Pangeran Sumber Nyawa atau yang disebut Raden Mas
Said merupakan anak dari Kanjeng Pangeran Mangkunegara (Kartasura). Sejak kecil
sangat akrab dengan penderitaan wong
cilik yang menderita karena ulah penjajah Belanda. Pada tahun 1741 ketika Pangeran
Sumber Nyawa berusia 16 tahun sampai 16 tahun berikutnya, Pangeran Sumber Nyawa
melakukan perlawanan terhadap kompeni Belanda. Sebelumnya, Pangeran Sumber
Nyawa berpindah ke Kabupaten Wonogiri, tempat leluhurnya dari pihak neneknya
untuk memperkuat pasukan. Lambat laun, pasukan Pangeran Sumber Nyawa semakin
bertambah.
Dengan
semboyan tiji tibeh atau mukti siji mukti kabeh mati siji mati kabeh,
Pangeran Sumber Nyawa mampu mengomando pasukannya yang berjumlah ribuan. Pangeran
Sumber Nyawa pun juga berprinsip Tri Darma, yaitu rumangsa melu handarbeni (merasa ikut memiliki), wajib melu hanggondheli (berkewajiban
ikut mempertahankan), dan mulat sarira
hangrasawani (berani melakukan introspeksi diri)
Dalam pertempuran, Pangeran Sumber Nyawa menggunakan
strategi perang gerilya dan tiga matra (matra darat, matra laut, dan matra
gunung). Wilayah gerilya mencakup wilayah pesisir pantai selatan dan pantai
utara, serta seluruh wilayah Gunung Lawu sampai Ponorogo propinsi Jawa Timur.
Selama kurun waktu 16 tahun tersebut terjadi banyak peperangan. Ketika perang
tidak mampu dihindari dan pasukan Pangeran Sumber Nyawa kocar-kacir, tidak
membuat Pangeran Sumber Nyawa patah semangat. Dari Wonogiri menuju ke timur,
Pangeran Sumber Nyawa menghindari kejaran kompeni Balanda. Tiba di suatu
pemukiman yang sekarang bernama Dusun Jito, permaisuri Pangeran Sumber Nyawa
yang bernama Raden Ayu Mangkunegara mengalami pendarahan saat mengandung. Pangeran
Sumber Nyawa beserta pasukan istirahat sementara di Dusun Jito untuk pemulihan
kesehatan Raden Ayu Mangkunegara sekaligus mempersiapkan strategi dalam melawan
kompeni Belanda.
Raden Ayu Mangkunegara merupakan anak dari Kyai Imam
yang pada setiap malam Selasa Kliwon
atau malam hanggarakasih wajahnya
selalu bercahaya. Raden Ayu Mangkunegara aslinya bernama Rubiyah dan mendapat
gelar Raden Ayu Kusuma Patahan.
Ketika di Dusun Jito, Raden Ayu disarankan untuk
berjalanan dengan berjinjit agar kandungannya tidak mengalami keguguran. “Jinjita jinjita.” Namun, upaya tersebut
gagal, Raden Ayu mengalami keguguran. Untuk mengenang upaya penyelaman si
jabang bayi, pemukinan warga tersebut dinamakan Jito yang berasal dari kata jinjit. Setelah dirasa kesehatan Raden
Ayu membaik, Pangeran Sumber Nyawa mulai melanjutkan perjalanan ke arah timur.
Pangeran Sumber Nyawa melewati daerah Tloboledok, yaitu daerah dimana Pangeran
Sumber Nyawa melaksanakan kungkum
untuk meminta petunjuk. Kemudian, menuju ke timur lagi sampai Dusun Mbubakan.
Setelah itu, tidak ada yang tahu ceritanya. Namun, ketika Pangeran Sumber Nyawa
meninggal dunia di usia 72 tahun pada tanggal 28 desember 1795, Pangeran Sumber
Nyawa dimakamkan di Desa Mangadeg, yaitu di bukit Bangun lereng gunung Lawu
kabupaten Karanganyar yang merupakan salah satu tempat Pangeran Sumber Nyawa
melakukan tapa.
Lambat laun tempat dimana Raden Ayu mengalami
keguguran disebut punden. Awalnya punden tersebut bernama Punden Nyai Tretes
yang bermakna tetesing getih. Getih dari orang yang keguguran
merupakan darah kotor, sehingga tidak cocok digunakan untuk nama. Karena dirasa
tidak nyaman dengan nama tersebut, nama punden berubah menjadi Punden Mbok
Ndara Den Ayu. Sampai sekarang pun, warga Dusun Jito menyebutnya Punden Mbok
Ndara Den Ayu.
Punden Mbok Ndara Den Ayu ini secara
geografis terletak di Dusun Jito, Desa Ngepungsari, Kecamatan Jatipuro,
Kabupaten Karanganyar dengan luas areal sekitar 400 m². Secara garis besar punden
memperlihatkan suatu undakan tanah yang keras. Di samping kanan dan kiri
undakan tanah terdapat batas kosong yang biasanya digunakan untuk menempatkan
saji-sajian. Di depan undakan sendiri biasanya digunakan untuk menghidupkan
dupa dan perlengkapan lainnya.
Pintu masuk menuju bangunan ini
tepat di depan punden yang menghadap arah selatan, langsung dengan jalan raya. Untuk masuk ke Punden Mbok Ndara Den Ayu perlu
menaiki kurang lebih 20 anak tangga yang terbuat dari semen. Pada bagian samping
Punden Mbok Ndara Den Ayu dikelilingi halaman yang mampu menampung warga Dusun
Jito ketika mengadakan ritual. Disana juga akan terlihat pagar-pagar bertembok permanen
yang catnya sesuai dengan bangunan Punden Mbok Ndara Den Ayu yang bercatkan
warna putih.
Punden Mbok Ndara Den Ayu akan
semakin tinggi bentuknya dikarenakan banyaknya para warga yang menabur kembang setaman diatas pusaran punden
tersebut. Nantinya, taburan yang banyak tersebut lambat laun akan menjadi tanah
dan bertekstur keras. Dilihat dari jalan raya, sekilas Punden Mbok Ndara Den
Ayu seperti rumah penduduk yang berukuran kecil. Pada malam hari akan terlihat
dua lampu berwarna kuning, yang satu berada di pinggir jalan dan yang satunya
lagi berada di depan rumah punden.
Sebagian besar masyarakat Dusun Jito,
Desa Ngepungsari beragama Islam, namun adat istiadat yang berhubungan dengan
religi dari zaman pra-Islam masih terlihat jelas. Dalam kaitannya dengan
kepercayaan atau mitos masyarakat sekarang, bangunan Punden Mbok Ndara Den Ayu
dianggap sebagai suatu bangunan kuno peninggalan para leluhur yang sangat
dikeramatkan. Pernah terjadi suatu peristiwa kesurupan yang dialami salah satu
warga Dusun Jito, yaitu ketika warga tersebut melecehkan keberadaan Punden Mbok
Ndara Den Ayu. Dengan kejadian tersebut banyak warga Dusun Jito maupun warga
sekitar yang menghormati keberadaan Punden Mbok Ndara Den Ayu.
Warga Dusun Jito yang pergi ke
Punden Mbok Ndara Den Ayu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut antara lain:
- Upaya menghormati
arwah leluhur,
- Mendapatkan
kelancaran dalam melaksanakan kegiatan, seperti: mencari rejeki,
pembangunan rumah, hajatan,
- Menolak bahaya
dari ulah manusia maupun bencana karena lingkungan,
- Mendapat nikmat
sehat,
- Rukun dalam
bermasyarakat,
- Dan lain-lain.
Bentuk penghormatan terhadap Punden
Mbok Ndara Den Ayu pun bermacam-macam, antara lain:
- Pemberian sesaji
- Kirim pundhen
- Bersih desa
- Pemugaran punden
- Mengklakson ketika berkendara
melewati Punden Mbok Ndara Den Ayu
- Mengucapkan salam ketika
memasuki area punden
- Bersikap sesuai unggah-ungguh
- Dalam keadaan suci
- Dan lain-lain
Warga Dusun Jito yang masih memegang
teguh adat istiadat yang diwariskan leluhur dan meyakini bahwa adanya arwah
leluhur yang mampu mengendalikan kehidupan, ketika akan meminta doa restu,
warga melakukan upacara kecil dengan
sesaji yang dilaksanakan tepat di depan Punden Mbok Ndara Den Ayu yang dipimpin
oleh sesepuh Dusun Jito. Upacara kecil ini merupakan slametan yang dilakukan perorangan (satu keluarga).
Hal-hal
yang perlu dipersiapkan ketika akan melakukan upacara kecil di Punden Mbok
Ndara Den Ayu, antara lain:
- Pemilihan hari yang baik dengan
mempertimbangkan weton si pelaksana hajat. Penghitungan hari baik
dilakukan oleh sesepuh desa.
- Perlengkapan sesaji, yang
berupa: kembang setaman, dupa, abu, kemenyan, gula pasir, dan makanan.
Makanan tersebut terdiri dari: nasi, ingkung ayam jawa, oseng cabe, kelapa
parut yang disangrai, gudangan, bongko, dan air minum. Jumlahnya
menyesuaikan dengan warga, namun ketika ada warga lain yang melewati
upacara tersebut dianjurkan untuk diundang.
- Undangan untuk para warga.
Kirim pundhen merupakan upacara warga Dusun Jito yang dilaksanakan setiap
tahun pada bulan Ruwah hari Jumat Wage (kalau tidak ada hari
Jumat Wage diganti hari Jumat Pon). Saat kirim pundhen juga terdapat
saji-sajian yang setiap kepala keluarga wajib membawa (seperti yang dijelaskan
di atas). Saat itu pula akan terlihat rukunnya para warga satu dengan warga
lainnya.
Sedangkan bersih desa (bersih dusun)
merupakan upaya warga Dusun Jito, selain yang disebutkan diatas juga sebagai
upaya penyelaras segala aspek kehidupan. Bersih desa diadakan setiap tiga kali
setahun dengan menampilkan tari Tayub. Tari Tayub merupakan tarian yang disukai
oleh Sri Mangkunegara (Pangeran Samber Nyawa). Tidak hanya warga Dusun Jito
yang merasakan, tetapi warga dari dusun sekitar juga sangat menyambut hari
gembira tersebut.
Tari Tayub sendiri merupakan tarian
untuk upacara pubertas, kematian, kesuburan, perkawinan, pekerjaan, pengobatan,
tontonan, dan sebagainya dengan memperlihatkan unsur keindahan dan keserasian
gerak yang terdiri dari sindhen, pengrawit, dan penari. Tari Tayub
menggambarkan pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial
masyarakat. Sehingga tidak heran ketika Pangeran Sumber Nyawa berada di Dusun
Jito menyajikan Tayuban untuk menarik simpati para warga agar berada di
pihaknya dan tidak terpengaruh dari para kompeni Belanda.
Umumnya ketika menampilkan tari
Tayub dibarengi dengan minum-minuman keras, tetapi ketika bersih desa di Dusun
Jito tidak. Para warga mengetahui bahwa Pangeran Sumber Nyawa merupakan tokoh
yang religius, yang taat dengan agama Islam. Terbukti di tengah perlawanan yang
dilakukan, Pangeran Sumber Nyawa berhasil menyalin 30 juz ayat suci Al-Qur’an
sampai delapan kali dengan tulisannya sendiri.
Bersih desa tersebut biasanya
dimulai pada sore hari sekitar pukul 15.00 waktu setempat sampai menjelang sholat Magrib. Orang yang
masuk ke area punden, sebelumnya wajib mandi besar. Bagi warga yang
berhalangan, disarankan untuk berada di pinggir jalan. Dikhawatirkan terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, karena pada saat itu disinyalir banyak roh-roh
jahat yang akan mengganggu acara ritual bersih desa.
Punden yang berdiri sejak jaman
penjajahan Belanda, perlu adanya pemugaran sebagai salah satu upaya
penghormatan adanya Punden Mbok Ndara Den Ayu. Cara yang dapat dilakukan oleh
warga Dusun Jito adalah dengan pebangunan rumah kecil yang permanen. Bentuk dan
ukuran disesuaikan dengan lebar punden itu senriri. Disekililing rumah punden
tersebut, halaman juga diratakan dengan semen dan ditepinya di bangun pagar
tembok dengan tinggi kurang lebih setengah meter.
Untuk perawatan setiap harinya, ada sejumlah warga
yang dengan sukarela membersihkan area Punden Mbok Ndara Den Ayu. Dalam upaya
membersihkan punden, umumnya kotor karena daun-daun yang berguguran. Untuk
sampah-sampah lain sangat jarang ditemui, karena warga Dusun Jito tidak ada
yang berani membuang sampah sembarangan. Mereka percaya bahwa menjaga
kebersihan adalah kewajiban setiap orang yang perlu ditanam dalam hati.
Punden Mbok Ndara Den Ayu dengan
punden-punden lainya mempunyai perbedaan yang mencolok, perbedaan tersebut
antara lain:
1. Punden pada jaman pra-sejarah
umumnya dilengkapi dengan menhir, batu datar, maupun benda lainnya. Namun,
Punden Mbok Ndara Den Ayu tidak dilengkapi.
2. Punden-punden di sekitar Dusun Jito
umumnya berupa pohon besar berumur puluhan tahun yang dikeramatkan. Namun,
Punden Mbok Ndara Den Ayu merupakan makam dari keturunan Kraton Surakarta.
3. Punden umumnya berada jauh dari
pemukiman warga. Namun, Punden Mbok Ndara Den Ayu terletak di tengah-tengah
Dusun Jito yang tepat berada di jalur Kecamatan Jatiyoso-Jatipuro dan jalur
Kecamatan Ngadirojo-Jatipuro, sehingga aksesnya sangat mudah dijangkau.
4. Punden Mbok Ndara Den Ayu merupakan
punden dengan umur yang relatif muda, yaitu punden pada masa penjajahan
Belanda.
Punden Mbok Ndara Den Ayu juga
dipercayai, bahwa tidak ada seekor burung berani terbang di atas punden
tersebut. Punden Mbok Ndara Den Ayu seakan-akan mempunyai daya magic yang kuat yang tidak mampu dilihat
kasat mata oleh sembarangan orang.
salam
BalasHapus