit
1. Darba mendengar kondektur kereta api yang berkata dengan teriak-teriak.
2.
Darba melihat kondektur kereta api yang mendudukkan secara paksa penumpang.
Sekuen
2. Darba sampai di rumah Mas Demang Karyabau.
Kernel
1. Darba diminta adiknya Mas Demang Karyabau untuk
membantu melayani para tamu.
Satelit 1.
Darba mengantarkan makanan kepada para tamu.
2.
Darba mengantarkan minuman kepada para tamu.
3. Darba mengantarkan selendang
tari kepada Mas Bei Mangunripta.
2. Darba mendengarkan percakapan
bermacam-macam kenapa kedua mempelai tidak segera dipertemukan.
Satelit
1. Darba tidak berkata apa-apa.
3. Darba beserta tamu lainnya
berdiri untuk menghormati kedua mempelai yang akan dipertemukan.
Satelit
1. Darba melihat hanya Mas Bei Mangunripta yang tidak berdiri.
Sekuen
6. Darba membawa baki yang berisi beberapa selendang
untuk menari.
Kernel
1. Darba mempersilahkan Mas Ngabehi Mangunripta
untuk mengambil selendang dan menari bersama para penari wanita.
Satelit 1.
Darba melihat Mas Ngabehi Mangunripta menari.
2. Darba mengetahui Mas Ngabehi
Mangunripta menyindir Den Bei Dhistrik dengan gendhing clunthang.
Sekuen
9. Darba lulus pendidikan angka 1 di Bathangan
setelah tahun Belanda 1899.
Kernel
1. Darba begadang dengan tetangga-tetangganya.
Satelit
1. Darba
membaca serat yang menggunakan tembang.
2.
Darba mempelajari bab kehidupan priyayi.
Sekuen 10.
Darba diajak bepergian bapaknya.
Kernel
1. Darba selalu ikut diajak bepergian bapaknya.
Satelit 1. Darba semakin
luas wawasannya.
Sekuen
11. Darba mengikuti musyawarah yang dilakukan oleh Den Bei Prajasusastra dan
Bandara Panji sebelum ke kantor.
Kernel
1. Darba kagum dengan Den Bei Prajasusastra dan Bandara Panji.
2. Darba mendengarkan percakapan
Den Bei Prajasusastra dan Bandara Panji.
3. Darba mampu
mengingatkan racun didalam rokok, yaitu nikotin.
Sekuen
12. Darba mampir ke rumah Den Bei Prajasusastra sebelum ke kantor.
Kernel
1. Darba mempersiapkan alat-alat yang akan dibawa ke kantor.
2. Darba ingin sekali
membaca surat kabar Den Bei Prajasusastra.
Satelit 1. Darba diijinkan membaca surat kabar.
2. Darba
senang membaca surat kabar.
Sekuen
13. Darba menulis berbagai karangan.
Kernel 1.
Darba mengirim karangannya ke redaksi surat kabar.
Satelit
1. Karangan Darba dimuat di surat kabar.
2. Darba mendapat julukan Sang
Moncer ing Budi dan Jaka Wiyadi / Sang Jaka Wiyadi.
2. Darba dipindah tugaskan ke
Kabupaten Klaten untuk belajar tentang kepolisian.
Satelit
1. Darba mengajari Dalil belajar.
Sekuen
15. Darba berada di sungai.
Kernel
1. Darba mandi di sungai.
2. Darba membantu orang Belanda
(Tuan Masinis) yang jatuh dari sepeda motor.
Satelit
1. Darba menolak dikasih uang Tuan Masinis.
2. Darba diundang datang ke rumah
Tuan Masinis.
3. Darba diajak tuan Masinis
bekerja di pabrik besi Semarang.
Sekuen
16. Darba datang ke Semarang tahun 1903.
Kernel
1. Darba dikunjungi keluarganya.
Satelit 1. Darba dibawakan buah.
2. Darba
dibawakan pakaian.
Sekuen
17. Keadaan Darba di tahun 1912.
Kernel
1. Darba menjual dan memperbaiki sepeda.
Satelit
1. Darba mempunyai banyak pelanggan seperti: orang Belanda, Cina, dan Jawa.
Sekuen
18. Darba dinikahkan dengan anak mandor Linde-Teves.
Kernel
1. Darba mempunyai istri yang berbakti.
2. Darba mempunyai dua anak
laki-laki.
Sekuen
19. Darba mendapat kedudukan tinggi di Pabrik Sepeda
Tropikal Semarang pada tahun 1908.
Kernel
1. Darba dapat menyimpan uang banyak.
Sekuen
20. Darba ditinggal Tuan Masinis ke Belanda.
Kernel
1. Darba teringat orang tuanya di surakarta.
Satelit
1. Darba beserta istri dan kedua anaknya pindah ke Sala pada tahun 1912.
Sekuen
21. Kehidupan Darba di Surakarta pada tahun 1912.
Kernel
1. Darba mencukur rambutnya hingga gundul.
2. Darba menjadi anggota
Boedi Oetama.
Satelit
1. Darba menuju podium untuk menyampaikan pendapat tentang ketrampilan
pertukangan.
2.
Darba ditunjuk sebagai pangreh di
Boedi Oetama.
3.
Darba menjadi sumber tanya jawab.
3.
Darba membuat bangga keluarganya.
Satelit
1. Darba membuktikan kepada ibunya bahwa orang akan sukses tidak hanya menajadi
seorang priyayi.
2.
Darba mampu menghasilkan uang banyak.
3.
Darba menjadi contoh yang baik bagi pemuda.
Sekuen
22. Darba meninggal dunia karena suatu penyakit.
Kernel
1. Darba dihormati banyak orang seperti: orang Belanda, Cina, priyayi, dan mitra-mitra lainnya.
2.
Darba meninggalkan uang asuransi jiwa dengan jumlah banyak.
1.2.2 Kedua mempelai
Sekuen 3.
Kedua mempelai dipertemukan di tempat resepsi.
Kernel 1.
Kedua mempelai ditimbang oleh Mas Demang Karyabau.
2. Kedua mempelai makan bersama
dengan para tamu.
3. Kedua mempelai berbincang-bincang
dengan para tamu.
4. Kedua mempelai menikmati hiburan
bersama para tamu.
1.2.3
Den Bei Dhistrik
Sekuen
4. Den Bei Dhistrik sampai di tempat resepsi sebagai
wakil dari Bupati yang tidak bisa hadir.
Kernel 1.
Den Bei Dhistrik memberikan sambutan.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik mendapat tepuk tangan dari para tamu.
2. Den Bei Dhistrik dijamu minum
beserta para asisten.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik merasa tidak enak terhadap Mas Ngabehi Mangunripta.
3. Den Bei Dhistrik dipersilahkan
menari setelah mempelai pria sebagai tanda kehormatan.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik melihat Mas Ngabehi Mangunripta kecewa.
1.2.4
Mas Ngabehi Mangunripta
Sekuen
5. Mas Ngabehi Mangunripta marah ketika para tamu hanya memperhatikan Den Bei
Dhistrik.
Kernel 1. Mas
Ngabehi Mangunripta minum banyak.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta berbicara tidak jelas.
Sekuen
7. Mas Ngabehi Mangunripta mengajak Den Bei Dhistrik untuk minum bersama.
Kernel
1. Mas Ngabehi Mangunripta mengucapkan kata-kata yang kurang sopan dan terkesan
menantang Den Bei Dhistrik.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta menempelkan gelas yang birisi minuman ke mulut Den Bei
Dhistrik.
Satelit 1. Mas Ngabehi Mangunripta
terkena tumpahan minuman.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta marah besar dan membalas Den Bei Dhistrik.
3.
Mas Ngabehi Mangunripta gagal menusukkan pedangnya kepada Den Bei Dhistrik.
4.
Mas Ngabehi Mangunripta ditenangkan para tamu lainnya.
1.2.5
Para tamu
Sekuen 8.
Para tamu tidak berani ramai dan merasa was-was.
Kernel
1. Para tamu bubar jam 1 dini hari.
1.2.6
Tuan Sinder (Kanjeng Gupermen)
Sekuen
14. Tuan Sinder (Kanjeng Gupermen) pabrik
mencoret pipi Jayus dan Dalil dengan tir.
Kernel
1. Jayus dan Dalil merusak tanaman tebu.
Satelit 1. Jayus dan Dalil menangis
1.3
Analisis Urutan Kronologis
Sekuen 1.
Darba berada di kereta api jurusan Semarang-Yogyakarta.
Kernel 1. Darba pergi bersama bapak (Ki Mas
Nayapada) dan ibunya.
2.
Darba bertemu dengan Mas Ngabehi Mangunripta seorang abdidalem mantri.
Satelit
1. Darba terkejut melihat Mas Ngabehi Mangunripta
seorang priyayi yang tingkah lakunya
tidak seperti seorang priyayi pada
umumnya.
3. Darba melihat kondektur kereta
api yang mudah emosi.
Satelit
1. Darba mendengar kondektur kereta api yang berkata dengan teriak-teriak.
2.
Darba melihat kondektur kereta api yang mendudukkan secara paksa penumpang.
Sekuen
2. Darba sampai di rumah Mas Demang Karyabau.
Kernel
1. Darba diminta adiknya Mas Demang Karyabau untuk
membantu melayani para tamu.
Satelit 1.
Darba mengantarkan makanan kepada para tamu.
2.
Darba mengantarkan minuman kepada para tamu.
3. Darba mengantarkan selendang
tari kepada Mas Bei Mangunripta.
2. Darba mendengarkan percakapan
bermacam-macam kenapa kedua mempelai tidak segera dipertemukan.
Satelit
1. Darba tidak berkata apa-apa.
3. Darba beserta tamu lainnya
berdiri untuk menghormati kedua mempelai yang akan dipertemukan.
Satelit
1. Darba melihat hanya Mas Bei Mangunripta yang tidak berdiri.
Sekuen 3.
Kedua mempelai dipertemukan di tempat resepsi.
Kernel 1.
Kedua mempelai ditimbang oleh Mas Demang Karyabau.
2. Kedua mempelai makan bersama
dengan para tamu.
3. Kedua mempelai berbincang-bincang
dengan para tamu.
4. Kedua mempelai menikmati hiburan
bersama para tamu.
Sekuen
4. Den Bei Dhistrik sampai di tempat resepsi sebagai
wakil dari Bupati yang tidak bisa hadir.
Kernel 1.
Den Bei Dhistrik memberikan sambutan.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik mendapat tepuk tangan dari para tamu.
2. Den Bei Dhistrik dijamu minum
beserta para asisten.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik merasa tidak enak terhadap Mas Ngabehi Mangunripta.
3. Den Bei Dhistrik dipersilahkan
menari setelah mempelai pria sebagai tanda kehormatan.
Satelit
1. Den Bei Dhistrik melihat Mas Ngabehi Mangunripta kecewa.
Sekuen
5. Mas Ngabehi Mangunripta marah ketika para tamu hanya memperhatikan Den Bei
Dhistrik.
Kernel 1. Mas
Ngabehi Mangunripta minum banyak.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta berbicara tidak jelas.
Sekuen
6. Darba membawa baki yang berisi beberapa selendang
untuk menari.
Kernel
1. Darba mempersilahkan Mas Ngabehi Mangunripta
untuk mengambil selendang dan menari bersama para penari wanita.
Satelit 1.
Darba melihat Mas Ngabehi Mangunripta menari.
2. Darba mengetahui Mas Ngabehi
Mangunripta menyindir Den Bei Dhistrik dengan gendhing clunthang.
Sekuen
7. Mas Ngabehi Mangunripta mengajak Den Bei Dhistrik untuk minum bersama.
Kernel
1. Mas Ngabehi Mangunripta mengucapkan kata-kata yang kurang sopan dan terkesan
menantang Den Bei Dhistrik.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta menempelkan gelas yang birisi minuman ke mulut Den Bei
Dhistrik.
Satelit 1. Mas Ngabehi Mangunripta
terkena tumpahan minuman.
2.
Mas Ngabehi Mangunripta marah besar dan membalas Den Bei Dhistrik.
3.
Mas Ngabehi Mangunripta gagal menusukkan pedangnya kepada Den Bei Dhistrik.
4.
Mas Ngabehi Mangunripta ditenangkan para tamu lainnya.
Sekuen 8.
Para tamu tidak berani ramai dan merasa was-was.
Kernel
1. Para tamu bubar jam 1 dini hari.
Sekuen
9. Darba lulus pendidikan angka 1 di Bathangan
setelah tahun Belanda 1899.
Kernel
1. Darba begadang dengan tetangga-tetangganya.
Satelit
1. Darba
membaca serat yang menggunakan tembang.
2.
Darba mempelajari bab kehidupan priyayi.
Sekuen 10.
Darba diajak bepergian bapaknya.
Kernel
1. Darba selalu ikut diajak bepergian bapaknya.
Satelit 1. Darba semakin luas wawasannya.
Sekuen
11. Darba mengikuti musyawarah yang dilakukan oleh Den Bei Prajasusastra dan
Bandara Panji sebelum ke kantor.
Kernel
1. Darba kagum dengan Den Bei Prajasusastra dan Bandara Panji.
2. Darba mendengarkan percakapan
Den Bei Prajasusastra dan Bandara Panji.
3. Darba mampu
mengingatkan racun didalam rokok, yaitu nikotin.
Sekuen
12. Darba mampir ke rumah Den Bei Prajasusastra sebelum ke kantor.
Kernel
1. Darba mempersiapkan alat-alat yang akan dibawa ke kantor.
2. Darba ingin sekali
membaca surat kabar Den Bei Prajasusastra.
Satelit 1. Darba diijinkan membaca surat kabar.
2. Darba
senang membaca surat kabar.
Sekuen
13. Darba menulis berbagai karangan.
Kernel 1.
Darba mengirim karangannya ke redaksi surat kabar.
Satelit
1. Karangan Darba dimuat di surat kabar.
2. Darba mendapat julukan Sang
Moncer ing Budi dan Jaka Wiyadi / Sang Jaka Wiyadi.
2. Darba dipindah tugaskan ke
Kabupaten Klaten untuk belajar tentang kepolisian.
Satelit
1. Darba mengajari Dalil belajar.
Sekuen
14. Tuan Sinder (Kanjeng Gupermen)
pabrik mencoret pipi Jayus dan Dalil dengan tir.
Kernel
1. Jayus dan Dalil merusak tanaman tebu.
Satelit 1. Jayus dan Dalil menangis
Sekuen
15. Darba berada di sungai.
Kernel
1. Darba mandi di sungai.
2. Darba membantu orang Belanda
(Tuan Masinis) yang jatuh dari sepeda motor.
Satelit
1. Darba menolak dikasih uang Tuan Masinis.
2. Darba diundang datang ke rumah
Tuan Masinis.
3. Darba diajak tuan Masinis
bekerja di pabrik besi Semarang.
Sekuen
16. Darba datang ke Semarang tahun 1903.
Kernel
1. Darba dikunjungi keluarganya.
Satelit 1. Darba dibawakan buah.
2. Darba
dibawakan pakaian.
Sekuen
18. Darba dinikahkan dengan anak mandor Linde-Teves.
Kernel
1. Darba mempunyai istri yang berbakti.
2. Darba mempunyai dua anak
laki-laki.
Sekuen
19. Darba mendapat kedudukan tinggi di Pabrik Sepeda
Tropikal Semarang pada tahun 1908.
Kernel
1. Darba dapat menyimpan uang banyak.
Sekuen
20. Darba ditinggal Tuan Masinis ke Belanda.
Kernel
1. Darba teringat orang tuanya di surakarta.
Satelit
1. Darba beserta istri dan kedua anaknya pindah ke Sala pada tahun 1912.
Sekuen
17. Keadaan Darba di tahun 1912.
Kernel
1. Darba menjual dan memperbaiki sepeda.
Satelit
1. Darba mempunyai banyak pelanggan seperti: orang Belanda, Cina, dan Jawa.
Sekuen
21. Kehidupan Darba di Surakarta pada tahun 1912.
Kernel
1. Darba mencukur rambutnya hingga gundul.
2. Darba menjadi anggota
Boedi Oetama.
Satelit
1. Darba menuju podium untuk menyampaikan pendapat tentang ketrampilan
pertukangan.
2.
Darba ditunjuk sebagai pangreh di
Boedi Oetama.
3.
Darba menjadi sumber tanya jawab.
3.
Darba membuat bangga keluarganya.
Satelit
1. Darba membuktikan kepada ibunya bahwa orang akan sukses tidak hanya menajadi
seorang priyayi.
2.
Darba mampu menghasilkan uang banyak.
3.
Darba menjadi contoh yang baik bagi pemuda.
Sekuen
22. Darba meninggal dunia karena suatu penyakit.
Kernel
1. Darba dihormati banyak orang seperti: orang Belanda, Cina, priyayi, dan mitra-mitra lainnya.
2.
Darba meninggalkan uang asuransi jiwa dengan jumlah banyak.
BAB
II
ANALISIS
AKTAN DAN TANGGAPAN ANTAR TOKOH
2.1 ANALISI AKTAN
Aktan : Darba
Protagonis :
- Ki Mas Nayapada
- Mbok Nayapada
- Mas Demang
Karyabau
- Adik Mas Demang
Karyabau
- Den Bei
Prajasusastra
- Onder (bapak
Dalil)
- Tuan Masinis
Antagonis :
- Mas Bei
Mangunripta
- Kondektur Kereta
Api
- Dalil
- Jayus
2.2 ANALISIS TANGGAPAN
ANTAR TOKOH
2.2.1 DARBA
Pendapat Darba terhadap
Ki Mas Nayapada (bapaknya)
Peduli
Bukti : Ki Mas Nayapada mengajak Darba bepergian agar wawasannya
bertambah luas.
Tujunipun
Darba kerep kaajak kekesahan bapakipun, punika radi miyaraken tebaning pikiran,
kasembuh Darba landhep ing budi, sabarang lelampahan dipun gagas-gagas,
dipunpadosi nalar-nalaripun, wekasan dipun titeni.
(Halaman 29)
Bijaksana
Bukti : Ki Mas Nayapada memberikan waktu kepada Darba untuk
menjelaskan keinginannya belajar tentang sepeda motor di Semarang. (Halaman 64)
Berpikiran
maju
Bukti : Ki Mas Nayapada setuju jika Darba pergi ke Semarang. “Iya,
pancen jamane kudu salin. Lah, kae ta, Embokne, nek aku ngadhepi para panewu
mantri sing padha temen maca layang kabar. Olehi ngrasani lan ngajeni marang
ing sesinglon Jaka Wiyadi, kuwi kaya ora menyang sapepadhane, ora sumurup nek
Jaka Wiyadi iku sejatine anakmu si Darba.” (Halaman 66)
Penyayang
Bukti : Ki Mas Nayapada menjenguk Darba di
Semarang.
Ing
satunggaling dinten, tetiyang sumerep Ki Mas Nayapada kaliyan ingkang estri,
akanthi Darya, sami dhateng Semarang, punika kacariyos badhe nyumerepi
anggenipun emah-emahipun Darba. (Halaman 85)
Pendapat Darba terhadap
Mbok Nayapada
Rasa
ingin tahu besar
Bukti : Mbok Nayapada selalu menanyakan perkembangan kegiatan apa
saja yang dilakukan Darba sehari-hari.
“Lha kowe priye,
Le? Taksawang-sawang olehmu saka seba, kok wis ora tau mikir pamagangmu.”
(Halaman 31)
“Lha gaweanmu
ana kantor kuwi apa?” (Halaman 31)
“Udut kepriye?”
(Halaman 31)
“Apa ora ana
garapan, teka kober-kobere udut. Tumrape kowe dhewe, bok iya nulis-nulis,
cikben tulisane endang becik.” (Halaman 32)
“Yen bubar
mangan awan kok sok banjur anggeblas kuwi menyang ngendi?”
(Halaman 32)
Mudah
khawatir
Bukti : Mbok Nayapada khawatir dengan Darba karena belajar menjahit
dan ditakutkan mengganggu Darba menjadi seorang priyayi.
“Sababe apa,
ayake sumelang nek reged, utawa panulismu sembrana. Rak ya ajar resikan,
ngati-ati, lan stiti.” (Halaman 32)
Embokipun
nyambeti kaliyan pasemon pangerang-erang saha boten rila, “Apa arep dadi
menjait?” (Halaman 32)
Mbok
Nayapada khawatir dengan Darba karena sudah berumur 22 tahun tapi belum
mempunyai istri. (Halaman 52)
Mbok Nayapada khawatir dengan Darba
jika tidak menjadi seorang priyayi.
(Halaman 63)
Mbok Nayapada khawatir tentang
pekerjaan yang didapatkan setelah belajar di Semarang.
“Upama
kowe besuk wis pinter, banjur arep dadi apa?”
(Halaman 67)
Mbok Nayapada khawatir kesehatan
Darba jika jauh dari keluarga.
“Lah
kowe ana Seamarang kuwi nek ana suker-sakite, gek kepriye?”
(Halaman 68)
Penyanyang
Bukti : Mbok Nayapada menjenguk Darba di Semarang.
Ing
satunggaling dinten (1903), tetiyang sumerep Ki Mas Nayapada kaliyan ingkang
estri, akanthi Darya, sami dhateng Semarang, punika kacariyos badhe nyumerepi
anggenipun emah-emahipun Darba. (Halaman 85)
Pendapat Darba terhadap
Mas Bei Mangunripta
Berkenan
menyapa bapaknya
Bukti : “Lo,
Ki Mas Nayapada? Dhateng pundi, Mas?” (Halaman 12)
Kurang
sopan
Bukti : Mas Bei Mangunripta bersandaran dengan
kedua kakinya dislonjorkan ke atas meja. Anggenipun
wicantenan makaten punika kaliyan ngowahi linggihipun, dhuwungipun kainger,
kakempit ing bau tengen, lajeng asesendhen, sukunipun kalih pisan
kaslonjoraken, tumumpang ing bangku ngajengipun. (Halaman 13)
Basa-basi
Bukti : “Menika
putrane, Mas?” (Halaman 14)
Meremehkan
Bukti : “O,
pamulangan Walandi partikelir saben sonten punika. Ingkang ngadani rak Den Bei
Prajamartana, ta. Heh, ana-ana bae, wong-wong tuwa padha reka-reka sekolah,
kuwi gek arep dienggo apa.” (Halaman 14)
Tidak
mau mengalah
Bukti : Dene bangku sanesipun
meh nyekawan sadaya, namung palinggihanipun Mas Bei Mangunripta, punika
dipunlinggihi ijen, amargi patrapipun linggih mujur ngebaki papan, selanipun
ing pinggir dipun dekeki buntelan. Tetiyang dhusun sami ajrih ngesuk Mas Bei
Mangunripta, dipun pilalah sami ngadeg, awit sumerep manawi punika priyantun.
(Halaman 15)
Emosional
Bukti : “...Heh,
apa ora weruh yen aku priyayi.” (Halaman 16)
Pendapat Darba terhadap
kondektur kereta api
Suka
teriak-teriak
Bukti : Kondektur berteriak kepada para penumpang untuk masuk ke
gerbong kereta api setelah penumpang yang turun selesai. (Halaman 11)
Kasar
Bukti : Kondektur menarik orang kampung duduk
berdampingan dengan Mas Bei Mangunripta. (Halaman 16)
Emosional
Bukti : “...ora
ngerti aturan, kowe wong apa...” (Halaman 17)
Pendapat Darba terhadap
Mas Demang Karyabau
Mudah
kecewa
Bukti : Mas Demang Karyabau kecewa Bupati tidak bisa hadir karena sakit.
(Halaman 20)
Pelupa
Bukti : Mas Demang Karyabau memberikan jamuan spesial ke Den Bei
Dhistrik, padahal Mas Bei Mangunripta seorang mantri negara. (Halaman 21)
Berkenan
mengakui kesalahan
Bukti : Mas Demang Karyabau meminta maaf kepada Mas Bei
Mangunripta, karena tidak menjamu dengan spesial.
Kejawi punika
Mas Demang mawi pratela manawi wonten lepatipun ing tindak, nyuwun pangapunten.
(Halaman 25)
Pendapat Darba terhadap
adik Mas Demang Karyabau
Percaya
diri
Bukti : Adik Mas Demang Karyabau mempercayakan
darba untuk memberikan jamuan ke pada para undangan.
“Lah
kebeneran ana bocah Sala, mesthi prigel laden. Renea, Le, takkandhani. Mengko
yen ngetokake wedang, cangkir tutup gedhe sing nganggo tatakan salaka iki,
ingkang Bupati, para panewu iya nganggo tatakan iki, cangkire tutup cilik bae.
Para mantri cangkir tutup cilik tanpa tatakan. Sangisore iku cangkire alus
tanpa tutup. Dene liyane, bekel, mandhor sapepadhane cangkir para bae.”
(Halaman 20)
Pendapat Darba tentang
Den Bei Prajasusastra
Gagah
dan cerdik
Bukti : Darba kagum dengan Den Bei Prajasusastra yang luwes dalam
berbicara tentang berbagai pengetahuan dan bertubuh gagah. (Halaman 35)
Baik
hati
Bukti : Den Bei Prajasusastra mengijinkan Darba
membaca surat kabar yang ada di meja.
“Darba,
nek pinuju nganggur ngono kuwi bok kowe maca-maca, supaya mundhak jembar
kawruhmu. Layang kabar kuwi kena kokwaca.” (Halaman
37)
Pendapat Darba tentang
Ondher ( bapak Dalil)
Peduli
Bukti : “Aja
kok lebokne layang kabar lho, Le!”
“Makaten
Dhi, babadipun. Pancenipun Darba karembag badhe kadadosaken carik ing kantor
Kapatihan, amargi kagalih onjo kasagedan saha pangertosanipun. Dumadakan ing
Jawi Kandha wonten karangan ingkang ngawon-awon satunggaling priyagung ing
kantor wau, prakawis kabekelan. Nitik patitising pandumuk, punapadene
sumerepipun ing panganggit dhateng gelitaning prakawis, tetela ingkang nyerat
ing serat kabar wau salah satunggaling punggawa kantor ngriku. Lah punika
ingkang kenging panggrayangan pun Darba. Salajengipun munten wonten daya,
paturan badhe dadosipun carik kantor pun Darba kainger dados langkung prayogi
kadadosaken Carik Onder, golongan pulisi. Mila Darba lajeng dipun uncalaken
mriki, supados mangertosa dhateng kapulisen rumiyin.” (Halaman 48)
“Iyah,
sing kokweruhi iku tetembunganing layang, durung sapiraa olehmu ngrasakake
asine uyah.” (Halaman 50)
Pendapat Darba terhadap
Tuan Sinder Pabrik / Tuan Masinis
Baik
hati
Bukti : Tuan Sinder Pabrik mempersilahkan Darba
sering datang kerumahnya. (Halaman 55)
Tuan Sinder Pabrik ikut dibantu
Darba dalam membersihkan sepeda motor. (Halaman 56)
Tuan Sinder Pabrik berkenan
memberikan pengetahuan, saran, dan motivasi kepada Darba. (Halaman 57-59)
“Tumraping
bangsaku pancen ora patia mikir marang kepriyayen iku, sing perlu nyambutgawe
blanjane patut lan ora kakehan rewel. Kaya upamane awakku, sing takngengeri iku
pagawean, lire sing duwe pabrik, aku sing nglakoni kanthi diblanja. Tuwan
Setatir sing lumrahe diarani tuwan gedhe, iku lurahe, iku kancaku. Takarani
lurah, marga ngawat-awati enggonku nyambutgawe, bokmanawa aku sembrana.
Takarani kanca, marga padhadene golek pangan blanja sing duwe pabrik. Dadi aku
yen wis tumindak bener, wayahe mesin lumaku, iya wis lumaku, piranti-pirantine
resik ora pating bacecer, tuwane setatir lan sing duwe pabrik arep apa maneh;
aku kena sasenengku.” (Halaman 57)
Tuan Sinder Pabrik mengajak Darba
untuk bersama-sama ke Semarang.
“Bener,
nanging buruh ing ratu; mulane aku mau tutur geseh ing panemu. Panemuku, sing
aweh pangan aku iki pagawean, yen bangsamu wong sing dingengeri. Darba saiki
aku ngerti apa sing dadi jangkamu, aku kepengin amor nyambutgawe. Apa kowe
gelem dadi carik ana pabrik kene?” (Halaman 58)
Tanggap
Bukti : Tuan Masinis mendekati Mbok Nayapada yang sedang menangis dan
berusaha menenangkan dengan mengajak berbicara. (Halaman 69)
Peduli
Bukti : Tuan Sinder Pabrik menanyakan perkembangan pekerjaannya
menjadi juru tulis.
“Kepriye kabare
awakmu, Darba?” (Halaman 56)
Tuan
Sinder Pabrik mengingatkan kepada Darba, bahwa apa yang diharapkan belum tentu
terwujud.
“Besuk bubar
giling watara karo tengah sasi engkas. Nanging kowe ngelingana, lo , Darba, yen
kabeh mau aran panjangka, bisa uga mlesed, kowe ora nemoni kaya sing dadi
pangarep-arepmu.” (Halaman 59)
2.2.2 KI MAS NAYAPADA
Pendapat Ki Mas
Nayapada terhadap Darba
Rajin
Bukti : Setelah lulus jalur pendidikan, Darba
ikut serta belajar cara Belanda di Abipraya. (Halaman 14)
Darba bergantian dengan tetangganya
membaca serat yang menggunakan tembang.
Kala-kala
manawi panuju lek-lekan, Darba reroyoman kaliyan tangga-tangganipun, maos gegentosan
serat ingkang mawi tembang, sami nyapupuh, wujuding serat kados ta: Serat
Menak, Babad Mataram, saha almenak-almenak wedalan van Drop ing Semarang.
(Halaman 29)
Berpikiran
luas
Bukti : Sesrawungan
ing sadinten-dinten, ingkang karembag namung babagan kapriyantunan, tur namung
ingkang gegelengan Surakarta. Halaman 29
Darba selalu berkenan diajak
bepergian untuk memperluas wawasan. (Halaman 29)
Pintar
Bukti : Darba mampu memberikan pengertian bahwa untuk dapat dihormati
itu tidak harus menjadi priyayi.
“Cobi,
saderengipun kula badhe matur rumiyin bab dados priyantun kaliyan boten dados
priyantun. Dumugi samangke leres cariyosipun Embok, boten kados dados
priyantun. Mila makaten, awit para priyantun punika sami pinter-pinter nyerat.
Beda kaliyan para pandhe, sudagar, para tani sasaminipun, punika kasagedanipun
namung mligi tumrap pademalanipun. Mila inggih tansah kasor ing prabawa kaliyan
ingkang sami dados priyantun. Nanging sapunika sampun kathah pamulangan,
benjing watawis taun malih, saged ugi ingkang dados juru serat punika
upaminipun wedalan pamulangan angka loro, ingkang dados pandhe malah wedalan
pamulangan angka siji, ingriku kajenipun mesthi gumanthung wonten kathahing
pamedal, ingkang dados priyantun mesthi boten wani lanyak-lanyak dhateng
ingkang dados pandhe...” (Halaman 64)
Darba
sudah mempertimbangkan segala sesuatunya ketika di Semarang nanti, walaupun
jauh dari keluarga. (Halaman 68)
Darba
mampu mendirikan jasa perdagangan dan perbaikan sepeda. Watawis ing taun 1912 ing kampung salebetipun bawah Mangkunegaran
wonten griya mentas dipun dandosi enggal, dumunung ing sapinggiring margi. Ing
tritising griya wonten balabagipun wiyar, gambaripun makaten:
DARBA
Dagang
saha Andadosi Pit
|
DARBA
Fietsen
Handelaar en Reparteur
|
(Halaman 86)
Darba mempunyai pelanggan banyak
seperti: orang Belanda, Cina, dan Jawa. Tamunipun
pating sliri: Walandi, Cina, Jawi, sadaya ketingal marem ing manah, amargi
dhatengipun dipun tampeni sae, wragad-wragad andandosi urup, malah ketang mirah
katandhing kaliyan saening garapan. (Halaman 86)
Darba mampu memperoleh penghasilan
banyak, melebihi penghasilan seorang priyayi.
Ing taun 1908 Darba katedha ing
pangagengipun pabrik pit Tropikal, ugi ing Semarang, pamedalipun kathah, saweg
sawatawis taun kemawon sampun saged simpen arta kathah. (Halaman 90)
Darba
menjadi orang penting dalam organisasi Boedi Oetama. Darba dipercaya para warga
untuk menjadi warga pangreh. (Halaman
97)
Darba
menjadi pelopor para pemuda untuk belajar tentang ketrampilan, terutama tentang
mesin. (Halaman 101)
Membanggakan
Bukti : Darba dihormati dan mendapat kepercayaan
dari banyak orang. (Halaman 86, 97, 98, 105)
Berbakti
Bukti : Darba kembali ke Surakarta untuk
berkumpul dengan keluarga besarnya. Ing
taun 1911 darba katilar Tuwan Masinis, perlop dhateng nagari Walandi, manahipun
dados karaos-raos, kengetan tiyang sepuhipun ing Surakarta. (Halaman 90)
Pendapat Ki Mas
Nayapada terhadap Mas Bei Mangunripta
Berkenan
menyapa
Bukti : “Lo,
Ki Mas Nayapada? Dhateng pundi, Mas?” (Halaman 12)
Kurang
sopan
Bukti : Mas Bei Mangunripta bersandaran dengan
kedua kakinya dislonjorkan ke atas meja. Anggenipun
wicantenan makaten punika kaliyan ngowahi linggihipun, dhuwungipun kainger,
kakempit ing bau tengen, lajeng asesendhen, sukunipun kalih pisan kaslonjoraken,
tumumpang ing bangku ngajengipun. (Halaman 13)
Basa-basi
Bukti : “Menika
putrane, Mas?” (Halaman 14)
Meremehkan
Bukti : “O,
pamulangan Walandi partikelir saben sonten punika. Ingkang ngadani rak Den Bei
Prajamartana, ta. Heh, ana-ana bae, wong-wong tuwa padha reka-reka sekolah,
kuwi gek arep dienggo apa.” (Halaman 14)
Tidak
mau mengalah
Bukti : Mas Bei Mangunripta tidur memenuhi tempat duduk, disela-sela
pinggir ditaruh barang bawaan. Orang kampung yang akan duduk terpaksa berdiri,
karena Mas Bei Mangunripta seorang priyayi.
Dene bangku
sanesipun meh nyekawan sadaya, namung palinggihanipun Mas Bei Mangunripta,
punika dipunlinggihi ijen, amargi patrapipun linggih mujur ngebaki papan,
selanipun ing pinggir dipun dekeki buntelan. Tetiyang dhusun sami ajrih ngesuk
Mas Bei Mangunripta, dipun pilalah sami ngadeg, awit sumerep manawi punika
priyantun. (Halaman 15)
Emosional
Bukti : “...Heh,
apa ora weruh yen aku priyayi.” (Halaman 16)
Pendapat Ki Mas
Nayapada terhadap kondektur kereta api
Suka
teriak-teriak
Bukti : Kondektur berteriak kepada para penumpang untuk masuk ke
gerbong kereta api setelah penumpang yang turun selesai. (Halaman 11)
Kasar
Bukti : Kondektur menarik orang kampung duduk
berdampingan dengan Mas Bei Mangunripta. (Halaman 16)
Emosional
Bukti : “...ora
ngerti aturan, kowe wong apa...” (Halaman 17)
Pendapat Ki Mas
Nayapada tentang Den Bei Prajasusastra
Gagah
dan cerdik
Bukti : Darba kagum dengan Den Bei Prajasusastra yang luwes dalam
berbicara tentang berbagai pengetahuan dan bertubuh gagah. (Halaman 35)
Pendapat Ki Mas
Nayapada terhadap Tuan Masinis
Baik
hati
Bukti : Tuan Masinis mengajak Darba ke Semarang
agar dapat belajar tentang mesin. (Halaman 59)
Tuan
Masinis mendekati Mbok Nayapada yang sedang menangis dan berusaha menenangkan
dengan mengacak berbicara. (Halaman 69)
2.2.3 MBOK NAYAPADA
Pendapat Mbok Nayapada
terhadap Darba
Rajin
Bukti : Darba bergantian dengan tetangganya
membaca serat yang menggunakan tembang.
Kala-kala
manawi panuju lek-lekan, Darba reroyoman kaliyan tangga-tangganipun, maos
gegentosan serat ingkang mawi tembang, sami nyapupuh, wujuding serat kados ta:
Serat Menak, Babad Mataram, saha almenak-almenak wedalan van Drop ing Semarang.
(Halaman 29)
Setelah lulus jalur pendidikan,
Darba ikut serta belajar cara Belanda di Abipraya.
Berpikiran
luas
Bukti : Darba selalu berkenan diajak bapaknya
bepergian untuk memperluas wawasan. (Halaman 29)
Pintar
Bukti : Darba mampu memberikan pengertian bahwa untuk dapat
dihormati itu tidak harus menjadi priyayi.
“Cobi, saderengipun
kula badhe matur rumiyin bab dados priyantun kaliyan boten dados priyantun.
Dumugi samangke leres cariyosipun Embok, boten kados dados priyantun. Mila
makaten, awit para priyantun punika sami pinter-pinter nyerat. Beda kaliyan
para pandhe, sudagar, para tani sasaminipun, punika kasagedanipun namung mligi
tumrap pademalanipun. Mila inggih tansah kasor ing prabawa kaliyan ingkang sami
dados priyantun. Nanging sapunika sampun kathah pamulangan, benjing watawis
taun malih, saged ugi ingkang dados juru serat punika upaminipun wedalan
pamulangan angka loro, ingkang dados pandhe malah wedalan pamulangan angka
siji, ingriku kajenipun mesthi gumanthung wonten kathahing pamedal, ingkang
dados priyantun mesthi boten wani lanyak-lanyak dhateng ingkang dados pandhe...”
(Halaman 64)
Darba
sudah mempertimbangkan segala sesuatunya ketika di Semarang nanti, walaupun
jauh dari keluarga. “Prakawis makaten
sampun panjenengan galih sanget-sanget, Embok. Anggen kula gadhah kekencengan
medal dhateng ngamanca punika sampun mawi sabab warni-warni...” (Halaman
68)
Darba
mampu mendirikan jasa perdagangan dan perbaikan sepeda. Watawis ing taun 1912 ing kampung salebetipun bawah Mangkunegaran
wonten griya mentas dipun dandosi enggal, dumunung ing sapinggiring margi. Ing
tritising griya wonten balabagipun wiyar, gambaripun makaten:
DARBA
Dagang
saha Andadosi Pit
|
DARBA
Fietsen
Handelaar en Reparteur
|
(Halaman 86)
Darba mempunyai pelanggan banyak
seperti: orang Belanda, Cina, dan Jawa. Tamunipun
pating sliri: Walandi, Cina, Jawi, sadaya ketingal marem ing manah, amargi
dhatengipun dipun tampeni sae, wragad-wragad andandosi urup, malah ketang mirah
katandhing kaliyan saening garapan. (Halaman 86)
Darba mampu memperoleh penghasilan
banyak, melebihi penghasilan seorang priyayi.
Ing taun 1908 Darba katedha ing
pangagengipun pabrik pit Tropikal, ugi ing Semarang, pamedalipun kathah, saweg
sawatawis taun kemawon sampun saged simpen arta kathah. (Halaman 90)
Darba menjadi orang penting dalam
organisasi Boedi Oetama. Darba dipercaya para warga untuk menjadi warga pangreh. (Halaman 97)
Darba
menjadi pelopor para pemuda untuk belajar tentang ketrampilan, terutama tentang
mesin. (Halaman 101)
Membanggakan
Bukti : Darba dihormati dan mendapat kepercayaan
dari banyak orang. (Halaman 86, 97, 98)
Berbakti
Bukti : Darba selalu mengingat nasehat ibunya. “O, Ebok, kula inggih sampun sumerep manawi
panggalihan panjenengan makaten; mila sadaya ihtiyar, ingkang kula engeti
namung kudangan panjenengan. Cariyosipun rumiyin kajengipun ‘ketok’.”
(Halaman 63)
Darba kembali ke Surakarta untuk
berkumpul dengan keluarga besarnya. Ing
taun 1911 darba katilar Tuwan Masinis, perlop dhateng nagari Walandi, manahipun
dados karaos-raos, kengetan tiyang sepuhipun ing Surakarta. (Halaman 90)
Pendapat Mbok Nayapada
terhadap Ki Mas Nayapada (suaminya)
Bijaksana
Bukti : Ki Mas Nayapada memberikan waktu kepada Darba untuk
menjelaskan keinginannya belajar tentang sepeda motor di Semarang. “Sababe kepriye bokne, kandhane anakmu kuwi
rasakna, sarta timbang-timbangen. Nek pancen ora bener, iya padha digondheli.
Wis Darba tutugna kandhamu.” (Halaman 64)
Penengah
Bukti : Ki Mas Nayapada meminta Mbok Nayapada
untuk mendengarkan penjelasan Darba. (Halaman 64)
Pendapat Mbok Nayapada
terhadap Mas Bei Mangunripta
Berkenan
menyapa suaminya
Bukti : “Lo,
Ki Mas Nayapada? Dhateng pundi, Mas?” (Halaman 12)
Kurang
sopan
Bukti : Mas Bei Mangunripta bersandaran dengan
kedua kakinya dislonjorkan ke atas meja. Anggenipun
wicantenan makaten punika kaliyan ngowahi linggihipun, dhuwungipun kainger, kakempit
ing bau tengen, lajeng asesendhen, sukunipun kalih pisan kaslonjoraken,
tumumpang ing bangku ngajengipun. (Halaman 13)
Basa-basi
kepada suaminya
Bukti : “Menika
putrane, Mas?” (Halaman 14)
Meremehkan
Bukti : “O,
pamulangan Walandi partikelir saben sonten punika. Ingkang ngadani rak Den Bei
Prajamartana, ta. Heh, ana-ana bae, wong-wong tuwa padha reka-reka sekolah,
kuwi gek arep dienggo apa.” (Halaman 14)
Tidak
mau mengalah
Bukti : Mas Bei Mangunripta tidur memenuhi tempat duduk, disela-sela
pinggir ditaruh barang bawaan. Orang kampung yang akan duduk terpaksa berdiri,
karena Mas Bei Mangunripta seorang priyayi.
Dene bangku
sanesipun meh nyekawan sadaya, namung palinggihanipun Mas Bei Mangunripta,
punika dipunlinggihi ijen, amargi patrapipun linggih mujur ngebaki papan,
selanipun ing pinggir dipun dekeki buntelan. Tetiyang dhusun sami ajrih ngesuk
Mas Bei Mangunripta, dipun pilalah sami ngadeg, awit sumerep manawi punika
priyantun. (Halaman 15)
Emosional
Bukti : “...Heh,
apa ora weruh yen aku priyayi.” (Halaman 16)
Pendapat Mbok Nayapada
tentang Den Bei Prajasusastra
Gagah
dan cerdik
Bukti : Darba kagum dengan Den Bei Prajasusastra yang luwes dalam
berbicara tentang berbagai pengetahuan dan bertubuh gagah. (Halaman 35)
Pendapat Mbok Nayapada terhadap
Tuan Masinis
Baik
hati
Bukti : Tuan Masinis mengajak Darba ke Semarang
agar dapat belajar tentang mesin. (Halaman 59)
Tuan
Masinis mendekati Mbok Nayapada yang sedang menangis dan berusaha menenangkan
dengan mengacak berbicara. (Halaman 69)
2.2.4 MAS BEI
MANGUNRIPTA
Pendapat Mas Bei Mangunripta ke Darba
Menghormati
Bukti : Darba menjawab pertanyaan dan menghadap
Mas Bei Mangunripta dengan rasa hormat. Mireng
pitaken punika, Darba lajeng ngewahi linggihipun, sakawit ngungkuraken Mas
Ngabei Mangunripta, sapunika miring mawi mengo, wangsulanipun cekak nanging
taklim, “Kapatihan.” (Halaman 12)
Pendapat Mas Bei Mangunripta ke Ki Mas Nayapada
Menghormati
Bukti : Ki Mas Nayapada menjawab dengan tangan disambungkan setengah
bersedekap serta dengan merunduk sebentar. Nayapada
mangsuli taklim, amargi kejawi wicanten dhateng inggil-inggilipun, pancen
dhasaripun andhap-asor. Tanganipun kagathukaken satengah ngapurancang, sarta
mawi mendhak sawatawis, tembungipun, “Nun badhe njagong dhateng Dlanggu.”
(Halaman 14)
Pendapat Mas Bei
Mangunripta terhadap kondektur kereta api
Suka
teriak-teriak
Bukti : Kondektur berteriak kepada para penumpang untuk masuk ke
gerbong kereta api setelah penumpang yang turun selesai. (Halaman 11)
Kasar
Bukti : Kondektur menarik orang kampung duduk
berdampingan dengan Mas Bei Mangunripta. (Halaman 16)
Emosional
Bukti : “...ora
ngerti aturan, kowe wong apa...” (Halaman 17)
Pendapat Mas Bei Mangunripta ke Mas Demang Karyabau
Tidak
sopan
Bukti : Mas Demang Karyabau menjamu Den Bei Dhistrik dengan spesial,
padahal Den Bei Dhistrik hanya seorang mantri desa. (Halaman 21)
Berkenan
mengakui kesalahan
Bukti : Mas Demang Karyabau meminta maaf
kepadanya. Mas Demang mawi pratela manawi
wonten lepatipun ing tandak, nyuwun pangapunten. (Halaman 21, 25)
Pendapat Mas Bei Mangunripta terhadap Den Bei Dhistrik
Sombong
Bukti : Den Bei Dhistrik seharusnya tidak
menerima perlakuan spesial dari Mas Demang Karyabau. (Halaman 21, 24, 25)
Pengecut
Bukti : Den Bei Dhistrik tidak berani mengajak berbicara Mas Bei
Mangunripta. (Halaman 23)
Den
Bei Distrik menerima sodoran minuman yang diberikan Mas Bei Mangunripta tanpa
bicara sedikitpun. Den Bei Distrik inggih
ngunjuk, nanging tanpa mangsuli sakecap, ing batos sakelangkung ngungun, dene
ngantos kataman ing tindak kados makaten. (Halaman 27)
Den
Bei Dhistrik tidak menanggapi tantangan Mas Bei Mangunripta. (Halaman 27, 28)
2.2.5 MAS DEMANG
KARYABAU
Pendapat Mas Demang
Karyabau terhadap Darba
Menghormati
Bukti : Datang ke undangan resepsi pernikahan
anaknya. (Halaman 19)
Pendapat Mas Demang
Karyabau terhadap Ki Mas Nayapada
Menghormati
Bukti : Datang ke undangan resepsi pernikahan
anaknya. (Halaman 19)
Pendapat Mas Demang
Karyabau terhadap Mbok Nayapada
Menghormati
Bukti : Datang ke undangan resepsi pernikahan
anaknya. (Halaman 19)
Pendapat Mas Demang
Karyabau terhadap Mas Bei Mangunripta
Menghormati
Bukti : Datang ke undangan resepsi pernikahan
anaknya. (Halaman 19)
Emosional
Bukti : Di dalam hati marah-marah, karena hanya seorang mantri desa
diberikan jamuan yang lebih spesial. (Halaman 21)
Mas Bei Mangunripta minum banyak
untuk melampiaskan kekecewaannya, sehingga wajahnya menjadi merah. (Halaman 25)
Mas
Ngabei Mangunripta nepsu, wicantenipun kumruwuk, lajeng badhe males mbithi rai,
nanging kenging katangkis. Mas Ngabei Mangunripta nepsu, tanganipun kiwa ngewal
dhuwung, tanganipun tengen badhe ngunus. Nanging pangunusipun saweg angsal
sapalih, ungel-ungelipun enggal katekem dening onderipun.
(Halaman 28)
Iri
hati
Bukti : Mas Bei Mangunripta iri hati karena Mas Demang Karyabau
melayani Den Bei Distrik minum bersama. (Halaman 25)
Acuh
tak acuh
Bukti : Hanya Mas Bei Mangunripta yang tidak mau berdiri menghormati
datangnya mempelai wanita untuk dipertemukan dengan mempelai pria dan hanya
mengenakkan diri di tempat duduknya. (Halaman 22)
Mas
Bei Mangunripta mabuk dan berbicara tidak beraturan, ia juga mengajak orang
disebelahnya untuk minum. (Halaman 25)
Mas Bei Mangunripta tidak
menanggapi permohonan maaf Mas Demang Karyabau. (Halaman 25)
Pendapat Mas Demang
Karyabau terhadap Den Bei Dhistrik
Menghormati
Bukti : Datang ke undangan resepsi pernikahan
anaknya sebagai wakil dari Bupati yang tidak bisa hadir. (Halaman 19)
Pintar
berbicara
Bukti : Memberikan sambutan dengan suara jelas dan membuat senang
orang yang mendengarkan. (Halaman 24)
Menjaga
perasaan
Bukti : Den Bei Dhistrik tidak menanggapi tantangan Mas Bei
Mangunripta. (Halaman 27, 28)
2.2.6 ADIK MAS DEMANG
KARYABAU
Pendapat adik Mas
Demang Karyabau terhadap Darba
Cekatan
Bukti : Mau membantu memberikan jamuan kepada para
tamu. (Halaman 20)
2.2.7 DEN BEI DHISTRIK
Pendapat Den Bei
Dhistrik terhadap Mas Demang Karyabau
Menghormati
Bukti : Mas Demang Karyabau menyambut kedatangan Den Bei Dhistrik dan
mempersilahkan duduk di kursi kehormatan sebagai pengganti kedatangan Bupati.
(Halaman 21)
Mas
Demang Karyabau mempersilahkan Den Bei Distrik untuk memberikan sambutan.
(Halaman 24)
Mas
Demang Karyabau melayani Den Bei Distrik untuk minum bersama. (Halaman 25)
Mas
Demang Karyabau mempersilahkan Den Bei Distrik untuk menari dengan penari.
(Halaman 25)
Pendapat Den Bei
Dhistrik terhadap Mas Bei Mangunripta
Tidak
sopan
Bukti : Mas Bei Mangunripta berbicara “sengak”
terhadap Den Bei Distrik. ”Mangga, Mas,
ngombe, Mas.” (Halaman 27)
Menyindir
Bukti : Mas Bei Mangunripta menantang Den Bei
Distrik dengan gendhing clunthang.
(Halaman 26)
Menantang
Bukti : “Kowe
wani tenan karo aku?” (Halaman 28)
Mas
Bei Mangunripta menyodorkan minuman ke mulut Den Bei Distrik, namun ditampik
bawahan Den Bei Distrik, sehingga wajah Mas Bei Mangunripta menjadi basah.
(Halaman 27)
Mas
Bei Mangunripta ingin membalas menyipratkan minuman ke wajah Den Bei Distrik,
namun dapat tertangkis bawahan Den Bei Distrik. (Halaman 28)
Mas Bei Mangunripta berniat
menusukkan kerisnya kepada Den Bei Distrik, namun lagi-lagi dapat ditangkis.
(Halaman 28)
Mas Bei Mangunripta bangga
berteriak-teriak di hadapan para tamu. (Halaman 28)
Mas Bei Mangunripta membuat takut
pemilik rumah dan para tamu. (Halaman 28)
Emosional
Bukti : Mas
Ngabei Mangunripta nepsu, wicantenipun kumruwuk, lajeng badhe males mbithi rai,
nanging kenging katangkis. Mas Ngabei Mangunripta nepsu, tanganipun kiwa ngewal
dhuwung, tanganipun tengen badhe ngunus. Nanging pangunusipun saweg angsal
sapalih, ungel-ungelipun enggal katekem dening onderipun. (Halaman 28)
2.2.8 DEN BEI
PRAJASUSASTRA
Pendapat Den Bei
Prajasusastra tentang Darba
Rasa
ingin tahunya besar
Bukti : Darba ingin membaca surat kabar. Darba
enggal nyandhak serat kabar Jawi Kandha,
lajeng kabikak sarta kawaos. (Halaman 37)
Membanggakan
Bukti : Den Bei Prajasusastra bangga melihat Darba yang suka membaca
surat kabar dan karya-karyanya dapat dimuat di surat kabar dengan berbagai
tema. (Halaman 43)
Den
Bei Prajasusastra bangga kepada Darba yang mendapat julukan Sang Moncer ing Budi Jaka Wiyadi dan Sang Wiyana Jaka Wiyadi. (Halaman 43)
2.2.9 DALIL
Pendapat Dalil tentang
Darba
Humoris
Bukti : Dalil selalu ketawa ketika diajarkan
membaca oleh Darba. “Maune bocah-bocah
kon muni: ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.
Banjur: hi ni ci ri ki, di ti si wi li,... Sing lucu kuwi banjur dikon muni:
heng neng ceng reng keng, deng teng seng weng leng.” (Halaman 45)
Pendapat Dalil tentang
Tuan Sinder Pabrik
Galak
Bukti : Tuan Sinder Pabrik memarahi Dalil karena
merusak tanaman tebu. “Kurang ajar! Layak tandurane tebu padha
rusak. Takarani dipangani luwak, jebulane setan-setan padha tlusupan mlebu
patebon.” (Halaman 45)
Adil
Bukti : Tuan Sinder Pabrik tidak memandang Dalil
anak ondheran, jika bersalah harus
tetap dihukum. “...Aku ora preduli
ngonderan. Kowe nyolong mesthi takukum...” (Halaman 46)
Tegas
Bukti : Tuan Sinder Pabrik mencoreng wajah Dalil dan menyuruh untuk
berdiri di samping tempat minum dengan menginjak tembok ganjal pot. (Halaman
46)
2.2.10 JAYUS
Pendapat Jayus tentang
Tuan Sinder Pabrik
Galak
Bukti : Memarahi Dalil karena merusak tanaman
tebu. “Kurang ajar! Layak tandurane tebu
padha rusak. Takarani dipangani luwak, jebulane setan-setan padha tlusupan
mlebu patebon.” (Halaman 45)
Tegas
Bukti : Tuan Sinder Pabrik mencoreng wajah Jayus dan menyuruh untuk
berdiri di samping tempat minum dengan menginjak tembok ganjal pot. (Halaman
46)
2.2.11 ONDHER ( bapak
Dalil)
Pendapat Ondher ( bapak
Dalil) terhadap Darba
Profesional
Bukti : Darba dalam menulis karangan di surat
kabar tidak pernah ditujukan untuk menjelekkan sesorang. “Sanajan kula kerep damel karangan wonten ing serat kabar, nanging
boten nate nuju tiyang, angengipun ngawon-awon. Ingkang kula rembag mesthi
kabetahing ngumum.” (Halaman 47)
Membanggakan
Bukti : Ondher ( bapak Dalil) merasa bangga, Darba dipindah ke Klaten
karena kesenangannya dalam menulis di surat kabar. “Inggih, Dhi. Wontenipun Darba dipunkekaken punika inggih jalaran
saking remenipun nyerat ing serat kabar.” (Halaman 47)
2.2.12 TUAN SINDER
PABRIK
Pendapat Tuan Sinder
Pabrik terhadap Darba
Suka
menolong dan enggan meminta upah
Bukti : Darba menolong Tuwan Sinder Pabrik ketika
jatuh dari sepeda motornya. “Tuwan sampun
dados penggalih, kula boten ngalap epah, aluwung manawi kepareng, sinyo punika
kula gendhongipun, panjenengan nuntun pit. Mangga kula dherekaken dhateng
pabrik.” (Halaman 54)
Darba ikut menolong Tuwan Sinder
Pabrik membersihkan sepeda motor. (Halaman 56)
Pintar
Bukti : Darba berbicara dengan menggunakan bahasa
Jawa ragam ngoko, Melayu, dan
Belanda. (Halaman 55)
Mudah
bersosialisasi
Bukti : Darba tidak dianggap sekadar tamu oleh Tuan Sinder Pabrik,
tetapi juga teman. Padahal baru saling mengenal. (Halaman 55)
Berkeinginan
kuat
Bukti : Darba bersedia diajak ke Semarang.
“Inggih, inggih
Tuwan, kula sampun nyandhak dhateng karsa panjenengan, yambutdamel ngiras
sinau, punika pancen ingkang kula impi-impi. Malah kula sampun nate gadhah
gagasan badhe ngenger Walandi, ingkang ngalaya dhateng pundi-pundi. Cekakipun
dhawuh panjenengan punika kula sandikani, prakawis tiyang sepuh kula, sanes
dinten kula rembagipun. Keparenga kula nyuwun priksa, tindak panjenengan
kinten-kinten benjing punapa?” (Halaman 59)
Pendapat Tuwan Sinder
Pabrik terhadap Dalil
Nakal
Bukti : Jayus merusak tanaman tebu. “Kurang ajar! Layak tandurane tebu padha
rusak. Takarani dipangani luwak, jebulane setan-setan padha tlusupan mlebu
patebon.” (Halaman 45)
Cengeng
Bukti : Dalil menangis karena disuruh berdiri di samping tempat minum
dengan menginjak tembok ganjal pot sehingga dapat dilihat oleh anak lainnya.
Sinar matahari juga membuat panas tubuhnya. (Halaman 45)
Pendapat Tuwan Sinder
Pabrik terhadap Jayus
Nakal
Bukti : Jayus merusak tanaman tebu. “Kurang ajar! Layak tandurane tebu padha
rusak. Takarani dipangani luwak, jebulane setan-setan padha tlusupan mlebu
patebon. Sapa kowe jenengmu?” (Halaman 45)
Berani mengakui kesalahan. (Halaman
45)
Jayus memasrahkan diri ke Tuwan
Sinder Pabrik sebagai tanda mengakui kesalahan. (Halaman 45)
Cengeng
Bukti : Jayus menangis karena disuruh berdiri di samping tempat minum
dengan menginjak tembok ganjal pot sehingga dapat dilihat oleh anak lainnya.
Sinar matahari juga membuat panas tubuhnya. (Halaman 46)
Pendapat Tuwan Sinder
Pabrik terhadap Ki Mas Nayapada
Berpikiran
maju
Bukti : Ki Mas Nayapada mengijinkan Darba belajar
tentang sepeda ke Semarang. Darba mangkat dhateng Setatsiyun Balapan, kaeterake
Pak Nayapada sasemahipun. (Halaman 69)
Pendapat Tuwan Sinder
Pabrik terhadap Mbok Nayapada
Berpikiran
maju
Bukti : Mbok Nayapada mengijinkan Darba belajar
tentang sepeda ke Semarang. Darba mangkat dhateng Setatsiyun Balapan, kaeterake
Pak Nayapada sasemahipun. (Halaman 69)
BAB III
ANALISIS NARRATOR - NARRATIE
3.1 Percakapan ketika
sudah mendapatkan tempat duduk di dalam kereta.
1.
Mas Bei Mangunripta (Aktif) (Halaman 12-14)
Bukti : Mas Bei Mangunripta menyapa Ki Mas Nayapada dengan berbagai
bertanya.
“Lo, Ki Mas Nayapada. Dhateng pundi, Mas?”
“Dhateng Dlangu njagong dhateng panggenane sinten?”
“Elo, tunggal laku ane, kula inggih badhe
mrika.”
“Punapa sampeyan taksih mambet-mambet, ta, Mas
kaliyan Mas Demang?”
“We, lah, kaleresan, Mas Bei, mangke kula
dherekaken.”
“Inggih, ta... wah
nanging radi rebyeg, Mas, lah tiyang mangke panggihe panganten jam nem; mila
kula punika wiwit saking griya sampun dandos mathithit.”
“Punapa sampeyan taksih
mambet-mambet, ta, Mas, kaliyan Mas Demang?”
“We, lah, layak.”
“Menika putrane, Mas?”
“Kowe magang ana kantor ngendi, heh, Le?”
“Wis pirang taun, Le, olehmu magang?”
“Wah, isih tangeh.”
“O, pamulangan Walandi
partikelir saben sonten punika. Ingkang ngadani rak Den Bei Prajamartana, ta.
Heh, ana-ana bae, wong-wong tuwa padha reka-reka sekolah, kuwi gek arep dienggo
apa.”
2.
Ki Mas Nayapada (Aktif)
(Halaman 12-14)
Bukti : Ki Mas Nayapada menjawab semua pertanyaan dari Mas Bei
Mangunripta.
“ Nun badhe njagong dhateng Dlangu.”
“ Nun, dhateng panggenanipun Demang
Karyabau.”
“We, lah, kaleresan, Mas Bei, mangke kula
dherekaken.”
“Nun inggih, Mas Bei,
kula punika inggih kepeksa ndadak. Pencenipun anggenipun ngundang kula wiwit
wingi, perlu ngiras kapurih rerencang pisan, nanging kepambeng padamelan.”
“Nun, Demang Karyabau punika sadherekipun
jaler kanca istri.”
“Inggih, punika ingkang
panggulu, ingkang pambajeng tengga griya.”
“Sawatawis , rekanipun
punika tamat pasinaonipun pamulangan ing Bathangan. Samangke tumut sinau cara
Walandi wonten Abipraya.”
3.
Darba (Pasif)
(Halaman
14)
Bukti : Darba hanya berbicara ketika ditanya tentang dirinya oleh Mas
Bei Mangunripta.
“ Kapatihan.”
“Kalih taun.”
4.
Mbok Nayapada (Pasif)
(Halaman 12-14)
Bukti : Mbok Nayapada hanya mendengarkan percakapan yang dilakukan
antara Mas Bei Mangunripta dengan suami dan anaknya.
3.2 Percakapan ketika
sudah berada di Stasiun Purwasari.
1.
Kondektur (Pasif) (Halaman
15-16)
Bukti : Kondektur lebih banyak bertindak langsung mengarahkan para
penumpang dan sedikit berbicara, walaupun sekali berbicara dengan nada
berteriak.
“Buri, buri. Wong Jawa buri.”
“...ora ngerti aturan, kowe wong
apa...”
2.
Mas Bei Mangunripta (Aktif)
(Halaman 16-17)
Bukti : Mas Bei Mangunripta marah-marah kepada kondektur kemudian
berbicara dengan Darba tentang apa yang dikatakan Kondektur.
“...Heh, apa ora weruh yen aku priyayi.”
“Landa kuwi mendem ayake.”
“Kandha apa Le, tuwane,
kathik nganggo perdom-perdom barang?”
“Apa iya ngerti, tulisan-tulisan ing tempelen
kuwi, Le?”
3.
Darba (Pasif)
(Halaman 16-17)
Bukti : Darba berpura-pura tidak tahu apa yang dikatakan Kondektur
kepada Mas Bei Mangunripta yang menggunakan bahasa Belanda. Dalam batin Darba,
ia sangat kecewa melihat seorang priyayi yang tingkah lakunya kurang sopan.
“Boten ngertos, awit wicantenipun rikat
sanget.”
“Punika mungel ’36 Person’
kajengipun, ing riku punika kangge 36 tiyang.”
3.3 Percakapan
sesampainya di rumah Mas Demang Karyabau.
1.
Adik Mas Demang Karyabau (Pasif) (Halaman 20)
Bukti : Adik Mas Demang Karyabau mengarahkan orang-orang termasuk Darba
untuk mengantar jamuan kepada para tamu.
“Lah kebeneran ana bocah Sala, mesthi prigel
laden. Renea, Le, takkandhani. Mengko yen ngetokake wedang, cangkir tutup gedhe
sing nganggo tatakan salaka iki, ingkang Bupati, para panewu iya nganggo
tatakan iki, cangkire tutup cilik bae. Para mantri cangkir tutup cilik tanpa
tatakan. Sangisore iku cangkire alus tanpa tutup. Dene liyane, bekel, mandhor
sapepadhane cangkir para bae.”
“E, iya mengko dikandhani.”
“Ora, ta, wis, mengko aku dhewe sing
ngandhani. Enya, ladenana srutu dhisik. Mas Bei Mangunripta karo bapakmu
ladenana.”
2.
Darba (Pasif) (Halaman 20,26)
Bukti : Darba sedikit berbicara dan lebih banyak melaksanakan perintah.
Darba memberikan jamuan kepada para
tamu.
Darba
mendengar berbagai percakapan para tamu tanpa berbicara apapun.
Darba memberikan
slendang kepada Mas Bei Mangunripta.
“Nanging
kula boten saged niteni satunggal-satunggaling tamu, amargi ingkang kathah tamu
saking dhusun.”
“Ingkang kula manah
punika manawi wonten klinta-klintu, mangke ndadosaken sakserik.”
“Nun inggih, terang dhawuhipun Den Bei
Dhistrik.”
3.
Mas Bei Mangunripta (Aktif) (Halaman
21, 26, 27, 28)
Bukti : Mas Bei Mangunripta mengungkapkan kemarahannya dengan perilaku
dan perkataan yang tidak sopan. Walaupun Mas Bei Mangunripta banyak berbicara,
namun oleh Den Bei Dhistrik tidak ditanggapi dengan kata-kata yang tidak sopan
pula.
“ Eh, mantri desa bae diurmati samono.”
“Aku kok ekon njoged apa, Le?”
“Iya, ta. Kowe kancaku saka nagara, mengko
nglarihana, ya. Ayah nek karo onder desa bae rak iya ora kalah. Jalukana
gendhing clunthang, Beng.”
“Mangga, Mas, ngombe, Mas.”
“Mangga rame-rame.
Jaragan sami tayuban. Aku nek wis ngene iki pilih tandhing. E, bok iya sapa
ta...apa maneh onder mantri desa. Ayo, rame-rame.”
“Kowe wani tenan karo aku?”
4.
Den Bei Dhistrik (Pasif) (Halaman 24, 27, 28)
Bukti : Walaupun Den Bei Dhistrik memberi sambutan, namun dalam
melakukan percakapan, Den Bei Dhistrik berbicara sekadarnya saja.
Den
Bei Dhistrik tidak menanggapi perkataan Mas Bei Mangunripta dengan kata-kata
yang tidak sopan, ia lebih bersikap diam.
Den
Bei Dhistrik meminum minuman yang diberikan oleh Mas Bei Mangunripta tanpa
berbicara sedikitpun.
3.4
Percakapan ketika di rumah pada suatu sore.
1. Ki Mas Nayapada (Pasif) (Halaman 31-32)
Bukti : Ki Mas Nayapada sekadar menanyakan siapa yang datang ketika ia
tidur dan sedikit menanggapi ketika mengetahui Darba belajar menjahit.
“Dhek aku turu mau kaya ana kreta mandheg?”
“Klambi lurik telu-pat sing
kokenggo seba mau jare olehmu dondom dhewe.”
2.
Mbok Nayapada (Aktif)
(Halaman 31-32)
Bukti : Mbok Nayapada menjawab pertanyaan dari suaminya dan bertanya
tentang kegiatan yang dilakukan anaknya sehari-hari.
“Kretane Bendara Riya ajeng methuk teng sepur.”
“Lah kowe priye, Le?
Taksawang-sawang olehmu saka seba, kok wis ora tau mikir pamagangmu.”
“Elo, ya nulis-nulis,
apa priye. Dene kakangmu sok nggawa gawean sabongkok.”
“Lah gaweanmu ana kantor
kuwi apa?”
“Udut kepriye?”
“Apa ora ana garapan,
teka kober-kobere udut. Tumrape kowe dhewe, bok iya nulis-nulis, cikben
tulisane endang becik.”
“Lah mbok
kokgawa mulih, cikben enggal rampung.”
“Sababe apa,
ayake sumelang nek reged, utawa panulismu sembrana. Rak ya ajar resikan,
ngati-ati, lan stiti.”
“Kejaba ta nek
ngono. Lah kowe esuk-esuk nek mangkat jam 8 kuwi rak mampir daleme pakmu Bei,
ta?”
“Lah, ya ngono, perlune
celak priyayi kuwi mundhak dekung. Kae lo, kakangmu Darya, kuwi kaca benggala.
Wong tuwa kuwi nek anake ketok, anane mung bungah. Luwih maneh banjur bisa
megar payunge, apa maneh sing digoleki, kono dununging pangaji-aji, isih jaka
wis dadi priyayi, nek arep golek sing glender-glender sewu sasisih bae
ngembyah.”
“Ana apa mrana?”
“Apa arep dadi menjait?”
3.
Darya (Pasif)
(Halaman 31-32)
Bukti : Darba hanya menjawab pertanyaan dari ibunya dengan jawaban
singkat. Di dalam hatinya, ia merasa sulit mengungkapkan apa yang ada di
benaknya.
“Sing dipikir napa, ta, Mbok?”
“Enggih
nyerat, enggih udut.”
“Enggih
udut, lawong kancane enggih sami udut.”
“Enggih
nyerat, kula didhawuhi nurun serat Wiwaha.”
“Pak
Bei Prajasusastra boten pareng.”
“Boten
kok Embok, turunane niku layang kantor Radyapustaka
“Enggih.”
“Dhateng panggenanipun Pak Tjakra.”
“Ngrencangi dondom ngiras ajar.”
3.5 Percakapan ketika
berada di kantor.
1.
Den Bei Prajasusastra (Pasif) (Halaman 35-36)
Bukti : Den Bei Prajasusastra bertukar cerita dan mendengarkan
pengalaman tentang rokok.
“Inggih lowung kanggewaos-waosan, kacariyos punika serat kina.”
“E, sampun kaecap.
(Kaliyan ngedalaken slepen isi srutu). Mangga, Ndara, ses.”
“E, Ndara sapunika boten
ngeses, Punapa, ta?”
“Eh, ses kemawon gek gadhah daya punapa?”
“O, dereng.”
2.
Bandara Panji Puspawicara (Aktif) (Halaman 35-37)
Bukti : Bandara Panji Puspawicara bertukar cerita dan menceritakan
pengalamannya tentang rokok.
“Den Bei Prajasusastra kok remen Serat
Wiwaha. Cariyosipun nurun Serat Radyapustaka.”
“Kula inggih gadhah
(serat), nanging sampun cap-capan, wedalan negari Walandi.”
“O, nuwun Pak Bei,
sampun dangu kula noten ngeses.”
“Sakawit kula pancen
doyan sanget dhateng ses. Nalika punika kerep gadhah raos mboten sekeca, sirah
mumet, terkadhang gumeter, malah asring boten doyan nedha. Kula lajeng
pinanggih dhokter Tuwan Heyman van Anrooy, dipun awisi boten kenging udut.
Inggih kula estokaken sapunika kula lajeng boten gadhah raos ingkang mboten
sakeca wau.”
“Inggih Pak Bei,
waunipun kula inggih gumun. Nanging dumadakan kula maos serat kabar Slompret
Malayu, nyariyosaken awonipun udut. Malah serat wau sampun kula jawekaken kamot
wonten ing serat kabar Jawi Kandha ingkang medal kala wingi. Punapa Pak Bei
dereng maos?”
“Udut punika saenipun
namung saged mejahi basi ingkang wonten sela-selaning untu, awonipun tikel
tekuk katimbang lan saenipun. Sapisan murugaken aor, kaping kalih dhateng
gorokan, dados serak. Kaping tiga murugaken sesek. Kaping sakawan mbuthekaken
pikiran. Katrangan panjang mangke Pak Bei Saged maos ing Jawi Kandha. Mila
mekaten, awit ing salebeting sata punika wonten wisanipun ingkang nama......, e,
punapa punika, kula sampun njawakaken piyambak teka kesupen, lah tiyang tembung
Walandi.”
“Apa, Le, nek kowe weruh?”
“E, lah, iya, nikotin.”
3.
Darba (Pasif)
(Halaman 35-37)
Bukti : Darba mendengarkan cerita tentang pengalaman Den Bei Prajasusastra
dan Bandara Panji Puspawicara, serta mencoba mengingatkan Bandara Panji
Puspawicara nama racun yang ada di dalam rokok.
“Nikotin.”
3.6 Percakapan ketika
Darba mampir ke rumah Den Bei Prajasusastra sebelum ke kantor.
1.
Den Bei Prajasusastra (Aktif)
(Halaman 37)
Bukti : “Darba, nek pinuju
nganggur ngono kuwi bok kowe maca-maca, supaya mundhak jembar kawruhmu. Layar
kabar kuwi kena kokwaca.”
2.
Darba (Pasif)
(Halaman 37-38)
Bukti : Darba sangat senang ketika diijinkan untuk membaca surat kabar
dan seketika langsung mengambil surat kabar yang kemudian dibaca. Nantinya
Darba senang menulis dan mengirimkan tulisannya ke redaksi surat kabar.
3.7 Percakapan ketika
perjalanan pulang dari sungai.
1.
Dalil (Aktif)
(Halaman 44-45)
Bukti : Dalil mengajak Jayus belajar bersama dan menceritakan keseruan
belajar dengan Darba.
“Yus,
Yus, kowe mengko sore sida milu ajar menyang onderan apa?”
“E, oleh ta wis, wong
aku didhawuhi nDara Onder, dikon ngajak kanca.”
“Mas Darba, priyayi saka Nagara.”
“Embuh, ta. Nanging kok
isih cundhuk jungkat bae, tekane saka Sala durung selapan dina.”
“Iya maca, iya nulis. O,
nek mulang apik ta, nDara Onder sok milu-milu, neng lucu, aku sok kudu ngguyu
ngekek bae.”
“Maune bocah-bocah kon
muni: ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.
Banjur: hi ni ci ri ki, di ti si wi li,... Sing lucu kuwi banjur dikon muni:
heng neng ceng reng keng, deng teng seng weng leng.”
2.
Jayus (Pasif)
(Halaman 44-45)
Bukti : Jayus bertanya apakah dirinya boleh ikut belajar di onderan
dan mendengarkan keseruan ketika belajar bersama Darba.
“Apa aku iya entuk melu tenan ta, Dalil?”
“Lah iya kowe, anak padang ngonderan. Balik
aku?”
“Coba mengko tak nembung
bapak. E, kok lali aku, sing ngajar kuwi jenenge sapa?”
“Lah olehe ngajar kepriye?”
“Priye ta?”
3.8 Percakapan ketika
berada di kebun tebu.
1.
Tuan Sinder Pabrik (Aktif) (Halaman
45-46)
Bukti : Tuan Sinder Pabrik bertanya tentang Jayus dan Dalil, kemudian
memberikan hukuman kepada mereka yang ketahuan merusak tanaman tebu.
“Kurang ajar! Layak tandurane tebu padha
rusak. Takarani dipangani luwak, jebulane setan-setan padha tlusupan mlebu
patebon. Sapa kowe jenengmu?”
“Anake sapa?”
“Mrene.”
“Kowe sapa?”
“Jenengmu sapa? Kok
jebul muni lare ngonderan. Aku ora preduli ngonderan. Kowe nyolong mesthi
takukum. Ayo kandhaa sapa jenengmu?”
“Anak onderan apa?”
Tuan
Sinder Pabrik melumasi wajah Jayus dan Dalil menggunakan tir.
2. Jayus (Pasif) (Halaman
45-46)
Bukti : Jayus menjawab pertanyaan dengan singkat dari Tuan Sinder
Pabrik dan memasrahkan diri untuk menerima hukuman, karena merasa bersalah.
“Jayus, Ndara.”
“Modin, dhusun ler nika.”
Jayus
menangis karena malu dilihat teman-temannya dalam keadaan dihukum Tuan Sinder
Pabrik.
3.
Dalil (Pasif) (Halaman
46)
Bukti : Dalil menjawab pertanyaan dengan singkat dari Tuan Sinder Pabrik
dan merasa gemetar.
“Dalil, Ndara.”
“Dede, nDara. Anake mBok Sura, padang
ngonderan.”
Jayus
menangis karena malu dilihat teman-temannya dalam keadaan dihukum Tuan Sinder
Pabrik.
3.9 Percakapan setelah
Dalil sampai di rumah.
Onder
/ Bapak Jayus (Aktif) (Halaman 47-50)
Bukti : Onder / Bapak Jayus menasehati Darba untuk tidak mengirim surat
tentang kejadian yang dialami Dalil.
“Aja kok lebokne layang kabar lo, Le!”
“Inggih, Dhi. Wontenipun Darba
dipunkekaken punika inggih jalaran saking remenipun nyerat ing serat kabar.”
“Nyatane kowe kena panggrayangan.”
“Makaten Dhi, babadipun. Pancenipun
Darba karembag badhe kadadosaken carik ing kantor Kapatihan, amargi kagalih
onjo kasagedan saha pangertosanipun. Dumadakan ing Jawi Kandha wonten karangan
ingkang ngawon-awon satunggaling priyagung ing kantor wau, prakawis kabekelan.
Nitik patitising pandumuk, punapadene sumerepipun ing panganggit dhateng
gelitaning prakawis, tetela ingkang nyerat ing serat kabar wau salah
satunggaling punggawa kantor ngriku. Lah punika ingkang kenging panggrayangan
pun Darba. Salajengipun munten wonten daya, paturan badhe dadosipun carik
kantor pun Darba kainger dados langkung prayogi kadadosaken Carik Onder,
golongan pulisi. Mila Darba lajeng dipun uncalaken mriki, supados mangertosa
dhateng kapulisen rumiyin.”
“Mulane kandhaku
takbaleni maneh, bab iki aja kok lebokake layang kabar, ora wurung kowe kena
panggrayangan maneh, luput-luput malah dilokake tukang...”
“Iya, aku ngerti karepmu, nanging kowe mono
bocah...”
“Iyah, sing kokweruhi
iku tetembunganing layang, durung sapiraa olehmu ngrasakake asine uyah.”
Darba (Aktif) (Halaman 47-50)
Bukti : Darba menjawab pertanyaan dari Onder dan berusaha untuk
meyakinkan Onder bahwa dirinya berada pada jalur kebenaran.
“Sanajan
kula kerep damel karangan wonten ing serat kabar, nanging boten nate nuju
tiyang, agengipun ngawon-awon. Ingkang kula rembag mesthi kabetahaning ngumum.”
“Kula pancen boten
gadhah niyat kados makaten, lah tiyang bab punika sampun wonten ingkang wajib
nindakaken piyambak.”
“Bab awratipun boten
maiben, nanging manawi sampun tumindak jejeg netepi pranatan, pakewedipun
punapa?”
“Ingkang perlu, amrih
karaharjaning tiyang alit. Manawi kula, kedah dipun antepi menapa sumpahipun
nalika kaangkat dados priyantun.”
“Terangipun ajrih
wayangipun piyambak. Mangka piwulang Jawi, menawi nglampahi ayahaning ratu
punika boten badhe ajrih rekaos, sampun malik sakit, dumugining pejah dipun
antepi.”
3.10 Percakapan ketika
Darba menolong Tuan Sinder Pabrik.
1.
Darba (Aktif) (Halaman 54)
Bukti : “Tuwan sampun dados
penggalih, kula boten ngalap epah, aluwung manawi kepareng, sinyo punika kula
gendhongipun, panjenengan nuntun pit. Mangga kula dherekaken dhateng pabrik.”
2.
Tuan Sinder Pabrik (Pasif) (Halaman 54)
Bukti : Tuan Sinder Pabrik memberikan upah kepada Darba dan mengamati
bahwa Darba bukan orang Jawa sembarangan, walaupun pakaiannya sederhana, namun
pasti mendapat pendidikan yang baik.
3.11 Percakapan Darba
ketika di rumah Tuan Sinder Pabrik.
1.
Tuan Sinder Pabrik (Aktif) (Halaman 56-59)
Bukti : Tuan Sinder Pabrik menanyakan pekerjaan Darba nantinya dan
menceritakan budaya orang Belanda. Tuan Sinder Pabrik juga ingin mengajak Darba
untuk pergi ke Semarang agar Darba dapat belajar tentang mesin.
“Kapriye kabare awakmu, Darba?”
“Ora mengkono, bab
enggonmu bakal dadi juru tulis apa durung ana kabare?”
“Aja dadi atimu,
satemene aku tau rembugan karo ondere, mungguh pagaweanmu. Jare, sebabe kowe
ana kene iki arep didadekake juru tulis onder.”
“Aja dadi atimu,
satemene aku tau rembugan karo ondere, mungguh pagaweanmu. Jare, sababe kowe
ana kene iki arep didadekne juru tulis onder.”
“Tumraping bangsaku
pancen ora patia mikir marang kepriyayen iku, sing perlu nyambutgawe blanjane
patut lan ora kakehan rewel. Kaya upamane awakku, sing takngengeri iku
pagawean, lire sing duwe pabrik, aku sing nglakoni kanthi diblanja. Tuwan
Setatir sing lumrahe diarani tuwan gedhe, iku lurahe, iku kancaku. Takarani
lurah, marga ngawat-awati enggonku nyambutgawe, bokmanawa aku sembrana.
Takarani kanca, marga padhadene golek pangan blanja sing duwe pabrik. Dadi aku
yen wis tumindak bener, wayahe mesin lumaku, iya wis lumaku, piranti-pirantine
resik ora pating bacecer, tuwane setatir lan sing duwe pabrik arep apa maneh;
aku kena sasenengku.”
“Bener, nanging buruh
ing ratu; mulane aku mau tutur geseh ing panemu. Panemuku, sing aweh pangan aku
iki pagawean, yen bangsamu wong sing dingengeri. Darba saiki aku ngerti apa
sing dadi jangkamu, aku kepengin amor nyambutgawe. Apa kowe gelem dadi carik
ana pabrik kene?”
“Mangkene, aku sumurup
yen kowe dhemen uthak-uthik, ndandani jam, ndondomi klambi, lan kowe katon
dhemen banget melu olehku ngresiki pit, dadi patute kowe kuwi bisa nyambutgawe
tanganan.”
“Besuk bubar giling
watara karo tengah sasi engkas. Nanging kowe ngelingana, lo , Darba, yen kabeh
mau aran panjangka, bisa uga mlesed, kowe ora nemoni kaya sing dadi pangarep-arepmu.”
2. Darba (Pasif) (Halaman 56-59)
Bukti : Walaupun Darba juga menceritakan apa yang sedang ia pikirkan,
namun dalam percakapan ini Darba lebih cenderung mendengarkan Tuan Sinder
Pabrik. Darba ingin bekerja seperti Tuan Sinder Pabrik, oleh karena itu Darba
sangat memperhatikan apa yang telah diceritakan oleh Tuan Sinder Pabrik. Darba
juga merasa senang karena akan diajak ke Semarang untuk belajar mesin.
“Bab punika boten patos kula manah, Tuwan.
Awit sayektosipun ingkang kula ajeng-ajeng sanes punika.”
“Inggih, Tuwan, kados-kados boten
wonten pakewedipun saupami kula ngaturaken pamanahan kula dhateng Tuwan kanthi
pangajeng-ajeng, bok bilih wonten pitedah panjenengan. Sajatosipun kula gadhah
manah boten remen dhateng kapriyantunan, namun badhe nyambutdamel punapa,
punika ingkang taksih peteng.”
“Wau sampun kula
aturaken, kula gadhah manah boten remen dados priyantun.”
“Inggih, inggih Tuwan,
kula sampun nyandhak dhateng karsa panjenengan, yambutdamel ngiras sinau,
punika pancen ingkang kula impi-impi. Malah kula sampun nate gadhah gagasan
badhe ngenger Walandi, ingkang ngalaya dhateng pundi-pundi. Cekakipun dhawuh
panjenengan punika kula sandikani, prakawis tiyang sepuh kula, sanes dinten
kula rembagipun. Keparenga kula nyuwun priksa, tindak panjenengan kinten-kinten
benjing punapa?”
3.12 Percakapan antara
Darba dengan orang tuanya tentang keinginan Darba untuk belajar mesin bersama
Tuan Sinder Pabrik.
Darba (Aktif) (Halaman 62-68)
Bukti : Darba menjelaskan kepada orang tuanya, bahwa orang akan menjadi
sukses tidak harus menjadi seorang priyayi.
Di Semarang pun, Darba mampu menjaga kesehatannya, apalagi jarak
Semarang-Surakarta tidak terlalu jauh.
“Kados pundi Embok, saupami kula punika kelajeng
boten kagalih ing Parentah?”
“E, mangke inggih Embok, kula punika
badhe matur upami dhateng panjenengan. Anggen kula badhe dados juru serat
punika nama dereng kantenan. Saupami sapunika wonten ingkang nyukani padamelan
blanjanipun langkung...”
“O, Ebok, kula inggih sampun sumerep
manawi panggalihan panjenengan makaten; mila sadaya ihtiyar, ingkang kula
engeti namung kudangan panjenengan. Cariyosipun rumiyin kajengipun ‘ketok’.”
“Cobi, saderengipun kula
badhe matur rumiyin bab dados priyantun kaliyan boten dados priyantun. Dumugi
samangke leres cariyosipun Embok, boten kados dados priyantun. Mila makaten,
awit para priyantun punika sami pinter-pinter nyerat. Beda kaliyan para pandhe,
sudagar, para tani sasaminipun, punika kasagedanipun namung mligi tumrap
pademalanipun. Mila inggih tansah kasor ing prabawa kaliyan ingkang sami dados
priyantun. Nanging sapunika sampun kathah pamulangan, benjing watawis taun
malih, saged ugi ingkang dados juru serat punika upaminipun wedalan pamulangan
angka loro, ingkang dados pandhe malah wedalan pamulangan angka siji, ingriku
kajenipun mesthi gumanthung wonten kathahing pamedal, ingkang dados priyantun
mesthi boten wani lanyak-lanyak dhateng ingkang dados pandhe...”
“Prakawis makaten sampun
panjenengan galih sanget-sanget, Embok. Anggen kula gadhah kekencengan medal
dhateng ngamanca punika sampun mawi sabab warni-warni...”
2.
Ki Mas Nayapada (Pasif) (Halaman 62-68)
Bukti : Ki Mas Nayapada memberikan kesempatan berbicara kepada Darya
tentang niatnya untuk belajar mesin di Semarang. Ia juga mengijinkan Darba
untuk pergi ke Semarang.
“Sababe
kepriye bokne, kandhane anakmu kuwi rasakna, sarta timbang-timbangen. Nek
pancen ora bener, iya padha digondheli. Wis Darba tutugna kandhamu.”
“Iya, pancen jamane kudu
salin. Lah, kae ta, Embokne, nek aku ngadhepi para panewu mantri sing padha
temen maca layang kabar. Olehi ngrasani lan ngajeni marang ing sesinglon Jaka
Wiyadi, kuwi kaya ora menyang sapepadhane, ora sumurup nek Jaka Wiyadi iku
sejatine anakmu si Darba.”
3.
Mbok Nayapada (Pasif) (Halaman 62-68)
Bukti : Mbok Nayapada terpaksa tidak dapat tersenyum, karena akan
ditinggal jauh oleh Darba. Serta sedikit kecewa karena Darba akan meninggalkan
pekerjaannya yang umumnya dilakukan oleh seorang priyayi. Namun, pada akhirnya Mbok Nayapada merestui Darba pergi ke
Semarang.
“Langkung limalas, salawe, seket,... Kowe
rak arep dadi carik pabrik, ta?”
“Upama kowe
besuk wis pinter, banjur arep dadi apa?”
“Lah kowe ana
Semarang kuwi nek ana suker-sakite, gek kepriye?”
3.13 Percakapan ketika
berada di rapat Boedi Oetama.
1.
Presiden (Pasif) (Halaman 93-97)
Bukti : Presiden mempersilahkan para anggota untuk memberikan pendapat.
“Kadospundi sadherek-sadherek, panyuwunan
punika perlu dipun pituturi punapa boten?”
“Inggih prayogi.
Asma sinten?”
“Inggih, manawi
panjang, prayogi majeng dhateng bangku pamaosan (podium).”
“Kadospundi
sadherek-sadherek, punapa rujuk dhateng pamanggihipun sadherek Darba?”
2.
Darba (Aktif)
Bukti : Darba menyampaikan pendapatnya secara jelas ketika rapat.
“...kula
tetiyang Jawi pancen sampun kedah ngangge dom, pen, jam, sapununggilanipun,
nanging bok inggih wontena urup-urupanipun, liripun: Kula purun ngedalaken arta
kangge tumbas merjan jenangan dhateng pun A, punika kula sageda tampi arta gentos
saking A wau, minangka pinumbasing gangsingan bumbung utawi minangka epahan
anggenipun ngresiki pitipun. Lo, sampun dupeh kula punika tukang pit. Manawi
kalampahan makaten, amesthi bangsa Jawi punika lajeng nama kaya. Bangsa, lo,
ingkang kula aturaken, sanes tiyang. Dene satunggal-tunggalipun tiyang, punika
sugihipun gumantung wonten kasregepanipun nyambutdamel. Sinten ingkang pethel
sarta gemi, inggih sugih. Sinten ingkang kesed tur boros, inggih
kecingkrangan...”
3.14 Percakapan setelah
melihat keadaan Darba yang sukses.
1.
Ki Mas Nayapada (Aktif) (Halaman 99-101)
Bukti : Ki Mas Nayapada menanyakan kembali tentang keinginan istrinya
terhadap anak-anaknya. Serta menjelaskan bahwa darba sekarang menjadi contoh
anak-anak muda untuk belajar mesin. Ki Mas Nayapada pun juga mengajak istrinya
untuk berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesejahteraan kepada keturunannya.
“Apa
mangkono kuwi sing dadi pangarep-arep lan kekudanganmu marang anak-anak?”
“Lo, dhek Darba isih magang biyen kae, kowe
tutur, wong tuwa kuwi nek anake ‘ketok’ anane mung bungah.”
“Dadi gedhe-cilik
pangarep-areomu kuwi wis ana babare. Mulane, Dhi, saya mantep panuwunmu marang
Gusti kang Agung, bisaa lestari sapandhuwure.”
“...saiki wis akeh wong nom-noman sing weton
pamulangan. Panggoleke pangupa jiwa ora mesthi mung niyat dadi priyayi bae...”
2.
Mbok Nayapada (Pasif) (Halaman 99-101)
Bukti : Mbok Nayapada kagum dan bangga terhadap kesuksesan anaknya,
serta mengiyakan apa yang telah disampaikan oleh suaminya, yaitu Ki Mas
Nayapada.
“Ngotena
nika ingatase saanak kula, empun nama kabegjan. Upami Darba dadosa priyayi,
ageng-agenge bokmanawi mung mantri. Malah mantri dereng kantenan kajen
keringane.”
3.15 Percakapan ketika
berada di tempat orang hajatan.
1.
Den Bei Prajasusastra (Aktif) (Halaman 103-105)
Bukti : Den Bei Prajasusastra
menanyakan kabar Darba dan menceritakan kalau banyak anak muda yang
mencontoh Darba.
“Lah
iya, Ndhuk, anakmu Darba kok ora ana katon?”
“Iya saka enggone blater
dhemen kekumpulan mau, bisa ngundhuhake lengganan.”
“Saiki pancen wis akeh
sing padha mangkono. Lah kae, Ndara Menggung Anu, metu jedhul saka pamulangan
arep didadekake abdidalem mantri, dipilalah ngenger menyang sepur, dadi
opzichter apa ngono.”
2. Mbok Nayapada (aktif) (Halaman 103-105)
Bukti : Mbok Nayapada menceritakan keadaan Darba yang sekarang.
“Nun, inggih punika wau kula taken ingkang
estri, criyosipun saweg blegandring, menapa ngaten.”
“Tingalipun saya majeng. Sanajan
sapunika bebaunipun sampun kalih dasanan, nanging tansah katingal ibut kemawon,
amargi sapunika ingkang dipun garap boten ngemungaken pit kemawon, dalasan
mesin dondom, gramopun, sanjata sesaminipun ugi dipun dandosi.”
BAB IV
ANALISIS LATAR
4.1 Latar Tempat
Novel ini dibuat oleh Raden
Tumenggung Jasawidagda (Klaten, 1885 – Klaten, 1958) yang merupakan salah satu
pengarang Jawa gagrag anyar. Novel
ini dibuat secara menarik, memuat informasi kebudayaan masyarakat Jawa pada
jamannya. Memberikan pendapat penting dalam menghadapi perubahan tatanan
masyarakat yang penuh dengan tantangan.
Novel
Kirti Njunjung Drajat ini
menceritakan seorang pemuda yang bernama Darba, seorang pemuda dari keluarga priyayi di Surakarta. Disini pengarang
mampu menggambarkan secara jelas kehidupan tokoh pada masa itu, karena pada
dasarnya pengarang sendiri merupakan priyayi di Surakarta. Dalam novel ini
pengarang bercerita tentang perjalanan Darba dalam mencari kebebasan bekerja.
Sikap berani untuk meninggalkan kepriyantunan
dengan mencari pekerjaan lain, yaitu teknisi mesin.
Sebagian
besar kehidupan Darba berada di Surakarta. Cerita diawali dengan menggambarkan keadaan kereta
api jurusan Semarang-Yogyakarta yang melewati Surakarta pada jaman penjajahan
Belanda tahun 1899. Kemudian menceritakan suasana acara pernikahan adat
Yogyakarta. Senangnya Darba membuat karangan-karangan, membuat ia di pindah ke
daerah Klaten. Disana ia bertemu dengan masinis orang Belanda. Darba pun
kemudian diajak ke Semarang untuk belajar mesin oleh masinis Belanda. Di
Semarang pula, Darba memulai karir dan kehidupannya beserta istri dan kedua
anaknya. Karena teringat orang tuanya, Darba beserta keluarga pindah ke
Surakarta. Di akhir hayatnya, Darba tetap berada di Surakarta.
Bukti :
Wanci
jam gangsal sonten, kareta latu ingkang saking Semarang dhateng Ngayogyakarta,
sampun dumugi ing setatsiyun Balapan Surakarta. Takeranipun kareta ing
setunggal gerbong kangge tiyang 36. Halaman 11
Iringanipun
gapura deling ingkang nginggil mawi dlancang pasagi winengkonan deling, wonten
seratanipun mungel: “Wilujengipun Para Tamu”. Iringan satunggalipun inggih
wonten kados mekaten, ungelipun: “Wilujengipun Panganten”. Namung ing tengah,
punika seratanipun wonten ing blabag sampun lami, dene ungelipun: MAS DEMANG
KARYABAU, DEMANG PAMAOSAN ING DLANGGU.
Halaman
19
Sukunipun
redi Merapi ingkang sisih kidul wetan, toyanipun gumpang, tulus ingkang sarwa
tinanem. Pasiten wau kathah ingkang dados kabudidayan, kataneman rosan, tom,
pantun. Ingkang kalebet ing cariyos ngriki, kabudidayan ingkang nggadhahi
pabrik gendhis, wewengkon ing Kabupaten Klathen, dados inggih dhawah nagari
Surakarta.
Halaman 44
Kedhungipun
satunggaling lepen, toyanipun bening, dados kaluruganipun lare padhusunan, sami
adus aceciblon. Ing wanci tengange, sabibaring adus, lare kalih abebarakan nama
Dalil kaliyan Jayus, watawis umur kalih welas taun, taksih njedhindhil sarengan
mantuk, nunten mblusuk lumebet ing katebon, sami nedhani rosan ingkang dereng
patosa sepuh, ngeca-eca sajak nedha gadhahanipun piyambak sinambi
omong-omongan.
Halaman 44
Ing
wanci sonten Darba adus dhateng lepen, mantukipun sampun meh serap, lampahipun
turut galenganing sabin. Nalika punika panuju terang sumilak, angin midid
lirih, amewahi segering badan. Darba kendel linggih ing sela ageng celak margi,
nyawang redi Merapi kumuluk kukusipun.
Halaman 53
Ing
dinten Sabtu sonten, surya sampu boten ketingal, lentera-lentera ing margi
ageng salebetipun kitha Surakarta wiwit dipun sumedi... Boten antawis dangu
kepireng rame swaranipun kareta langkung, mratandhani bilih sepur wekasan
saking Ngayogyakarta sampun dhateng. Nayapada nyrantosaken ing sawatawis, awit
adatipun Darba boten nate ngandhong. Sayektos, ing pakiwan lajeng wonten
swaranipun tiyang wisuh, sakedhap malih Darba mlebet ing griya.
Halaman 61
Lonceng
mungel kaping tiga. Darba enggal pamitan embokipun, nunten kaajak minggah
numpak sepur dhateng Tuwan Masinis. Mbok Nayapada boten saged ngampet, luhipun
carocosan. Angkating sepur Darba sumerep embokipun nangis ngguguk, manahipun
sumedhot, lajeng dipun celaki Tuwan Masinis, kaajak gegineman.
Halaman
69
Wontenipun
ing Semarang saestu nyambutdamel wonten ing pabrik barang tosan Linde-Teves
Stokvis. Ingkang dipun parsudi Darba prakawis nggarap tosan, kejawi punika
manawi dalu nyambi sinau cara Walandi, sarenganipun kathah, juru serat
sasaminipun, ngantos sasampunipun kawan taun Darba angsal diploma klein
ambtenaar. Halaman
89
Pramila
sasampunipun ngalih dhateng Sala (taun 1912), gesangipun Darba kaangkah sageda
adamel leganing manahipun tiyang sepuh.
Halaman
91
Sanajan
Darba sampun sangang taun anggenipun nilar Surakarta, nanging salaminipun
wonten Semarang boten kendhat anggenipun maos serat kabar wedalan Surakarta,
pramila inggih sumerep dhateng mobah-mosikipun Surakarta, wekasan wontenipun
Darba ing Semarang malih boten ketingal nyele.
Halaman 92
Manawi
sonten Darba kerep nenggani parepatan. Kala-kala asring dhateng Semarang utawi
Surabaya piyambak, perlu nampeni barang dagangan, utawi tumbas mesin-mesin
pirantos nggarap barang tosan. Halaman
98
4.2 Latar Waktu
Novel Kirti Njunjung Drajat diciptakan sebelum masa kemerdekaan. Dalam
novel ini menceritakan seorang tokoh yang bernama Darba dari tahun 1899, yaitu
ketika perjalanan ke Yogyakarta untuk menghadiri acara pernikahan saudaranya, sampai
meninggalnya Darba di tahun 1918 pada masa perang dunia. Novel ini pada intinya
menceritakan masa muda Darba yang ingin mendapat kebebasan dalam menjalani
hidup, yaitu dengan meninggalkan kepriyantunan.
Cerita
diawali ketika Darba hendak kondangan ke rumah saudaranya, ketika itu Darba
mengalami kebimbangan jika nanti harus menjadi sorang priyayi. Seringnya Darba
mendatangi pertemuan-pertemuan menambah wawasan Darba, sehingga ketika dipindah
ke Klaten dan mendapat kenalan seorang masinis Belanda. Ia bersedia diajak
belajar tentang mesin di Semarang pada tahun 1903. Nantinya Darba mampu
merintis karir di Semarang dengan membuka bengkel motor. Karena masinis Belanda
kembali ke negaranya, Darba menjadi teringat dengan orang tuanya di Surakarta.
Kemudian ia memutuskan untuk kembali ke Surakarta dengan mengajak anak dan
istri pada tahun 1912. Keberadaan Darba
di Semarang selama sembilan tahun.
Di
Surakarta, Darba tetap menjadi masinis mesin, ia berharap mampu menyenangkan
perasaan orang tuanya yang telah berani meninggalkan kepriyantunan. Giatnya Darba dalam bekerja membuatnya mampu meraih
sukses dan disenangi banyak orang. Ketika mendatangi pertemuan, walaupun hanya
seorang teknisi mesin ia pun mampu menempatkan diri. Ikutnya Darba dalam
bermasyarakat dengan memberikan pendapat yang maju, ia dipercayai para warga
menjadi pangreh organisasi Boedi
Oetama.
Pada
tahun 1918 perang besar terjadi di benua Eropa, yang telah dimulai sejak tahun
1914. Walaupun negara Belanda tidak ikut perang, namun di tanah Jawa merasakan
akibatnya. Orang Jawa merasa bingung karena harga-harga barang naik pesat. Pada
masa itu pula banyak penyakit bermunculan. Darba pun terkena penyakit parah dan
tidak mampu diobati. Akhirnya Darba meninggal pada tahun itu juga. Semasa
hidup, Darba banyak berkumpul dengan orang-orang yang ia anggap mampu
memberikan pandangan-pandangan yang luas. Jadi tidak heran, ketika Darba
meninggal banyak orang yang melayat baik para leluhur, orang Belanda, orang
Cina, priyayi, serta mitra-mitra
lainnya.
Bukti :
Ungelipun
cara balen ngungkung, sakedhap kendel, sakedhap malih mungel, dangu-dangu saya
kerep ungelipun, mratandhani kathahipun tamu dhateng.
Halaman
19
Gangsa
cara balen wau panabuhipun kapapanaken celak gapuran deling (krun), ingkang
kaombyong-ombyong ing gegodhongan saha janur angrompyoh, punapadene pinasangan
dilah sewu pating karelip, damel lam-laming paningal.
Halaman
19
Wanci
ngajengaken jam pitu, ing pandhapi sampun kathah tamu, sadaya sami rasukan
cemeng, wonten ingkang dhestaran, wonten ingkang makuthan. Anggenipun gadhah
damel mantu Mas Demang Karyabau ageng-agengan sayektos, amargi kejawi saweg
sapisan, calon mantunipun punika Raden Mas Uger-Uger, keleres putra
kapenakanipun Bupati patuh, lelurahipun Mas Demang Karyabau wau. Punapadene
ingkang Bupati ugi badhe ngrawuhi. Halaman 19
Den Bei Dhistrik sebagai pengganti
Bupati yang tidak hadir karena sakit, memberikan sambutan. Halaman
24
Den
Bei Dhistrik lajeng wiwit medhar sabda, swaranipun cetha, mranani dhateng
ingkang mirengaken, dhasar priyantun micara. Sasampunipun punika, para tamu
lajeng sami lukar rasukan. Ingkang mbeta pandherek, rasukanipun kapasrahaken
ingkang abdi, ingkang boten mbekta, titip dhateng ingkang gadhah griya.
Halaman 24
Mas
Ngabei Mangunripta nepsu, wicantenipun kumruwuk, lajeng badhe males mbithi rai,
nanging kenging katangkis. Mas Ngabei Mangunripta nepsu, tanganipun kiwa ngewal
dhuwung, tanganipun tengen badhe ngunus. Nanging pangunusipun saweg angsal
sapalih, ungel-ungelipun enggal katekem dening onderipun.
Halaman
28
Amargi
semunipun para tamu kathah ingkang jinja, dene mentas wonten dhuwung medal
saking rangka. Kalampahan watawis jam satunggal dalu, tayuban bibar, ndadosaken
gelanipun ingkang gadah griya. Halaman
28
Pada tahun 1899 hanya terdapat
pendidikan angka 2, pendidikan angka 1 berdirinya belum lama. Darba selesai
menempuh pendidikan dari pendidikan Bathangan. Halaman 29
Darba
tamat pasinaonipun saking pamulangan Bathangan ing salebetipun taun Walandi
1899, pancenipun sami-sami sampun kalebet onjo, nanging kabekta saking taksih
nem saha kiranging sesrawungan, pikiranipun dereng pecah, punapadene boten
mindhak jembar seserepanipun. Halaman
29
Namung
kala-kala manawi panuju lek-lekan (1899), Darba reroyoman kaliyan
tangga-tangganipun, maos gegentosan serat ingkang mawi tembang, sami nyapupuh,
wujuding serat kados ta: Serat Menak, Babad Mataram, saha almenak-almenak
wedalan van Drop ing Semarang. Halaman 29
Sesrawungan
ing sadinten-dinten, ingkang karembag namung babagan kapriyantunan, tur namung
ingkang gegelengan Surakarta. Halaman 29
Enjingipun
wanci jam 8, Darba sampun dumugi Prajasusastra.
Halaman 37
Darba berangkat ke kantor jam 10,
namun sebelumnya Darba sudah sampai Prajasusastra jam 8 agar dapat
mempersiapkan kelengkapan yang akan dibawa. Pada saat itu Den Bei Prajasusastra
mempersilahkan Darba untuk membaca surat kabar. Hal itu membuat Darba sangat
senang. Halaman 37
Darba
enggal nyandhak serat kabar Jawi Kandha, lajeng kabikak sarta kawaos. Ing
bagean basa Jawi kawitan isi pethikan Babad Giyanti mawi tembang. Ngandapipun
malih pawartos warni-warni. Halaman 38
Nunten
Darba maos ingkang bagean Malayu, cariyosipun ugi warni-warni, bab ewah-ewahan
pranatan nagari, pawartos ing India-Nederland, kabar kawat, pariwara (advertentie)...
manahipun dereng marem, saweg badhe nyandhak serat kabar Bramartani, ketungka
kaajak mangkat sowan dhateng Kapatihan.
Halaman
41
“Embuh,
ta. Nanging kok isih cundhuk jungkat bae, tekane saka Sala durung selapan
dina.” (Darba berada di Klaten sudah tiga
puluh lima hari ketika Jayus dan Dalil dihukum) Halaman 45
Sareng
sampun watawis sajam diukum lare wau kaluwaran, nunten sami mantuk dhateng
griyanipun piyambak-piyambak. Dhatengipun Dalil njungkel ing patileman, kaliyan
nangis ingkang sanget, amargi boten betah ngraosaken bentering rainipun.
Embokipun panuju adang, kaget mireng panangising anak, lajeng tumut nangis
akekitrang, ndadosaken sami nuweni. Pun dalil lajeng kapulasara, tripun dipun
icali mawi lisah klentik. Bercerita ketika
masinis Belanda menghukum anak kecil yang bersalah karena merusak tanaman tebu.
Halaman
46
“Wiwit
kula lumebet magang taun 1896, sapunika taun 1902, dados sampun nem taun.”
Halaman 57
Dumugi
taun 1903 wontenipun pamulangan jawi namung tiga, inggih punika pamulangan angka
I satunggal ing Kapatihan, saha pamulangan angka II kalih ing Pasar Kliwon saha
Mangkuyudan. Nalika badhe adegipun pamulangan angka I ing Kapatihan kala taun
1898. Halaman
70
Sadaya
bab punika mahanani raos bilih tiyang alit punika wonten tekemanipun priyantun.
Nalika samanten dereng wonten pakempalan-pakempalan. Nagari kepareng ngadani
kamarbolah (soos) nama Abipraya, punika ingkang kenging dados warga namung para
abdidalem. Halaman
71
Jumenengipun
Kangjeng Tuwan Besar van Heutz nalika taun samanten, kathah ewah-ewahan ingkang
ngajengaken tiyang Jawi. Begja malih dene ing Surakarta sampun kathah serat
kabar Jawi, wujudipun inggih punika serat kabar Brammartani, Jawi Kandha tuwin
Jawi Hiswara, Darmakandha, saha, ingkang medal kantun piyambak, serat kabar Taman
Pawarta... nanging inggih sampun nama luwung, amargi kejawi ngemot
kawruh Jawi, ugi wonten karangan ingkang suraosipun badhe ngewahi jaman,
liripun badhe ngupados pepadhang utawi kamajengan.
Halaman 73
Tanggal 5 Oktober 1908 diadakan
rapat besar (kongres) di Ngayogyakarta yang dihadiri dari orang-orang setanah
Jawa dan Madura. Perkumpulan tersebut bernama Boedi Utama. Halaman
84
Nalika
semanten kelampahan Kangjeng Gupernemen lajeng boten kendhat amewahi kathahing
pamulangan-pamulangan angka I, kawewahan piwulang cara Walandi lajeng dados HIS
dumugi samangke kathah sanget warni-warnining pamulangan, saha meh sadaya
pamulangan ingkang pancenipun namung kangge para Walandi, kenging dipun lebeti
lare Jawi. Halaman 84
Let
sawatawis wulan kaliyan mangkatipun Darba dhateng Semarang (taun 1903) lajeng
boten wonten tiyang ngginem saha ngraosi dhateng pun Darba, punapamalih
tetiyang inggih boten mireng kadospundi pawartosipun Darba wonten ing Semarang.
Namun tangga-tepalihipun Nayapada kala-kala sumerep Darba dhateng martuwi
tiyang sepuhipun, kintunanipun lumintu meh saben wulan, awarni nanas, badhe
rasukan sasaminipun. Halaman
85
Ing
satunggaling dinten (1903), tetiyang sumerep Ki Mas Nayapada kaliyan ingkang
estri, akanthi Darya, sami dhateng Semarang, punika kacariyos badhe nyumerepi
anggenipun emah-emahipun Darba. Sanesipun punika sampu boten wonten wartosipun
malih ngantos pinten-pinten taun, tetiyang ing Surakarta prasasat sampun
kesupen dhateng pun Darba. Halaman
85
Watawis
ing taun 1912 ing kampung salebetipun bawah Mangkunegaran wonten griya mentas
dipun dandosi enggal, dumunung ing sapinggiring margi. Ing tritising griya
wonten balabagipun wiyar, gambaripun makaten:
DARBA
Dagang saha Andadosi Pit
|
DARBA
Fietsen Handelaar en Reparteur
|
Halaman
85
Ing wanci enjing tiyang ingkang manggen ing
griya punika lumampah ngeteraken anakipun jaler kekalih, sami sekolah Walandi
dhateng loji wetan, panganggenipun cara sinyo, dene tiyang wau mangangge jas
pethak, udheng-udhengan wiron cara Sala, wujudipun gagah amriyantuni. Halaman
86
Ing taun 1908 Darba katedha ing
pangagengipun pabrik pit Tropikal, ugi ing Semarang, pamedalipun kathah, saweg
sawatawis taun kemawon sampun saged simpen arta kathah. Halaman
90
Ing taun 1911 darba katilar Tuwan Masinis,
perlop dhateng nagari Walandi, manahipun dados karaos-raos, kengetan tiyang
sepuhipun ing Surakarta. Halaman 90
Pramila
sasampunipun ngalih dhateng Sala (taun 1912), gesangipun Darba kaangkah sageda
adamel leganing manahipun tiyang sepuh.
Halaman
91
Sanajan Darba sampun sangang taun anggenipun
nilar Surakarta, nanging salaminipun wonten Semarang boten kendhat anggenipun
maos serat kabar wedalan Surakarta, pramila inggih sumerep dhateng
mobah-mosikipun Surakarta, wekasan wontenipun Darba ing Semarang malih boten ketingal
nyele. Halaman 92
Nalika
samanten Surakarta saweg rame-ramenipun ngadeg pang Boedi Oetama enggal. Anuju
satunggiling dinten, pakempalan wau adamel parepatan, warganipun watawis nem
atusan meh dhateng sadaya, makaten ugi Darba, inggih ndhatengi. Wanci jam sanga
parepatan katapukaken. Halaman
93
Manawi
sonten Darba kerep nenggani parepatan. Kala-kala asring dhateng Semarang utawi
Surabaya piyambak, perlu nampeni barang dagangan, utawi tumbas mesin-mesin
pirantos nggarap barang tosan. Halaman
98
Ing
taun 1918 perang ageng ing Tanah Eropa, ingkang wiwitanipun sampun kala taun
1914, dereng wonten mendhanipun kepara malah saya ndados, pramila boten nama
aneh bilih peperangan kala samanten punika dipun wastanan Perang Donya. Nagara
Walandi boten tumut perang, dados Tanah Jawi inggih boten punapa-punapa,
ewadene tiyangipun tumut poyang-payingan. Barang-barang mindhak awis reginipun.
Halaman 102
Dumugi ing taun 1918 sesakit nama dereng
ical, ketungka dhatengipun sesakit enggal, nama influenza. Wujudipun tiyang
ingkang ketrajang influenza punika sakawit benter, ngelu saha pegel, wekasan
lajeng watuk utawi prasasat lajeng lumpuh. Halaman 103
Sebulan
setelah Den Bei Prajasusastra mengadakan syukuran, mertua Darba meninggal
dunia, karena sakit influenza. Beberapa hari kemudian Darba sakit berat, segala
obat tidak manjur. Darba pun dipanggil oleh Sang Maha Kuasa. Halaman
106
Nalika panguburipun, kathah sanget ingkang
sami nglayad: para luhur, Walandi, Cina, priyantun saha mitra sanesipun
prasasat tanpa wicalan, adamel agengipun manahipun Bok Nayapada sakadang
kulawarganipun, saha dados panglipur sawetawis ing atasipun tiyang kapegatan
tresna. Halaman 106
4.3 Latar Suasana
Dalam
novel ini menceritakan kehidupan priyayi
Surakarta. Darba seorang keluarga priyayi,
yang umumnya menjadi priyayi, ia
mampu sukses dengan pekerjaan lain. Kesuksesan Darba menjadi teknisi mesin
membuat bangga keluarga dan menjadi contoh bagi para pemuda lain untuk berani
mengambil keputusan. Menjadi keluarga priyayi
tidak harus menjadi priyayi pula.
Darba sendiri merupakan orang Jawa yang berwawasan luas, mudah bergaul, dan
mampu memberikan pendapat yang baik kepada orang-orang. Kehidupan Darba sangat
kental dengan sosial budaya Mangkunegaran. Hal tersebut dapat dilihat dari gaya
bahasanya, cara berpakaian, cara berperilaku, karya-karya sastra yang
digunakan, serta nama-nama para tokoh lainnya.
Bukti :
Tetiyang
wau wonten ingkang mangangge pameran asinjang carik latar cemeng, rasukanipun
sikepan cemeng cekak, sabukipun dringin, epek bludru cemeng. Dhuwungipun
ladrang pendhok suwana. Sawanganipun prasaja, namung saben-saben ketingal
timangipun satleraman gebyar-gebyar mawi mripat inten, tetela ingkang ngangge
punika kecekapan. Kejawi punika tiyang wau ngangge kuluk pethak, kenging dipun
grayangi bilih abdidalem apangkat drajat.
Halaman
11
Ingkang
linggih jejer nunggil sabangku, bojonipun, patrap panganggenipun inggih
prasaja: sinjang bathik, rasukan gulon dhasar cemeng, slendhangipun ngaweng
wonten ing dhadha, gelunganipun tekuk, asengkang; linggih grompol mripat
berliyan. Halaman 11
Ingkang
linggih ing bangku ngajengipun: anakipun jejaka watawis umur 18 taun anama pun
Darba, ugi mangangge pameran, rasukanipun beskap cemeng, sarta duwungan,
bebedanipun wiron kencongan, taksih gelungan acundhuk jungkat penyu mratandhani
bilih taksih magang, dereng dados priyantun.
Halaman 12
Wonten
malih priyantun, linggihipun kaliyan abdidalem jajar wau kepara tebih, nanging
kaleres ajeng-ajengan. Panganggenipun sairib jajar wau, nanging kulukipun
cemeng, punika abdidalem mantri, nama Mas Ngabei Mangunripta, mbekta pandherek
lare jaler satunggal. Halaman 12
Nayapada
mangsuli taklim, amargi kejawi wicanten dhateng inggil-inggilipun, pancen
dhasaripun andhap-asor. Tanganipun kagathukaken satengah ngapurancang, sarta
mawi mendhak sawatawis, tembungipun, “Nun badhe njagong dhateng Dlanggu.” Halaman
12
“Inggih,
ta. (anggenipun wicantenan makaten punika kaliyan ngowahi linggihipun,
dhuwungipun kainger, kakempet ing bau tengen, lajeng asesendhen, sukunipun
kalih pisan kaslonjoraken, tumumpang ing bangku ngajengipun)... wah nanging
radi rebyeg, Mas, lah tiyang mangke panggihe panganten jam nem; mila kula
punika wiwit saking griya sampun dandos mathithit.” Halaman 13
Kendeling
wicantenipun Mas Ngabei Mangunripta punika kaliyan mandeng pun Darba, anakipun
Ki Mas Nayapada. Ing batos gadhah pangalem, amargi ningali tandangipun Darba
nalika minggah ing sepur wau, sanget anggenipun anjagi saha mrenah-mrenahaken
biyungipun, punapadene ingkang nyepeng karcis saha ngulungaken dhateng
kondhektur inggih pun Darba. Sajakipun kados lare sampun kenging dipun pitados.
Ewadene pamandengipun Mas Ngabei Mangunripta punika boten asemu resep, malah
lajeng kewedal tembungipun kemba uwang.
Halaman 13
Mireng
pitaken punika, Darba lajeng ngewahi linggihipun, sakawit ngungkuraken Mas
Ngabei Mangunripta, sapunika miring mawi mengo, wangsulanipun cekak nanging
taklim, “Kapatihan.” Halaman
14
Darba
boten enggal-enggal mangsuli, awit saupami tembungipun Walandi kondhektur wau
dipun Jawakaken sadaya, sumelang kepireng tiyang sanesipun, mendhak amewahi
wirangipun Mas Ngabei Mangunripta, wasana wangsulanipun namung, “Boten ngertos,
awit wicantenipun rikat sanget.” Halaman 17
“Lah
kebeneran ana bocah Sala, mesthi prigel laden. Renea, Le, takkandhani. Mengko
yen ngetokake wedang, cangkir tutup gedhe sing nganggo tatakan salaka iki,
ingkang Bupati, para panewu iya nganggo tatakan iki, cangkire tutup cilik bae.
Para mantri cangkir tutup cilik tanpa tatakan. Sangisore iku cangkire alus
tanpa tutup. Dene liyane, bekel, mandhor sapepadhane cangkir para bae.”
Halaman 20
Tamu
estri ing griya wingking wiwit dhahar kembul kaliyan panganten sakalihan.
Gangsa mungel gendhing gambir sawit, warangganipun majeng dhateng satengahing
pandhapi: anggambyong, jogedipun alus, swaranipun muluk, adamel gembiranipun
para ingkang remen tayub. Halaman 23
Darba bercerita kepada Mbok
Nayapada bahwa dirinya belajar menjahit. Menggambarkan bahwa Darba senang
dengan pekerjaan tangan.
“Ngrencangi
dondom ngiras ajar.” Halaman 32
Semenjak Darba mulai membaca surat
kabar, seperti tiada hari tanpa membaca surat kabar. Setengah tahun berlalu,
Darba mulai mengirim karangannya ke redaksi surat kabar. Karangannya memuat
bermacam-macam tema yang bermanfaat bagi orang lain. Halaman 41
Menggah
pamanggih-pamanggihipun Jaka Wiyadi (Darba) makaten punika, ingatasipun jaman
taun 1902, taksih dipun gegujeng ing kathah, mila inggih kathah ingkang
nyaruwe... Darba kerep sanget angsal sesebutan saking sanes: Sang Moncer ing
Budi Jaka Wiyadi. Wonten malih ingkang nyebut: Sang Wiyana Jaka Wiyadi. Halaman 43
Bapak Dalil melarang Darba untuk
memuat cerita yang telah dialami Dalil. Darba pun berkata:
“Sanajan
kula kerep damel karangan wonten ing serat kabar, nanging boten nate nuju
tiyang, angengipun ngawon-awon. Ingkang kula rembag mesthi kabetahing ngumum.”
Halaman
47
Satunggalipun
tiyang neneman kados pun Darba, jembar sawanganipun, sampun saged nandhing
milih, panimbangipun ing samubarang prakawis mawi nalar-nalar ingkang premati.
Halaman 51
Darba saya tetep kepenginipun
nyambutdamel ingkang mardika, liripun ingkang sakedhik sangkutanipun kaliyan
pangageng; namun kadospundi marginipun, punika ingkang dereng angsal wewengan,
amila Darba sakelangkung prihatos, sarta tansah nyeyuwun ing Gusti Allah. Halaman 53
Darba bukan orang Jawa sembarangan,
walaupun tampilannya umum, namun mendapat pendidikan yang baik. Halaman
54
Darba
nampik dhateng paweweh punika, wicantenipun alus, “Tuwan, sampun dados
panggalih, kula boten ngalap epah, aluwung manawi kepareng, sinyo punika kula
gendhongipun, panjenengan nuntun pit. Mangga kula dherekaken dhateng pabrik.”
Halaman 54
Darba merasa senang mendapat kenalan
orang Belanda.
Ing
batos bingah dene angsal tepangan Walandi. Sanajan saweg tepang kawitan,
nanging ngatawisi bilih masinis wau sae panganggepipun.
Halaman 55
Tuwan
Masinis saya katingal tresna saha ngajeni dhateng Darba, amargi Darba ketingah
moncer rembagipun. Namung kuciwanipun dereng saged cara Walandi sayektos.
Halaman 55
“Inggih,
Tuwan, kados-kados boten wonten pakewedipun saupami kula ngaturaken pamanahan
kula dhateng Tuwan kanthi pangajeng-ajeng, bok bilih wonten pitedah
panjenengan. Sajatosipun kula gadhah manah boten remen dhateng kapriyantunan,
namun badhe nyambutdamel punapa, punika ingkang taksih peteng.”
Halaman
56
“Inggih,
inggih Tuwan, kula sampun nyandhak dhateng karsa panjenengan, nyambutdamel
ngiras sinau, punika pancen ingkang kula impi-impi. Malah kula sampun nate
gadhah gagasan badhe ngenger Walandi, ingkang ngalaya dhateng pundi-pundi. Cekakipun
dhawuh panjenengan punika kula sandikani, prakawis tiyang sepuh kula, sanes
dinten kula rembagipun...” Halaman
59
Darba: “Cobi, saderengipun kula badhe matur rumiyin bab dados priyantun
kaliyan boten dados priyantun. Dumugi samangke leres cariyosipun Embok, boten
kados dados priyantun. Mila makaten, awit para priyantun punika sami
pinter-pinter nyerat. Beda kaliyan para pandhe, sudagar, para tani sasaminipun,
punika kasagedanipun namung mligi tumrap pademalanipun. Mila inggih tansah
kasor ing prabawa kaliyan ingkang sami dados priyantun. Nanging sapunika sampun
kathah pamulangan, benjing watawis taun malih, saged ugi ingkang dados juru
serat punika upaminipun wedalan pamulangan angka loro, ingkang dados pandhe
malah wedalan pamulangan angka siji, ingriku kajenipun mesthi gumanthung wonten
kathahing pamedal, ingkang dados priyantun mesthi boten wani lanyak-lanyak
dhateng ingkang dados pandhe...” Halaman
64
Pamanahipun
Pak Nayapada, rembag punika nama sampun padhang, mituruti sedyanipun Darba
dhateng Semarang. Mbok Nayapada meksa boten saged ketingal bingar, mbokmanawi
nggagas anggenipun badhe pisah tebih kaliyan anak, kanthi pangowel sakedhik,
dene Darba sampun meh dados abdidalem carik onder, badhe katilar. Pak Nayapada
lajeng aken tata nedha, tumunten sami nedha, sinambi omong-omongan bab sanes.
Halaman 68
Manawi
siyang tiyang wau ketingal nyambutdamel, mangangge kathok panjang wedelan,
rasukan arangkepan pethak kados oto, wiwit gulu dumugi ing dhengkul, gundhulan
kados Walandi. Panyambutdamelanipun kanthi rencang sawatawis, ketingal tansah
ribut, nambal ban, ngerok lan ngecet ragangan pit, swaraning latu ing pawon
ingkang kangge nglocop cet pit gumrubug. Tamunipun pating sliri: Walandi, Cina,
Jawi, sadaya ketingal marem ing manah, amargi dhatengipun dipun tampeni sae,
wragad-wragad andandosi urup, malah ketang mirah katandhing kaliyan saening
garapan. Halaman
86
Wontenipun
ing Semarang saestu nyambutdamel wonten ing pabrik barang tosan Linde-Teves
Stokvis. Ingkang dipun parsudi Darba prakawis nggarap tosan, kejawi punika
manawi dalu nyambi sinau cara Walandi, sarenganipun kathah, juru serat
sasaminipun, ngantos sasampunipun kawan taun Darba angsal diploma klein
ambtenaar. Halaman 89
Darba dipercaya para warga untuk menjadi
warga pangreh.
Meh
sadaya lajeng sami mungel, “Darba! Darba!”
Halaman
97
Mbok Nayapada merasa senang, karena
Darba banyak disanjung para warga dan menjadi contoh baik bagi para pemuda. Halaman
105
DAFTAR PUSTAKA
Chatman, Seymour. 1980. Story and Discourse: Narrative Structure in
Fiction and Film. New York: Coernell University Press.
Jasawidagda.
2012. Kirti Njunjung Drajat. Bandung:
PT Kiblat Buku Utama.
Nurdiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Prince, Gerald. 1982. Narratology: The Form and Functioning of
Narrative. Berlin: Mouton Publisher.
Yogyakarta,
Balai Bahasa. 2006. Kamus Basa Jawa.
Yogyakarta: Kanisius.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
Thanks artikelnya, bantu banget buat bikin tugas kelompok heheu
BalasHapus