BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kategori
kata yang biasanya sulit ditentukan identitasnya oleh para ahli tata bahasa
bukan hanya ahli bahasa jawa saja adalah kategori kata yang disebut dengan numeralia
atau kata bilangan. Dilihat dari namanya kata itu berkorespondensi dengan
verba. Akan tetapi pada kenyataannya kata itu berkorespondensi dengan kata lain
seperti adjektiva. Bahkan bukan hanya dengan kata tetapi klausapun dimungkinkan
berkorespondensi. Numeralia hadir langsung dalam berbagai tataran lingual dan
menjalankan peranannya dalam tataran itu. Maka tidak heran manakala numeralia di satu pihak sering dikacaukan dengan keterangan yaitu
salah satu fungsi sintaksis, dan di pihak lain dikacaukan pula dengan misal
adjektiva karena bentuknya.
Didalam
buku Tata Bahasa Baku Indonesia (1988:223) memaparkan dalam hal ini banyak
kesamaan dasar dengan apa yang berada dalam bahasa jawa-numeralia dapat ditentukan sebagai kata yang memberi keterangan
pada verba,adjektiva,nomina predikatif atau nomina yang menempati P, dan
kalimat.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan numeralia?
2.
Apa
ciri-ciri numeralia?
3.
Bagaimana
sistem morfologis numeralia?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui apa itu numeralia.
2.
Untuk
mengetahui apa ciri-ciri numeralia.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana sistem morfologis numeralia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Batasan dan Ciri
Numerelia
Numerelia adalah kata yang digunakan
untuk membilang hal yang diacuh nomina. Oleh karena itu, numerelia lazim
disebut dengan “kata bilangan”. Hal yang diacuh numerelia terbatas pada hal
yang terdapat dihitung jumlahnya, baik yang bersifat maujud-seperti manusia,
binatang, atau barang-maupun yang bersifat konsep.
Frasa wong loro “dua orang” terdiri atas wong (nomina) dan loro (numeralia).
Demikian pula, frasa setengah jam “setengah
jam”, sawetara dina “beberapa hari”,
dan “pirang-pirang sasi “berbulan-bulan” juga berkonstituen numerelia yaitu
setengah, sawetara, dan pirang-pirang.
Ada dua ciri yang dapat dipergunakan untuk
mengenali numeralia, yaitu cairi morfemis dan ciri sintaksis. Ciri morfemis
dikenali melalui bentuk-bentuk numeralia; ciri sintaksis dikenali melalui
perilakunya dalam tataran frase dan klausa. Hal itu terlihat pada penjelasan
berikut.
2.1.1
Numeralia dapat
berangkai dengan nomina. Jika terletak disebelah kiri nomina, numeralia
menggunakan pengikat (ligatur) – ng/ang (bagi
numeralia dibawah angka 10 kecuali enem “enam”),
yang berfungsi mengikat hubungan antara numeralia dan nomina atau numeralia
dengan numeralia. Numeralia letak kiri (dengan pengikat) muncul jika digunakan
bersama-sama dengan nominal penunjuk satuan ukuran atau dengan satuan bilangan.
Contoh:
Limang piring “lima
piring” (e)nem bungkus “enam
bungkus)
Patang pethi “empat
peti ” pitung meter “tujuh
meter”
Rong dina “dua
hari” sangang kilogram
“sembilan kilogram”
Telung dina “tiga
hari” wolung karung “delapan
karung”
Telung puluh “tiga
puluh” wolung atus “delapan
ratus”
Jika terletak disebelah kanan nomina,
numeralia tidak memerlukan pengikat (ligatur).
Contoh:
Buku telu “tiga
buah buku”
Gelas pitu “tujuh buah gelas”
Kursi papat “empat
kursi”
Lemari loro “dua
almari”
Wong siji “satu
orang”
Hal yang perlu diperhatikan sehubungan
dengan numeralia letak kiri ialah faktor-faktor yang menentukan kemunculan
pengikat (ligatur). Dalam hal ini , pengikat –ng muncul jika numeralia
(yang letak kiri itu) berakhir dengan vokal (telu -> telung), sedang
partikel –ang muncul jiika numeralia
berakhir dengan konsonan papat->patang).
Pengecualian terjadi pada numeralia (e)nem
‘enam’. Numeralia enem tidak
memerlukan partikel pengikat (literatur)
karena sudah berakhir dengan konsonan /m/. Numeralia siji ‘satu’ tidak pernah terletak di sebelah kiri nomina. Sebagai
gantinya digunakan prefiks sa- yang
berfariasi dengan se-, misalnya sagenthong ‘satu tampeyan’, segelas ‘satu gelas’.
2.1.2
Numeralia dapat
berangkai dengan kata mbaka ‘demi
....’
Contoh:
Mbaka siji ‘satu
per satu, satu demi satu’
Mbaka telu ‘per
satuan yang masing-masing terdiri atas tiga
Ping sethithik ‘sedikit
demi sedikit’
2.1.3
Numeralia dapat
berangkai dengan kata ping/kaping ‘kali’.
Contoh:
Kaping wolulas ‘delapan
belas kali’
Kaping sanga ‘sembilan
kali’
Ping papat ‘ empat
kali’
Ping akeh ‘berkali-kali’
2.2 Bentuk Numeralia
Jika dilihat dari
bentuknya, numeralia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu numeralia monomorfemis
dan numeralia polimorfrmis.
2.2.1 Numeralia
Monomorfermis
Numeralia monofermis
adalah numeralia yang terdiri atas satu morfem. Numeralia monofermis ini sudah
menunjuk kuantitas sesuatu (baik yang bersifat maujud yang konseptual) tanpa
mengalami proses morfemis. Numeralia monofermis dalam bahasa Jawa terdiri atas
numeralia nol ‘nol’ sampai dengan sanga ‘sembilan’ seperti berikut.
Ngoko Krama
(e)nol nol
‘nol’
Siji
(sa-) setunggal
‘satu’
Loro kalih
‘dua’
telu tiga ‘tiga’
papat sekawan
‘empat’
lima gangsal
‘lima’
(n)enem (n)enem
‘enam’
Pitu pitu
‘tujuh’
Wolu wolu
‘delapan’
Sanga sanga
‘sembilan’
Jika ditulis dengan lambang,
numeralia monofermis itu digambarkan dengan angka, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, dan 9.
2.2.2 Numeralia
Polimorfemis
Numeralia polifermis
dibentuk melalui beberapa proses morfemis, yaitu (1) afiksasi yang menghasilkan
numeralia berafiks; (2) pengulangan yang menghasilkan numeralia ulang; dan (3)
pemajemukan yang menghasilkan numeralia majemuk.
2.2.2.1 Numeralia
Berafiks
Berdasarkan distribusi
afiks pada bentuk dasarnya, numeralia berafiks dibedakan menjadi tiga macam.
1. Numeralia
berprefiks, yaitu numeralia dengan tambahan aafiks di depan bentuk dasar.
Contoh:
Mapat (papat ‘empat’+
N-) ‘masing-masing satuan terdiri atas empat’
Mitu (pitu ‘tujuh’+
N-) ‘masing-masing satuan terdiri
atas tujuh’
Nelu (telu ‘tiga’+
N-) ‘masing-masing satuan terdiri atas tiga’
Nglima (lima ‘lima’+
N-) ‘masing-masing satuan terdiri atas lima’
Ngloro (loro ‘dua’+ N-)
‘masing-masing satuan terdiri atas dua’
Nyiji (siji ‘satu’+
N-) ‘masing-masing satu’
2. Numeralia
bersifiks, yaitu nemeralia dengan tambahan afiks di belakang bentuk dasar.
Contoh:
Limaa (lima ‘lima’+
-a) ‘meskipun lima’
Papata (papat ‘empat’+
-a) ‘meskipun empat’
Piton (pitu ‘tujuh’+
-an) ‘satuan berjumlah tujuh’
Sangan (sanga ‘sembilan’+
-an) ‘satuan berjumlah sembilan’
Telua (telu ‘tiga’+
-a) ‘meskipun tiga’
Wlon (wolu ‘delapan’+
-an) ‘satuan berjumlah delapan’
3. Numeralia
berkonfiks, yaitu numeralia dengan tambahan konfiks pada bentuk dasar.
Contoh:
Sakloron (ngoko)
(loro ‘dua’+ sa-/-an) ‘berdua’
Sekalian (krama) (kalih
‘dua’+ sa-/-an) ‘berdua’
Sakabehan (kabeh ‘semua’+
sa-/-an) ‘semuanya’
2.2.2.2 Numeralia Bentuk
Ulang
Dengan melihat cara
pengulangan bentuk dasarnya, numeralia bentuk ulang dapat dibedakan menjadi
tiga macam.
1. Numeralia
ulang penuh, yaitu numeralia yang bentuk dasarnya diulang secara keseluruhan.
Numeralia ini ada dua macam.
(1) Numeralia
ulang penuh tanpa perubahan vokal.
Contoh:
Akeh-akeh
(akeh ‘banyak’ + U) ‘banyak-banyak’
Loro-loro
(loro ‘dua’ + U) ‘dua-dua’
Papat-papatb(papat
‘empat’ + U) ‘empat-empat’
Siji-siji
(siji ‘satu’ + U) ‘satu-satu’
Telu-telu
(telu ‘tiga’ + U) ‘tiga-tiga’
(1) Numeralia
ulang penuh dengan perubahan vokal.
Contoh:
Lima-lima
(lima ‘lima’ + Upv) ‘berulang-ulang mengatakan lima (tidak ajek)’
Loro-loro
(loro ‘dua’ + Upv) ‘berulang-ulang mengatakan loro (tidak ajek)’
Sija-siji
(siji ‘satu’ + Upv) ‘berulang-ulang mengatakan siji (tidak ajek)’
Tela-telu
(telu ‘tiga’ + Upv) ‘berulang-ulang mengatakan
telu (tidak ajek)’
2. Numeralia
ulang parsial, yaitu numeralia hasil pengulangan konsonan awal bentuk dasar
dengan penambahan vokal /ǝ/.
Contoh:
Lelima (lima ‘lima’
+ Up) ‘kelima-limanya (tanpa kecuali)’
Leloro (loro ‘dua’
+ Up) ‘kedua-duanya (tanpa kecuali)’
Pepitu (pitu ‘tujuh’
+ Up) ‘ketujuh-tujuhnya (tanpa kecuali)’
Tetelu (telu ‘tiga’
+ Up) ‘ketiga-tiganya (tanpa kecuali)’
Jika
suku pertama bentuk dasar numeralia itu bervokal /ǝ/, numeralia ulang persial
tidak mengalami penambhan vokal, misalnya numeralia tetelu di atas.
2.2.2.3 Numeralia Bentuk
Majemuk
Berdasarkan konstituen
pembentuknya, numeralia majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam.
1. Konsituen
pembentukannya berupa morfem asal plus morfem pangkal.
Contoh:
Limalas
(lima ‘lima’ + las ‘belas’) ‘lima belas’
Pitulas
(pitu ‘tujuh’ + las ‘belas’
Sangalas (sanga ‘sembilan’
+ las ‘belas’) ‘sembilan belas’
Telulas (telu ‘tiga
+ las ‘belas’) ‘tiga belas’
2. Konstituen
pembentuknya berupa morfem pangkal plus morfem pangkal.
Contoh:
Patang
puluh (patang ‘empat’ + puluh ‘puluh’)
‘empat puluh’
Pitung pulung (pitung ‘tujuh’
+ puluh ‘puluh’) ‘tujuh puluh’
Rong puluh (tong ‘dua’
+ puluh ‘puluh’) ‘dua puluh’
Telung puluh (telu ‘tiga’
+ puluh ‘puluh’) ‘tiga puluh’
2.2.2.4 Numeralia Bentuk Kombinasi
Berdasarkan proses pembentukannya,
numeralia kombinasi dapat dibedakan menjadi dua macam, sebagai berikut.
1. Kombinasi
antara afiksasi dan pengulangan secara serempak.
Contoh:
Makethi-kethi
(kethi ‘seratus ribu’ + ma-/- U) ‘beratus-ratus ribu’
Maӗwu-ӗwu (ӗwu ‘seribu’
+ ma-/- U) ‘beribu-ribu’
Mayuta-yuta (yuta ‘juta’
+ ma-/- U) ‘berjuta-juta’
Yuta-yutanan (yuta ‘juta’
+ -an/ -U) ‘berjuta-juta’
2. Kombinasi
antara afiksasi dan pemajemukan secara serempak.
Contoh:
Kapat
sasur (pat sasur + ka-) ‘tiga puluh lima’
Karo belah (loro belah ‘dua
belah’ + ka-) ‘seratus lima puluh’
Saprowolon (prowolu ‘perdelapan’
+ sa-/-an) ‘seperdelapan’
2.3. Subkategorisasi Numeralia Berdasarkan
Referennya
Berdasarkan referennya,
numeralia dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) numeralia pokok, (2)
numeralia pecahan, dan 930 numeralia tingkat.
2.3.1 Numeralia Pokok
Numeralia pokok adalah
bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan-bilangan yang lain. Numeralia
pokok terbagi menjadi (a) numeralia pokok tentu, (b) pokok tertentu, (c) pokok
kolektif, (d) pokok distributif, dan (e) pokok klitika.
2.3.1.1 Numeralia Pokok
Tentu
Numeralia pokok tentu mengacu ke
bilangan pokok dan dapat menjawab pertanyaan yang menggunakan pronomina
interogatif pria ‘berapa’ dengan
jumlah yang pasti. Numeralia jenis ini mangacu pada bilangan nol ‘nol’ sampai tak terhingga. Jika
ditinjau dari bentuknya, numeralia pokok tentu ini meliputi bentuk monomerfmis
dan polimorfemis.
Contoh:
Pitu
‘tujuh’ telulas ‘tiga belas’
Wolu ‘delapan’ wolulas ‘delapan belas’
Numeralia pitu dan wolu adalah
numeralia monofermis, sedangkan telulas dan wolulas adalah numeralia polifermis
yang berupa majemuk. Keempat numeralia itu menyatakan jumlah tertentu dan dapat
menjawab pertanyaan yang menggunakan pronomina interogatif pira ‘berapa’
2.3.1.2 Numeralia Pokok Taktentu
Numeralia pokok tak
tentu menyatakan jumlah yang tidak tentu dan tidak dapat menjawab secara pasti
pertanyaan yang berarti pira ‘berapa’.
Dengan kata lain, numeralia ini tidak mengacu pada bilangan tertentu.
Numeraliia ini, antara lain, akèh ‘banyak,
sethithik ‘sedikit’, kabèh ‘semua’, sawetara ‘beberapa’, samènè ‘sejumlah
sekian ini’.
Contoh:
Akèh wong ‘banyak orang’
Dhuwitè
pirang-pirang ‘uangnya banyak
sekali’
Kabèh kewan ‘semua binatang’
Sayur
sathithik ‘sayur sedikit’
Sawetara dina ‘beberapa hari’
2.3.1.3 Numeralia Pokok Kolektif
Numeralia pokok
kolektif adalah numeralia yang menunjukan himpunan, kumpulan, atau kesatuan.
Jika kumpulan itu terdiri atas dua, digunakan numeralia sakloron ‘berdua’; seperti aku
sakloron ‘kami berdua’. Dalam hal ini, terdapat nomina atau pronomina yang
mendahuluinya. Jika nomina atau pronomina tidak hadir, numeralia kolektif yang
dipakai ialah yang berbentuk ulang + sufiks –è/-nè, seperti loro-loronè ‘kedua-duanya’, telu-telunè ketiga-tiganya’, lima-limanè ‘kelima-limanya’.
Didalam bentuk krama dimungkinkan adanya numeralia pokok kolektif berbentuk ulang.
Pengulangan ini berupa pengulangan konsonan awal bentuk dasar disertai dengan
tambahan vokal /ǝ/.
Contoh:
Kekalih
‘berdua’
Tetiga ‘bertiga’
Disamping itu terdapat numeralia pokok kolektif yang
dibentuk dari bentuk dasar yang berupa bentuk ulang + ma- atau bentuk dasar + -an.
Contoh:
èwon
‘ribuan’
mayuta-yuta
‘berjuta-juta’
yutan
‘jutaan’
2.3.1.4 Numeralia Pokok Distributif
Numeralia pokok
distribusi adalah numeralia yang menunjukkan keterbagian dan kebergiliran.
Numeralia ini dibentuk dari numeralia pokok ditambah dengan kata mbaka ‘per, demi’ di sebelah kirinya
atau dengan mengulangnya.
Contoh:
Mbaka
siji ‘satu per satu.’ Siji-siji ‘satu per satu.’
Mbaka
lima ‘lima-lima.’ Lima-lima ‘lima-lima.’
Di samping dengan proses
pengulangan, dalam pembentukan numeralia distributif sering disertakan afiks
nasal.
Contoh
:
1.a. Wong-wong mau oleh panduman siji-siji
“Orang-orang tadi mendapat bagian satu-satu”
b. Wong mau oleh panduman nyiji-nyiji
“Orang-orang tadi mendapat bagian satu-satu”
2.a. Kabeh diwenehi telu-telu
“semua diberi tiga-tiga”
b. Kabeh diwenehi nelu-nelu
“semua diberi tiga-tiga”
3.a. Bocah-bocah padha oleh paringan loro-loro.
“Anak-anak semua mendapat pemberian dua-dua”.
b. Bocah-bocah padha oleh paringan ngloro-ngloro.
“Anak-anak semua mendapat bagian dua-dua”.
2.3.1.5 Numeralia Pokok
Klitika
Di samping numeralia pokok yang telah disebutkan di
atas, terdapat pula numeralia lain yang dipungut dari bahasa Jawa Kuno.
Contoh
:
eka
‘satu’ sad ‘enam.’
dwi ‘dua’
sapta ‘tujuh.’
tri
‘tiga’ hasta ‘delapan’
catur
‘empat’ nawa ‘sembilan..’
panca
‘lima’ dasa ‘sepuluh.’
2.3.2 Numeralia Pecahan
Numeralia pecahan adalah numeralia
yang menyatakan bilangan pecahan. Cara pembentukannya dengan membagi sebuah
bilangan pokok. Bilangan pembagi dapat dengan atau tanpa partikel –ng/-ang. Bilangan penyebut dapat tanpa
prefiks atau dengan sufiks –an. Di
dalam bentuk huruf, pra- dilekatkan
pada bilangan yang mengikutinya. Di dalam bentuk angka dipakai pembagi garis
yang memisahkan kedua bilangan itu.
Contoh:
Numeralia Pecahan Angka
Seprapat 1/4
‘seperempat’
Sapralima 1/5 ‘seperlima’
Sapratelon
1/3
‘sepertiga’
Rongpratelon 2/3
‘dua pertiga’
Telung prapat 3/4 ‘tiga
perempat’
Bilangan pecahan dapat mengikuti
bilangan pokok.
Contoh:
Numeralia Pecahan Angka
Loro seprapat 2 1/4
‘dua seperempat’
Telu sepralima 3 1/5
‘tiga seperlima’
Papat telungprapat 4 3/4
‘empat tiga perempat’
2. 3.3 Numeralia Tingkat
Numeralia pokok dapat diubah menjadi
numeralia tingkat. Cara mengubahnya dengan menambahkan kaping/ping ‘kali’ atau ka-
‘ke-‘.
1. Numeralia
tingkat dibentuk dengan menambahkan kata kaping/ping
‘kali’ di depan bilangan yang bersangkutan.
Contoh:
Kaping
siji ‘satu kali’ ping pat ‘empat kali’
Kaping
loro ‘dua kali’ ping lima ‘lima kali’
Kaping telu ‘tiga
kali’ ping nem ‘enam kali’
2. Numeralia tingkat dibentuk
dengan menambahkan bentuk terikat ka-
pada bilangan yang bersangkutan. Khusus untuk bilangan satu dipakai pula kata kapisan.
Contoh:
Kasiji/kapisan ‘pertama’ kanem ‘keenam’
Kaloro ‘kedua’ kapitu ‘ketujuh’
Katelu ‘ketiga’ kawolu ‘kedelapan’
Kapat ‘keempat’ kasanga ‘kesembilan’
Kalima ‘kelima’ kasepuluh ‘kesepuluh’
2.3.4 Numeralia Ukuran
Subkategori nomina ada yang
menyatakan ukuran yang berkaitan dengan jumlah, berat-ringan, atau
panjang-pendek, yang disebut numeralia ukuran. Numeralia ukuran itu dapat
diikuti numeralia pokok tentu atau numeralia pecahan sehingga terbentuk
numeralia majemuk.
Contoh:
Pitung lusin ‘tujuh dosin’
Sepuluh kodhi ‘sepuluh kodi’
Setengah liter
‘setengah liter’
Telung prapat gram ‘tiga perempat gram’
2. 3.5 Numeralia Penggolong
Di samping pelbagai jenis numeralia
di atas, di dalam bahasa Jawa terdapat sejumlah kata yang berfungsi
menggolong-golongkan nomina maujud ke dalam kategori tertentu. Sesisir pisang, misalnya, di dalam
bahasa Jawa dikatakan gedhang selirang; sehelai benang dikatakan sa(e)ler benang. Kata-kata sejenis itu disebut numeralia penggolong dan
dapat diikuti numeralia pokok tentu atau numeralia pecahan. Berikut ini
sejumlah numeralia penggolong di dalam bahasa Jawa.
Contoh:
Ajar
‘ulas’ untuk jeruk → (jeruk rong ajar
‘dua ulas jeruk’)
Dhapur
‘rumpun’ untuk bambu, tebu → (pring
telung dhapur ‘tiga rumpun bambu’)
(e)las
‘butir’ untuk padi, beras → (beras limang
las ‘lima butir beras’)
Glintir ‘gelintir’
untuk tembakau, candu, obat → (obat
telung glintir ‘tiga butir obat’)
Lembar
‘lembar’ untuk kertas, daun, kain → (kertas
saklembar ‘satu lembar kertas’)
Lirang
‘sisir’ untuk pisang → (gedhang rong
lirang ‘dua sisir pisang’)
Pasang ‘pasang’
untuk sepatu, sandal → (sepatu rong
pasang ‘dua pasang sepatu’)
Pengadeg
‘setel’ untuk pakaian → (sandhangan
supengadeg ‘satu stel pakaian’)
Puluk
‘suap’ untuk nasi → (sega limang puluk
‘lima suap nasi’)
Siyung
‘ulas’ untuk bawang → (bawang saksiyung
‘seulas bawang’)
Tètès
‘tetes’ untuk benda cair → (banyu rong
tètès ‘dua tetes air’)
Tundhun
‘tandan’ untuk pisang → (gedhang setengah
tundhun ‘setengah tandan pisang’)
Wuli
‘bulir’ untuk padi → (pari telung wuli
‘tiga butir padi’)
2.4.
Frasa
Numeralia
2.4.1 Pengertian Frasa
Numeralia
Yang dimaksudkan dengan frasa
numeralia adalah satuan gramatikal yang keseluruhan distribusinya dapat
digantikan oleh konstituennya yang berupa numeralia. Dalam hal ini, numeralia
itu menjadi konstituen inti.
Contoh:
1.
a. Reganè waè satus èwu rupiyah.
‘Harganya saja seratus ribu rupiah’.
b.
Reganè
waè satus.
‘Harganya
saja seratus’.
2.
a. Ingon-ingonè wè (ana) akèh
banget.
‘Ternaknya
saja ada banyak sekali’.
b.
Ingon-ingonè
wè (ana) akèh.
‘Ternaknya
saja ada banyak’.
3. a.
Dhuwit iki dipara loro waè.
‘Uang
ini dibagi dua saja’.
b. Dhuwit iki dipara loro.
‘Uang
ini dibagi dua’.
4.
a. Dhèwèkè lunga patang sasi
kepungkur.
‘Dia
pergi empat bulan yang lalu’.
b. Dhèwèkè lunga patang sasi.
‘Dia
pergi empat bulan’.
Bahwa satuan gramatikal satus èwu rupiyah ‘seratus ribu rupiah’,
akèh banget ‘banyak sekali’, loro waè ‘dua saja’, dan patang sasi kepungkur ‘empat bulan yang
lalu’ berdistribusi sejajar dengan konstituen satus èwu ‘seratus ribu’, akèh
‘banyak’, loro ‘dua’, dan patang (sasi) ‘empat bulan’ terbukti
dengan berterimanya ubahan pada 1b-4b.
2.4.2 Jenis dan Struktur
Frasa Numeralia
Berdasarkan strukturnya, frasa
numeralia dapat diperinci menjadi frasa numeralia simpleks dan kompleks.
Berdasarkan sifat hubungan antar konstituennya, frasa numeralia dipilah menjadi
frasa numeralia koordinatif, modifikatif, dan frasa numeralia apositif.
2.4.2.1 Frasa Numeralia
Simpleks
Yang dimaksud frasa numeralia
simpleks adlah satuan gramatikal yang tersusun dari satu atau dua numeralia
sebagai konstituen inti (bergantung pada sifat struktur frasa) dan satu
konstituen lain sebagai pewatas.
2.4.2.1.1 Frasa Numeralia
Simpleks Koordinatif
Frasa numeralia simpleks
koordinatifadalah satuan gramatikal yang dibangun dari tiga konstituen. Dua
konstituen berupa numeralia ebagai konstituen inti; satu konstituen yang lain
berupa konjungsi. Kedua numeralia yang menjadi konstituen ini dapat berupa
numeralia tentu atau numeralia taktentu.
(1)
Frasa Numeralia Tentu Simpleks Koordinatif
Frasa numeralia tentu simpleks
koordinatif dibentuk dengan menggabungkan dua numeralia tentu dan sebuah
konjungsi. Konjungsi yang digunakan dapat utawa
‘atau’, lan ‘dan’, tekan ‘sampai’, nganti ‘sampai’, atau banjur
‘lalu’.
Contoh:
Lima nganti sanga ‘lima
sampai sembilan’
Lima banjur wolu
‘lima lalu delapan’
Loro utawa siji
‘dua atau satu’
Loro lan telu
‘dua dan tiga’
Wolu tekan sepuluh
‘delapan sampai sepuluh’
(2)
Frasa Numeralia Taktentu Simpleks Koordinatif
Frasa numeralia taktentu simpleks
koordinatif dibentuk dengan merangkaikan dua numeralia taktentu dan sebuah
konjungsi. Konjungsi yang digunakan dapat utawa
‘atau’, lan ‘dan’, tekan ‘sampai’, nganti ‘sampai’, atau banjur
‘lalu’.
Contoh:
Akèh utawa sethithik
‘banyak atau sedikit’
Akèh lan sethithik ‘banyak
maupun sedikit’
Atusan banjur èwon
‘ratusan lalu ribuan’
Puluhan nganti atusan
‘puluhan sampai ratusan’
Sepuluh èwonan tekan
yutan ‘(se)puluh ribuan sampai jutaan’
2.4.2.1.2 Frasa
Numeralia Simpleks Modifikatif
Frasa numeralia simpleks modifikatif
adalah satuan gramatikal yang dibangun dari dua konstituen. Satu konstituen
berupa numeralia sebagai konstituen inti dan satu konstituen sebagai pewatas
atau modifikator. Numeralia yang menjadi konstituen inti itu dapat berupa
numeralia tentu atau numeralia tak tentu.
(1)
Frasa Numeralia Tentu Simpleks Modifikatif
Frasa numeralia tentu simpleks
modifikatif dibentuk dengan merangkaikan dua numeralia tentu atau merangkaikan
sebuah numeralia tentu dengan sebuah kata lain. Pembentukannnya sebagai
berikut.
1.
Numeralia tentu dirangkaikan dengan numeralia tentu.
Contoh:
Limang èwu
‘lima ribu’ satus sèket ‘seratus lima puluh’
Lima prasepuluh
‘lima persepuluh’ siji setengah ‘satu setengah’
2.
Numeralia tentu dirangkaikan dengan adverbia seperti wis ‘sudah’, meh
‘hampir’, durung ‘belum’.
Contoh:
Durung sapraenem
‘belum seperenam’ mèh sèwu ‘hampir seribu’
Lagi seprapat
‘baru seperempat’ wis satus ‘sudah seratus’
3.
numeralia tentu dirangkaikan dengan nomina
Contoh:
Limang omah
‘lima rumah’ setengah kilomèter ‘setengah kilometer’
Limang sasi
‘lima bulan’ sèwu uwit ‘seribu pohon’
Pembentukan seperti nomor 3 hanya
berlaku jika perincian nomina atau frasa nominal sampai pada pemilahan nomina,
pronominal, dan numeralia. Dalam hal ini, numeralia sebagai inti terjadi jika
numeralia atau frasa numeralia itu mengisi predikat.
1.
a. Limang
omah wis ambruk
‘lima rumah sudah roboh’.
b.
*Omah wis ambruk
‘rumah sudah roboh’.
2.
a. Sing wis ambruk ora limang omah, nanging nem
omah.
‘yang sudah roboh bukan lima rumah,
melainkan enam rumah’.
b. Sing wis ambruk ora lima, nanging nem
(omah).
‘yang sudah robh bukan lima,
melainkan enam’.
c.
Sing wis ambruk dudu omah, nanging kandhang.
‘yang sudah roboh bukan rumah,
melainkan kandang’.
d. *Sing wis ambruk dudu omah, nanging nem (omah).
‘yang sudah roboh bukan rumah,
melainkan enam (rumah)’.
(2)
Frasa Numeralia Taktentu Simpleks Modifikatif
Frasa numeralia taktentu simpleks
modifikatif dibentuk dengan cara merangkaikan dua numeralia tak tentu atau
merangkaikan sebuah numeralia tak tentu dengan sebuah kata lain. Pembentukannya
sebagai berikut.
1.
Sebuah numeralia tak tentu dirangkaikan dengan numeralia tak tentu yang lain.
Contoh:
Èwon
kabèh (dhuwitè) ‘ribuan semua (uangnya)’.
Pirang-pirang
èwu ‘beribu-ribu’
Saparengan
yuta ‘sebagian juta’
2.
Numeralia tak tentu dirangkaikan dengan adverbia seperti wis ‘sudah’, meh
‘hampir’, durung ‘belum’.
Contoh:
Durung
yutan ‘belum jutaan’ mèh kabèh ‘hampir semua’
Lagi
sawetara ‘baru sebagian’ wis akèh ‘sudah banyak’
3.
Numeralia tak tentu dirangkaikan dengan nomina.
Contoh:
Akèh
uwong ‘banyak orang’ kabèh omah ‘semua rumah’
Èwon
uwit ‘ribuan pohon’ pirang-pirang jam ‘berjam-jam’
2.4.2.1.3 Frasa Numeralia
Simpleks Apositif
Frasa numeralia simpleks apositif
adalah satuan gramatikal yang sekurang-kurangnya tersusun dari dua konstituen.
Satu atau dua konstituen (bergantung pada jenis frasa numeralianya) berupa
numeralia sebagai konstituen inti. Satu konstituen yang lain berfungsi sebagai
modifikator. Secara referensial, modifikator memiliki acuan yang sama dengan
acuan konstituen inti. Oleh sebab itu, konstituen inti dan konstituen
modifikator dapat saling menggantikan tanpa menyebabkan terjadinya peluasan
atau penyempitan informasi.
Contoh:
1.
Leloronè, jago keprukè,
gagè
nemoni aku.
‘dua-duanya,
tukang pukulnya, segera menemui aku’.
2.
Tetelunè, adhiku, ditimbali dèning
Bapak.
‘ketiganya,
adik saya, dipanggil oleh Ayah’.
3.
Kabèh, anak-anakè, wis padha nyambut
gawè.
‘semua,
anak-anaknya, sebuah bekerja’.
2.4.2.2 Frasa Numeralia
Kompleks
Frasa numeralia kompleks adalah
satuan gramatikal yang dibangun dari sekurang-kurangnya sebuah frasa numeralia
simpleks dan sebuah konstituen lain atau frasa numeralia simpleks modifikatif
yang dikoordinatifkan. Jadi, berkebalikan dengan frasa numeralia simpleks,
salah satu konstituen dari frasa numeralia kompleks selalu berupa frasa.
Berdasarkan jenisnya, frasa numeralia kompleks dapat diperinci menjadi frasa
numeralia kompleks koordinatif, modifikatif, dan frasa numeralia kompleks
apositif.
2.4.2.2.1 Frasa Numeralia Kompleks Koordinatif
Frasa numeralia
kompleks koordinatif adalah satuan gramatikal yang sekurang – kurangnya
tersusun dari frasa numeralia simpleks dan sebuah konstituen lain atau dua
frasa numeralia simpleks modikatif yang dikoordinatifkan. Konstituen yang
berupa frasa numeralia menjadi konstituen inti dan konstituen yang lain sebagai
modifikator. Konstituen yang berupa frasa numeralia dapat berupa frasa
numeralia tentu simpleks koordinatif maupun frasa numeralia tak tentu simpleks
koordinatif. Konstituen yang berfungsi sebagai modifikator dapat berupa
adverbia atau nomina. Pembentukan frasa numeralia kompleks koordinatif sebagai
berikut.
1.
Sebuah
frasa numeralia simpleks koordinatif dirangkaikan dengan sebuah atau beberapa
adverbia.
Contoh :
isih atusan utawa malah wise won ‘masih ratusan atau malah sudah ribuan’
kudu akeh utawa sethithik ‘harus banyak atau sedikit’
lagi saprotelon tekan rongprotelon ‘baru sepertiga sampai dua pertiga’
mung lima utawa pitu ‘hanya lima atau tujuh’
mung lagi lima utawa pitu ‘hanya baru lima atau tujuh saja’
tetep kethen tekan yutan ‘tetep seratus ribuan atau jutaan’
tetep atusan nganti ewon wae ‘tetap ratusan sampai ribuan saja’
wolu tekan sepuluh wae ‘delapan
sampai sepuluh saja’
2.
Sebuah
frasa numeralia simpleks koordinatif dirangkaikan dengan nomina.
Contoh :
atusan banjur ewon wong
‘ratusan lalu ribuan orang’
nem utawa wolung omah ‘enam atau delapan rumah’
seket nganti sewidak wit ‘lima puluh
sampai enam puluh pohon’
sepuluh tekan selawe kothak
‘sepuluh sampai dua puluh lima kotak’
3.
Dua
frasa numeralia simpleks modifitif atau lebih dirangkaikan secara koordinatif.
Contoh :
pitung atus nganti
pitung atus lima
‘tujuh ratus sampai tujuh ratus lima’
rong piring
utawa patang piring
‘dua piring atau empat piring’
sauwong utawa
limang wong
‘satu orang atau lima orang’
sepuluh meter
nganti rolas meter
‘sepuluh meter sampai dua belas meter’
4.
Frasa
numeralia simpleks modifikatif yang sekurang – kurangnya dirangkaikan dengan
sebuah adverbial.
Contoh :
mung rong atus nganti rong atus telu ‘hanya dua ratus sampai dua ratus tiga’
mung lagi lima utawa nem unting thok ‘hanya baru lima atau enam ikat saja’
ora saomah utawa telung omah ‘tidak satu rumah atau tiga rumah’
sakothak utawa limang kothak wae ‘satu kotak
atau lima kotak saja’
2.4.2.2.2 Frasa Numeralia Kompleks Modifikatif
Frasa Numeralia Kompleks Modifikatif
adalah satuan gramatikal yang sekurang – kurangnya disusun dari sebuah frasa
numeralia simpleks modifikatif dan sebuah konstituen lain. Konstituen yang
berupa frasa numeralia menjadi konstituen inti. Konstituen yang berupa frasa
numeralia ini dapat berupa bilangan tentu atau tak tentu. Pembentukan frasa
numeralia kompleks modifikatif sebagai berikut.
1.
Frasa
numeralia tentu dirangkaikan dengan numeralia tentu atau sebaliknya. Contoh :
limang atus ewu ‘lima
ratus ribu’
pitung atus sanga ‘tujuh
ratus sembilan’
wolu lima saprotelon ‘delapan
lima – pertiga’
wolung puluh lima saprotelon ‘delapan puluh lima sepertiga’
2.
Frasa
numeralia tentu dirangkaikan dengan adverbia seperti wis ‘sudah’, meh
‘hampir’, during ‘belum’, lagi ‘baru’. Contoh :
durung lima praenem ‘belum
lima perenam’
lagi telu seprapat ‘baru
tiga seperempat’
meh sewu satus ‘hampir
seribu seratus’
wis satus seket ‘sudah
seratus lima puluh’
3.
Frasa
numeralia tentu dirangkaikan dengan nomina. Contoh :
lagi limang omah ‘baru
lima rumah’
meh sewu uwit ‘hampir
seribu pohon’
mung setengah kilometer ‘hanya setengah kilometer’
2.4.2.2.3 Frasa Numeralia Kompleks Apositif
Frasa numeralia kompleks apositif adalah satuan gramatikal yang
sekurang – kurangnya tersusun dari sebuah frasa numeralia simpleks apositif dan
sebuah konstituen lain. Konstituen yang berupa frasa numeralia simpleks
apositif sebagai konstituen inti, konstituen yang lain sebagai modifikator.
Contoh :
Mung cah loro, Ardi lan Wawan, sing ketampa ing UGM, ‘hanya
dua anak, Ardi dan Wawan, yang diterima di UGM.
Sing aja nganti dilanggar rong prekara, dina weton lan
mantenanmu. ‘yang jangan
sampai dilanggar dua hal, nama pasaran hari kelahiran dan hari pernikahanmu’
Ora kabeh, watara sapretelon, sing diasta dening Bapak. ‘tidak semuanya, sekitar dua pertiga, yang dibawa oleh Bapak.’
2.4.3 Frasa Numeralia Berdasarkan Hubungan
Makna Antarkonstituennya
Berdasarkan hubungan makna antarkonstituennya, frasa numeralia
diperinci menjadi frasa numeralia aditif, alternatif, kuantitatif, dan
pewatasan.
2.4.3.1 Frasa Numeralia Aditif
Frasa numeralia aditif adalah frasa numeralia yang berhubungan
makna antarkonstituennya berupa panambahan. Sebuah atau beberapa konstituen
berfungsi sebagai informasi tambahan bagi informasi konstituen yang lain. Frasa
numeralia aditif hanya terjadi pada frasa numeralia yang terkonstruksi secara
koordinatif. Frasa jenis ini ditandai dengan pemakaian konjungsi seperti lan,
uga, sarta, dan karo. Frasa numeralia aditif dibentuk dengan
merangkaikan sekurang – kurangnya dua numeralia, baik dengan atau tanpa
adverbial, atau dengan merangkaikan dua frasa numeralia modifikatif. Frasa
numeralia aditif dapat terjadi pada frasa numeralia tentu maupun tak tentu.
1.
Frasa
Numeralia Aditif Tentu
Contoh
:
Lagi
limang kothak sarta pitung kothak ‘baru
lima kotak dan tujuh kotak’
Lima
lan enem ‘lima dan enam’
Ping
lima lan eneme ‘yang kelima
dan keenamnya’
Wis
sapi telu sarta wedhus wolu ‘sudah
tiga sapi dan delapan kambing’
2.
Frasa
Numeralia Aditif Tak Tentu
Contoh
:
Atusan,
ewon, uga kethen ‘ratusan,
ribuan, juga seratus ribuan’
Kethen
uga yutan ‘puluhan ribu
juga jutaan’
Puluhan,
las – lasan, lan likuran ‘puluhan,
belasan, dan dua puluhan’
Sithik
lan akeh ‘sedikit dan
banyak’
Yutan
karo milyaran ‘jutaan dan
milyaran’
2.4.3.2 Frasa Numeralia Alternatif
Frasa numeralia alternatif adalah frasa numeralia yang hubungan
makna antarkonstituennya berupa pemilihan. Sebuah atau beberapa konstituen
berfungsi sebagai informasi alternatif bagi informasi alternatif bagi informasi
konstituen yang lain. Frasa numeralia alternatif terjadi pada frasa numeralia
yang terkontruksi secara koordinatif. Frasa jenis ini ditandai dengan pemakaian
konjungsi utawa. Frasa numeralia alternatif dapat dibentuk dengan
merangkaikan sekurang – kurangnya dua nemeralia, baik dengan atau tanpa
adverbia, atau dengan merangkaikan dua frasa numeralia modifikatif. Frasa
numeralia alternatif dapat terjadi pada frasa numeralia tentu maupun tak tentu.
1.
Frasa
Numeralia Alternatif Tentu
Contoh
:
Arep
wolu utawa sanga ‘akan
delapan atau sembilan’
Lagi
lima utawa sepuluh omah ‘baru
lima atau sepuluh rumah’
Lima
utawa sepuluh ‘lima atau
sepuluh’
Patang
puluh utawa patang puluh lima ‘empat
puluh atau empat puluh lima’
Patang
uwit utawa limang uwit ‘empat
pohon atau lima pohon’
2.
Frasa
Numeralia Alternatif Tak Tentu
Contoh
:
Akeh
utawa sethithik ‘banyak atau
sedikit’
Arep
atusan utawa ewon ‘akan
ratusan atau ribuan’
Kabeh
utawa saperangan ‘semua
atau sebagian’
Lagi
puluhan utawa uwis atusan wong ‘baru
puluhan atau sudah ratusan orang’
2.4.3.3 Frasa Numeralia Urutan
Frasa numeralia Urutan adalah frasa
numeralia yang hubungan antarkonstituennya bermakna kesinambungan. Sebuah atau
beberapa konstituen berfungsi sebagai informasi lanjutan dari informasi
konstituen yang lain. Frasa numeralia urutan terjadi pada frasa numeralia yang
terkonstruksi secara koordinatif. Frasa jenis ini ditandai dengan pemakaian
konjungsi banjur, terus, nuli. Frasa numeralia pengurutan dibentuk
dengan merangkaikan sekurang – kurangnya dua numeralia, baik denga atau tanpa
adverbia, atau dengan merangkaikan dua frasa numeralia modifikatif. Contoh :
Atusan terus ewonan ‘ratusan kemudian ribuan’
Lagi enem banjur wolung uwong ‘baru enam kemudian delapan orang’
Lima banjur enem ‘lima kemudian enam’
Puluhan nuli las – lasan ‘puluhan kemudian belasan’
Sethithik banjur akeh ‘sedikit kemudian banyak’
Wolung sasi terus rong taun ‘delapan bulan kemudian dua tahun’
2.4.3.4 Frasa Numeralia Kepastian
Frasa numeralia kepastian adalah
frasa numeralia yang berhubungan antarkonstituennya berupa pemastian. Sebuah
atau beberapa konstituen berfungsi memastikan informasi dari informasi
konstituen yang lain. Frasa jenis ini ditandai dengan pemakaian adverbia
seperti lagi, isih, mung, thok. Frasa numeralia yang bermakna kepastian
hanya terjadi pada frasa numeralia tentu modifikatif. Contoh :
Isih lima ‘masih lima’
Lagi sapratelon ‘baru sepertiga’
Mung satus seket ‘hanya seratus lima puluh’
Setengah kilo thok ‘setengah ilo saja’
2.4.3.5 Frasa Numeralia Pembatasan
Frasa numeralia pembatasan adalah
frasa numeralia yang hubungan antarkonstituennya saling membatasi. Sebuah atau
beberapa konstituen berfungsi sebagai informasi pembatas bagi informasi
konstituen yang lain. Frasa jenis ini ditandai dengan pemakaian konjungsi nganti,
tekan. Frasa numeralia ini dibentuk dengan merangkaikan dua numeralia
tentu, baik dengan atau tanpa adverbia, atau dengan merangkaikan dua frasa
numeralia modifikatif. Contoh :
Lagi wolung wungkus tekan rolas
wungkus ‘baru delapan
bungkus sampai dua belas bungkus’
Limang omah nganti sepuluh omah ‘lima rumah sampai sepuluh rumah’
2.4.4 Fungsi Sintaksis Numeralia dan Frasa Numeralia
Numeralia atau frasa numeralia dapat
mengisi beberapa fungsi sintaksis. Fungsi sintaksis yang dapat diisi oleh frasa
numeralia, yaitu :
1.
Mengisi
fungsi modifikator (sejauh tidak mengisi predikat)
Contoh
:
Bocah
lima ‘lima anak’
Kertas
telung lembar ‘tiga lembar
kertas’
Kursi
seket lima ‘kursi lima
puluh lima’
Wong
akeh ‘orang banyak’
2.
Mengisi
fungsi predikat
Contoh
:
Putrane
Pak Karta telu, ‘anaknya Pak
Karta tiga’
Adhiku
loro ‘adikku dua’
Regane
loro setengah yuta ‘harganya
dua setengah juta’
Wektu
kuwi sawahe Pak Dirham isih pirang – pirang ‘waktu itu sawahnya Pak Dirham masih banyak’
Wong
sing teka akeh banget
‘orang yang datang masih banyak’
3.
Mengisi
fungsi pelengkap
Contoh
:
Omahe
tingkat telu ‘rumahnya
tingkat tiga’
Dhuwit
bathen mau dipara siji sapratelon ‘uang
laba itu dibagi menjadi sepertiga’
Sawah
tinggalane wong tuwane dipara telu thok ‘sawah warisan orang tuanya hanya dibagi bertiga’
Dheweke
mung tuku telung ler ‘dia
hanya membeli tiga batang’
4.
Mengisi
fungsi keterangan
Contoh
:
Putrane
didangu siji – siji ‘anaknya
ditanyai satu persatu’
Sedina
dheweke mung mangan ping pindho ‘sehari
dia hanya makan dua kali’
Saben
dinane dheweke ngombe obat mau kaping telu ‘setiap hari dia minum obat tadi tiga kali’
Saben
saombenan okehe telung sendhok ‘setiap
minum banyaknya tiga sendok’
Telung
taun maneh sekolahe rampung ‘tiga
tahun lagi sekolahnya selesai’
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Numeralia adalah
kata yang digunakan untuk membilang ihwal yang diacu nomina itu meliputi hal
yang dapat dihitung banyaknya, baik yang berwujud seperti manusia, hewan, dan
barang ataupun konsep – konsep.
3.2 Saran
Sebaiknya untuk mempelajari numeralia
kita harus mengetahui pengertian dan ciri dari numeralia secara jelas, supaya dalam mengambil contoh bisa tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Balai Bahasa
Yogyakarta.2006. Kamus Bahasa Jawa.
Yogyakarta: Kanisius.
Sudaryanto.1991.
Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta:
Duta Wacana University Press.
Wedhawati, dkk. 2010. Tata
Bahasa Baku Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar