I.
JUDUL
PENGARUH BAHASA
INDONESIA SEBAGAI BAHASA IBU TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA JAWA SANTRI TPQ HUSNUL
KHOTIMAH DESA NGIJO KECAMATAN GUNUNGPATI KABUPATEN SEMARANG
II.
LATAR
BELAKANG
Bahasa adalah alat pertama dan utama untuk membangun
pemikiran yang jelas dan teliti. Kedudukan bahasa sebagai wahana komunikasi
dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa
sendiri dimulai sejak kecil hingga akhir hayat menunjukkan kemantapan dalam
berbahasa. Bahasa Indonesia di negara Indonesia
memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara (Suhendar
dan Supinah, 1992:88). Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki oleh bangsa
Indonesia sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Terlebih lagi bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara, sesuai
dengan ketentuan yang tertera di dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal
36, yang menyatakan bahwa bahasa negara
ialah bahasa Indonesia. Hal ini memberikan pengaruh besar terhadap penggunaan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama.
Posisi bahasa
Indonesia dalam pemerolehan bahasa bagi anak Indonesia akan ditemukan bahwa ada
anak yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan ada pula
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Anak yang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pertama, bahasa pertama yang dikenal dan dikuasai
adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesialah yang pertama-tama dijadikan sebagai
sarana komunikasi verbal sejak dia bayi. Anak yang bahasa pertamanya bahasa
Indonesia banyak dijumpai sekarang ini.
Selanjutnya
Tarigan dkk. (1998) mengungkapkan bahwa anak-anak yang dilahirkan dan
dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang menggunkan bahasa
daerah sebagai media komunikasi kesehariannya, kemungkinan besar anak itu
bahasa pertamanya adalah bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa
keduanya. Sekalipun anak itu telah mengenal bahasa Indonesia melalui berbagai
media (misalanya radio dan televisi), tetapi bahasa Indonesia yang dikuasainya
baru benar-benar digunakan ketika telah bersekolah.
Pemerolehan
bahasa juga dapat terjadi secara serempak dua bahasa dan secara berurutan.
Pemerolehan secara serempak dua bahasa terjadi pada anak yang dibesarkan dalam
masyarakat bilingual (menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi) atau dalam
masyarakat multilingual (menggunakan lebih dari dua bahasa). Sedangkan
pemerolehan berurut dua bahasa terjadi bila anak menguasai dua bahasa dalam
rentang waktu yang relatif berjauhan.
Bahasa ibu
merupakan bahasa pertama yang diajarkan orang tua kepada anak. Orang tua yang
paling berperan adalah ibu, karena ibu adalah sosok yang paling dekat dengan
anak di ranah keluarga.masing-masing anak mempunyai bahasa ibu yang
berbeda-beda. Banyak orang tua yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pertama karena menganggap bahwa bahasa Jawa tidak sesuai dengan perkembangan
zaman. Apalagi kegiatan anak lebih banyak dilakukan di luar rumah yang bahasa pengantarnya
bahasa Indonesia. Anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat yang menggunkan bahasa daerah sebagai media komunikasi
kesehariannya, tidak akan kesulitan dalam berbahasa Jawa. Namun, untuk anak
yang bahasa pertamanya bahasa Indonesia akan memberikan pengaruh besar terhadap
pemerolehan bahasa Jawa.
Masih banyak
anak di pulau Jawa khususnya Jawa Tengah yang pemerolehan bahasa pertamanya
adalah bahasa Jawa, tetapi hal itu tidak menjadikan penguasaan dan pemahaman
dalam mempelajarinya tanpa hambatan. Justru dengan munculnya arus globalisasi
yang gencar, anak-anak penutur bahasa Jawa lebih banyak dihadapkan pada suatu
dilema berbahasa.
Setiap anak
mendengarkan tuturan berbahasa Jawa, setiap itu pula siswa selalu mendapatkan
kesulitan dalam menerima informasi. Hal ini disebabkan oleh minimnya pendidikan
bahasa Jawa anak yang diperoleh
khususnya di dalam keluarga.
Dalam kesempatan
ini, peneliti akan mengupas tentang pengaruh bahasa Indonesia sebagai bahasa
ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ Husnul Khotimah. Dalam bahasa
Jawa terdapat ragam bahasa, yaitu ragam bahasa Jawa ngoko dan ragam bahasa Jawa krama.
Dalam penggunaannya harus memperhatikan unggah-ungguh
sebagai tanda penghormatan terhadap lawan bicara.
Santri TPQ
Husnul Khotimah dipilih sebagai tempat penelitian, karena santri menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pertamanya. Selain itu, sebagian besar
santrinya adalah anak-anak dari keluarga yang berada dan keluarga yang
mengikuti perkembangan jaman. Masalah yang akan diangkat pada penelitian ini
adalah tentang pengaruh bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu terhadap
pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ Husnul Khotimah. Dengan menggunakan teknik
observasi dan wawancara secara langsung diharapkan dapat memeroleh hasil
penelitian yang memuaskan. Penelitian dilakukan pada lima santri terkait
sebagai sample santri TPQ Husnul
Khotimah.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat diambil simpulan sementara bahwa bahasa ibu santri sangat
berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa Jawa. Dengan alasan tersebut peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ Husnul Khotimah.
III.
RUMUSAN
MASALAH
Dalam penelitian
pengaruh bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa
santri TPQ Husnul Khotimah mengacu
pada pembatasan masalah, yaitu:
- Apakah bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu berpengaruh terhadap
pemerolehan bahasa Jawa pada santri TPQ Husnul Khotimah?
- Bagaimanakah pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ Husnul Khotimah?
IV.
TUJUAN
PENELITIAN
Setelah mengetahui rumusan masalah, maka ada beberapa tujuan yang
hendak dicapai, yaitu:
- Mengetahui apakah bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu mempengaruhi
pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ Husnul Khotimah atau tidak.
- Mengetahui pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ Husnul Khotimah.
V.
MANFAAT
PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
teoritis maupun praktis. Secara teoritis, yang pertama dari hasil penelitian
ini bisa bermanfaat untuk mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan
mengenai pengaruh bahasa Indonesia sebagai bahasa
ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa.
Kedua, dengan penelitian ini dapat menambah ilmu dan wawasan pembaca, serta
menambah khasanah budaya bangsa khususnya pemerolehan bahasa Jawa. Ketiga, penelitian ini bermanfaat untuk
merangsang minat peneliti lain untuk menggali dan melestarikan bahasa Jawa.
Secara praktis
penelitian ini mempunyai beberapa manfaat yaitu: pembaca dapat memahami
pengaruh bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa
santri TPQ Husnul Khotimah. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi acuan atau
bahan ajar untuk meningkatkan ilmu serta menambah wawasan dan cakrawala baru
bagi pembaca serta generasi penerus di masa mendatang, karena isinya relevan
dengan kehidupan sekarang serta memberikan pencerahan yang mendalam kepada para
pembacanya.
VI.
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS
6.1 Kajian Pustaka
Penelitian tentang
bahasa dalam situasi multibahasa telah banyak dilakukan para ahli, tetapi masih
menjadi isu yang menarik pada saat sekarang. Oleh karena itu, masih perlu
diadakan penelitian lebih lanjut baik itu penelitian yang bersifat menguatkan,
melengkapi, maupun yang sifatnya baru. Beberapa hasil penelitian terbaru yang
berhubungan dengan topik penelitian ini, diantaranya penelitian yang dilakukan
Suratno (2009), Jehannisa Restya Mahdian (2010), dan Siti Rondiyah (2010).
Suratno (2009) dalam
penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Bimbingan Keluarga Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Jawa pada Siswa Kelas VII
SMP N 2 Rembang Kec. Rembang Kab. Purbalingga menunjukkan bahwa bimbingan
keluarga terhadap prestasi belajar siswa SMP N 2 Rembang saling mempengaruhi.
Relevansi dari
penelitian diatas dengan penelitian ini adalah pada tujuan dan obyeknya.
Penelitian Suratno bertujuan untuk mengetahui pengaruh bimbingan keluarga
terhadap prestasi belajar siswa dan mengambil obyeknya pada siswa SMP N 2
Rembang. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahasa
Indonesia sebagai bahasa ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa dengan obyeknya
pada santri TPQ Husnul Khotimah.
Jehannisa Restya
Mahdian (2010) menulis skripsi dengan judul Pengaruh
Bahasa Ibu Terhadap Kemampuan Penguasaan Kosakata dalam Pembelajaran Bahasa
Jawa Siswa Kelas V di SD Islam Al-Azhar 25 Semarang. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada satupun siswa yang bahasa ibunya bahasa
Jawa. Terdapat 22 siswa yang menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia
(campuran) sebagai bahasa ibu dan bahasa yang digunakan sehari-hari untuk
berkomunikasi. Sisanya, yaitu 8 siswa menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu.
Relevansi dari
penelitian diatas dengan penelitian ini adalah pada obyeknya. Penelitian
Jehannisa Restya Mahdian mengambil obyeknya pada Siswa Kelas V di SD Islam
Al-Azhar 25 Semarang. Sedangkan penelitian ini obyeknya pada santri TPQ Husnul
Khotimah.
Siti Rondiyah (2010)
menulis skripsi dengan judul Pemerolehan
Kalimat Bahasa Jawa Anak Usia 2-4 Tahun di PAUD Cita Mulia Kunduran Kabupaten
Blora. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemerolehan kalimat bahasa
Jawa pada siswa PAUD Cita Mulia Kunduran meliputi kalimat berita, kalimat
tanya, dan kalimat perintah. Pemerolehan bahasa tersebut mempunyai struktur
kalimat tunggal yaitu S-P, S-P-Pel, S-P-Pel-K, serta struktur kalimat majemuk
yaitu K-S-P-K, S-P-S-P-K, P-K-S-K, dan P-S-S-P-Pel.
Relevansi dari
penelitian diatas dengan penelitian ini adalah pada tujuan dan obyeknya.
Penelitian Siti Rondiyah bertujuan untuk mengetahui pemerolehan kalimat bahasa
Jawa dan obyeknya pada siswa PAUD Cita Mulia Kunduran. Sedangkan penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu
terhadap pemerolehan bahasa Jawa dengan obyeknya pada santri TPQ Husnul
Khotimah.
Dari semua penelitian-penelitian
yang dipaparkan, jelaslah bahwa penelitian ini belum pernah diteliti oleh orang
lain. Namun, penelitian tersebut dapat dijadikan dasar dari penelitian yang
akan dikaji peneliti.
6.2 Landasan Teori
Konsep-konsep yang
digunakan di dalam membahas topik penelitian ini meliputi (1) perspektif
psikolinguistik, (2) pemerolehan bahasa, (3) ragam pemerolehan bahasa (4) tahapan pemerolehan bahasa, (5) pemerolehan
bahasa pertama, dan (5) faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa
anak.
6.2.1 Perspektif Psikolinguistik
Menurut Foos (dalam Herman J. Waluyo,
2006:1) psikolinguistik adalah ilmu yang menelaah tentang apa yang diperoleh
seseorang, jika mereka melaksanakan proses perolehan bahasa (language
acquisition); bagaimana mereka memperoleh bahasa (producing language and speech); bagaimana mereka menggunakan bahasa
dalam proses mengingat dari memahami bahasa itu (comprehension and memory). Psikolinguistik berhubungan erat dengan
psikologi kognitif, yakni psikologi yang membahasa tentang pemaman dan
berfikir.
Dari pengertian yang dinyatakan Foos
tersebut dapat dilihat, bahwa psikolinguistik berhubungan dengan: (1) proses
perolehan bahasa, (2) proses produksi bahasa, dan (3) proses pemahaman dan
ingatan. Dalam proses produksi bahasa dibahas juga proses kerja otak manusia.
Dalam hal ini kita berhadapan dengan neorolinguistik. Dalam proses perolehan
bahasa, kita dihadapkan juga dengan perkembangan bahasa anak. Dalam proses
pemahaman bahasa, kita dihadapkan dengan proses mengingat bahasa, dan keduanya
merupakan proses bagaimana seseorang mengerti bahasa.
Psikolinguistik mempelajari
faktor-faktor psikologis dan neurobiologis
yang memungkinkan manusia
mendapatkan, menggunakan, dan memahami bahasa.
Kajiannya semula lebih banyak bersifat filosofis,
karena masih sedikitnya pemahaman tentang bagaimana otak
manusia berfungsi. Oleh karena itu psikolinguistik sangat erat kaitannya dengan
psikologi kognitif. Penelitian modern menggunakan biologi, neurologi, ilmukognitif,
dan teoriinformasi
untuk mempelajari cara otak memproses bahasa.
6.2.2 Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan
bahasa melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan
secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan
hal itu, maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan
kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami,
tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan, 1998).
Selain pendapat
tersebut, Kiparsky dalam Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan
serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata
bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa bersangkutan. Dengan
demikian, proses pemerolehan adalah proses bawah sadar. Penguasaan bahasa tidak
disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang secara eksplisit tentang
sistem kaidah yang ada di dalam bahasa kedua.
Berbeda dengan
proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara
sadar dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa. Adapun karakteristik
pemerolehan bahasa menurut Tarigan (1998) adalah:
- berlangsung
dalam situasi informal, anak-anak belajar bahasa tanpa beban, dan di luar
sekolah;
- pemilikan
bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembagalembaga pendidikan
seperti sekolah atau kursus
- dilakukan
tanpa sadar atau secara spontan; dan
- dialami
langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang bermakna bagi
anak.
Tarigan mengemukakan
bahwa perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan yang dinamis atau
suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang
sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks.
Pemerolehan
bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi ke-3 (2003:797), kata
“pemerolehan” bermakna proses, cara, perbuatan memperoleh, sedangkan kata
“bahasa” bermakna sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh
anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.
Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa menurut Maksan
(1993:20) adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang
secara tidak sadar, implisit, dan informal. Lyons (1981:252) menyatakan suatu
bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan
pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut pemerolehan bahasa. Artinya,
seorang penutur bahasa yang dipakainya tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa
tersebut.
6.2.3
Ragam Pemerolehan Bahasa
Ragam atau jenis
pemerolehan bahasa menurut Tarigan (1988) dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandangan, antara lain:
a.
berdasarkan bentuk
b.
berdasarkan urutan
c.
berdasarkan jumlah
d.
berdasarkan media
e.
berdasarkan keaslian
Ditinjau dari
segi bentuk, dikenal ragam:
a.
pemerolehan bahasa
pertama
b.
pemerolehan bahasa
kedua
c.
pemerolehan-ulang.
Ditinjau dari
segi urutan, dikenal ragam:
a.
pemerolehan bahasa
pertama
b.
pemerolehan bahasa
kedua
Ditinjau
dari segi jumlah, dikenal ragam:
a.
pemerolehan satu bahasa
b.
pemerolehan dua bahasa
Ditinjau
dari segi media, dikenal ragam:
a.
pemerolehan bahasa
lisan
b.
pemerolehan bahasa
tulis
Ditinjau
dari segi keaslian atau keasingan, dikenal ragam:
a.
pemerolehan bahasa asli
b.
pemerolehan bahasa
asing
Apabila
ditinjau dari segi keserentakan atau keberurutan, pada dasarnya
pemerolehan dua bahasa oleh seorang
anak dapat terjadi dalam dua cara, yaitu:
a.
pemerolehan bahasa
secara serentak
b.
pemerolehan bahasa
secara berurut
Pemerolehan serempak dua bahasa terjadi
pada anak yang dibesarkan dalam masyarakat bilingual (menggunakan dua bahasa
dalam berkomunikasi) atau dalam masyarakat multilingual (menggunakan lebih dari
dua bahasa). Anak mengenal, mempelajari, dan menguasai kedua bahasa secara
bersamaan. Sedangkan pemerolehan berurut dua bahasa terjadi bila anak menguasai
dua bahasa dalam rentang waktu yang relatif berjauhan (Tarigan, 1988 dan
Tarigan, 1998).
6.2.4 Tahapan Pemerolehan Bahasa
Kemampuan
berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi
bertahap. Kemajuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan perkembangan fisik,
mental, intelektual, dan sosialnya. Perkembangan bahasa anak ditandai oleh
keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari
bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks.
Berikut ini tahapan-tahapan anak memperoleh bahasa ketika
hidup dilingkungan sosial masyarakat.
a. Tahap
Pralinguistik
Seorang bayi
mulai mengenal kata melalui beberapa tahapan yang hampir sama. Menurut Kaplan
(dalam Dawud, 2008: 111) bahwa urutan tahapan perkembangan pralinguistik pada
anak dapat kita kenali sebagai berikut. Pertama, Tangisan; anak sejak lahir
sudah belajar bahasa yaitu melalui tangisannya. Sebelum lahir pun anak sudah
belajar bahasa, hanya saja belum dapat kita lihat dan dengarkan kemampuan
verbal secara nyata. Baru setelah lahir dapat kita amati proses belajar bahasa
anak melalui tangisan. Kedua, Vokalisasi; anak setelah umur satu bulan sudah
mengembangkan vokalisasi yang berbeda dengan tangisan. Ciri penanda vokalisasi
adalah variasi vokal yang berbeda antara tahap tangisan. Ketiga; Ocehan; anak
umur setengah tahun sudah memulai dengan ocehan kombinasi konsonan dan vokal
sudah mulai tampak. Keempat, ujaran terpola; umur satu tahun anak mulai berkata
dengan pola ujaran yang benar dalam satu kata permulaan.
b. Tahap
Pemerolehan Kata
Pemerolehan kata
sangat dipengaruhi kehidupan sosial anak. Kajian pemerolehan kosakata biasanya
difokuskan pada pemerolehan kata, ujaran, makna kata dan penggunaannya. Seorang
anak akan menyimpan kosakata baru yang sering didengar, dilihat, ditemui,
dialami dan dirasakannya, sedangkan kosakata yang jarang didengarnya akan
dilupakan seiring dengan pertumbuhannya. Oleh karena itu, seorang anak yang di
dalam percakapan keluarganya berbahasa Indonesia, akan memperoleh kosakata
bahasa Indonesia lebih banyak dan variatif dibandingkan dengan percakapan di
keluarga yang berbahasa jawa.
Pemerolehan
makna kata pada anak tentunya tidak sekedar diserap secara alami, tetapi anak
juga mengalami proses berpikir ketika menggunakannya. Pemaknaan terhadap kata
akan semakin baik jika anak tersebut frekuensi pemakainnya lebih banyak. Selain
itu pengaruh, lawan bicara, budaya, sosial dan lingkungan sangat mendukung
pemerolehan makna kata pada anak.
c. Tahap
Penguasaan Kata dalam Kalimat
Arti
penguasaan kata di sini sudah merujuk pada pemahaman dan aplikasi yang nyata.
Artinya seorang anak dikatakan benar-benar menguasai kosakata jika dapat
memaknai, memilih, dan menggunakan kata secara tepat dalam berkomunikasi.
Selain itu, anak juga dapat menerapkan kata tersebut dalam kalimat-kalimat
ataupun percakapan dengan orang lain secara komunikatif. Penguasaan kata dalam
kalimat pada tahap ketiga ini juga dapat dikatakan bahwa pembalajar sudah mulai
menguasai kompetensi pragmatik. Kompetensi pragmatis ini akan terus berkembang
seiring dengan tingkat kedewasaan pembelajar bahasa.
6.2.5 Pemerolehan Bahasa Pertama
Bahasa ibu adalah bahas pertama
yang dipelajari oleh seseorang dan orangnya disebut penutur asli dari bahasa
tersebut. Biasanya seorang anak belajar dasar-dasar bahasa pertama mereka dari
keluarga mereka. Kepandaian dalam bahasa asli sangat penting untuk proses
belajar berikutnya, karena bahasa ibu dianggap sebagai dasar cara berpikir.
Kepandaian yang kurang dari bahasa pertama seringkali membuat proses belajar
bahasa lain menjadi sulit. Oleh karena itu bahasa ibu memiliki peran penting
dalam memperoleh
bahasa kedua.
6.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
dan Pemerolehan Bahasa Anak
Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pemerolehan bahasa, di
antaranya menurut Tarigan (2000: 1.21); Fisher & Terry
(1982: 69-70) adalah sebagaimana
dikemukakan berikut ini.
- Faktor Biologis
Frisher
& Terry mengemukakan bahwa salah satu pandangan yang cenderung
melihat faktor biologi dalam pemerolehan bahasa adalah Lenneberg, yang
menguraikan dasar-dasar biologis yang memungkinkan manusia menjadi manusia
karena bahasanya. Menurutnya bahasa merupakan proses evolusioner dan secara
genetis sebagai dasar kapasitas berbahasa pada manusia secara turun temurun.
Dengan demikian, setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan kemampuan
kodrati atau alami yang memungkinkannya menguasai bahasa. Potensi alami
itu bekerja secara otomatis, Chomsky (Tangan, 2000) menyebutnya sebagai potensi
yang terkandung dalam perangkat biologis anak dengan istilah Piranti Pemerolehan
Bahasa (Language Acquisüion Devices). LAD adalah struktur mental
yang secara internal dimiliki oleh setiap manusia, yang bersifat kodrati
atau bawaan (innate) dan terdapat di benak manusia secara abstrak.
- Faktor Lingkungan Sosial
Untuk
memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak memerlukan orang lain untuk
berinteraksi dan berkomunikasi. Anak yang secara sengaja dicegah untuk
mendengarkan sesuatu atau menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi, tidak akan
memiliki kemampuan berbahasa. Alasannya, karena bahasa yang diperoleh anak
tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam lingkungan
yang menggunakan bahasa. Atas dasar itu, maka menurut Tarigan (2000: 1.23) anak
memerlukan orang lain untuk mengirimkan dan menerima tanda-tanda suara dalam
bahasa itu secara fisik. Anak memerlukan contoh atau model berbahasa, respon
atau tanggapan, serta teman untuk berlatih dan beruji coba dalam belajar bahasa
dalam konteks yang sesungguhnya. Dengan demikian, lingkungan sosial tempat anak
tinggal dan tumbuh seperti keluarga dan masyarakat merupakan salah satu faktor
utama yang menentukan perkembangan dan pemerolehan bahasanya.
- Faktor Inteligensi
Intelektual
adalah daya atau kemampuan anak dalam berpikir atau bernalar. Intelegensi ini
bersifat abstrak dan tidak dapat diamati secara langsung. Pemahaman tentang
tingkat intelegensi seseorang hanya dapat disimpulkan melalui perilakunya.
Sesungguhnya, semua anak baik yang bernalar tinggi, sedang, ataupun rendah,
pada umumnya dapat belajar dan memperoleh bahasa dengan sukses. Perbedaannya
terletak pada jangka waktu dan tingkat kreativitas. Anak yang berintelegensi
tinggi, tingkat pencapaian bahasanya lebih cepat, lebih banyak, dan lebih bervariasi
khasanah bahasanya daripada anak-anak yang mempunyai kemampuan bernalar sedang
maupun rendah.
- Faktor Motivasi
Dalam
belajar bahasa, seorang anak tidak terdorong demi bahasa sendiri. Mereka
belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti lapar,
haus, serta perlu perhatian dan kasih sayang Goodman; Tompkins & Hoskisson
(Tangan, 2000:1.27). Inilah yang disebut motivasi instrinsik yang berasal dari
dalam diri anak itu sendiri. Untuk itulah mereka memerlukan komunikasi dengan
sekitarnya. Kebutuhan komunikasi itu ditujukan agar dia dapat dipahami dan
memahami guna mewujudkan kepentingan dirinya. Selain adanya dorongan dari
dalam, alasan lain untuk berbahasa dalam perkembangannya anak merasakan bahwa
komunikasi bahasa yang dilakukannya membuat orang lain senang dan gembira
sehingga anak pun kerap menerima pujian dan respon baik dari mitra bicaranya.
Kondisi ini memacu anak untuk belajar dan menguasai bahasanya lebih baik, dan
inilah yang dikenal dengan motivasi ekstrinsik.
VII.
METODOLOGI
PENELITIAN
Metode penelitian
merupakan sesuatu yang penting di dalam sebuah penelitian. Metode dipandang
sebagai pedoman atau petunjuk singkat yang berguna bagi peneliti. Oleh karena
itu penelitian ini fokus pada dimensi pemerolehan bahasa Jawa tokoh utama, maka
objek penelitian ini berfokus pada pemerolehan bahasa Jawa, terutama yang
terkait dengan tokoh utama.
7.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikolinguistik, yaitu
pendekatan penelitian yang membahas bagaimana sebenarnya para pemakai bahasa
membentuk atau mengerti kalimat-kalimat bahasa tersebut. sehingga proses-proses
mental dalam pemakaian bahasa dapat terungkap.
7.2 Data dan Sumber Data
Langkah awal yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah penyediaan data. Data adalah hasil
pencatatan penelitian, baik berupa fakta maupun berupa angka yang dijadikan
bahan untuk menyusun suatu informasi
(Arikunto, 1992: 91-92).
Data dalam penelitian
kualitatif berwujud konsep-konsep, kategori-kategori yang bersifat abstrak yang
sukar diangkakan (Satoto, 1988:18). Data penelitian ini berupa
cuplikan-cuplikan yang berkaitan dengan pengaruh bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ Husnul Khotimah. Sumber
data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber
data primer merupakan sumber data pelengkap yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu data-data bersumber dari buku-buku acuan yang berhubungan dengan
permasalahan yang menjadi objek penelitian.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh langsung
dari sumber data penyelidik untuk keperluan penelitian (Surachmad, 1990:103).
Sumber data sekunder penelitian ini adalah santri TPQ Husnul Khotimah.
Semi (1993:32)
mengatakan, bahwa apabila objek penelitian tidak ada, maka tentu saja
penelitian tidak akan pernah ada. Oleh sebab itu, objek penelitian itu penting
bahkan merupakan jiwa penelitian. Adapun objek penelitian ini adalah pengaruh
bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu terhadap pemerolehan bahasa Jawa santri TPQ
Husnul Khotimah.
Penelitian
ini dilakukan di TPQ Husnul Khotimah pada bulan Desember dan Januari, khususnya
ketika mengaji. Tempat tersebut adalah tempat dimana santri melakukan
kewajibannya sebagai santri. Alasan dipilihnya santri TPQ Husnul Khotimah
sebagai obyek kajian adalah adanya penggunaan bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi. Selain itu, di tempat tersebut merupakan tempat berkumpulnya
anak-anak kecil.
VIII.
METODE
PENELITIAN
8.1 Metode Pengumpulan Data
Peneliti dalam
memperoleh data melalui teknik observasi, teknik wawancara, teknik sadap dan
teknik cakap.
8.1.1 Teknik Observasi atau Pengamatan
Observasi
atau pengamatan digunakan untuk mengamati tuturan-tuturan peminta-minta secara
langsung di lokasi penelitian. Pengamatan tersebut dilengkapi dengan format
atau blangko pengamatan sebagai instrumen yang selanjutnya dimasukkan dalam
kartu data (Arikunto, 1992:234).
Peneliti dalam
melakukan observasi dengan datang langsung ke tempat obyek penelitian, kemudian
peneliti mencatat apa saja hal-hal penting yang ada dalam pengamatan tersebut.
langkah-langkah dalam melakukan observasi yaitu: mempersiapkan alat yang
dibutuhkan, datang ke lokasi pengamatan, pengambilan data, dan menganalisis
data.
8.1.2 Wawancara
Teknik wawancara ini
dilakukan secara lisan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
tingkat pendidikan orang tua dan perilaku yang dilakukan kaitannya dengan
bahasa yang digunakan untuk berinteraksi dalam keluarganya dengan cara
memberikan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada orang tua anak, hal ini
dilakukan untuk mempermudah memperoleh data.
8.1.3 Teknik Sadap
Teknik
sadap merupakan teknik dasar yang digunakan dalam metode simak. Metode simak
merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara melakukan
penyimakan penggunaan bahasa (Mahsun, 2005:218). Teknik ini dilakukan dengan
memvideo peristiwa tutur tersebut dan membuat catatan yang berupa informasi
tambahan yang tidak diperoleh melalui kegiatan pemvideoan.
8.1.4 Teknik Cakap
Teknik
cakap adalah teknik pemerolehan data dengan cara melakukan percakapan dengan
penutur sebagai narasumber (Mahsun, 2005:226). Teknik cakap ini menggunakan
teknik lanjutan yaitu teknik pancing. Dalam hal ini, tentu saja percakapan itu
dikenali oleh peneliti dan diarahkan sesuai dengan kepentingannya, yaitu
memperoleh data sesuai dengan yang dikendaki atau diharapkan ada (Sudaryanto,
1993:138). Pelaksanaan teknik cakap juga dapat diikuti dengan teknik rekam dan
catat. Hal ini dimaksudkan agar mudah dalam menganalisis data.
8.2 Metode Analisis Data
Metode
dalam menganalisis data pada penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lainnya. Prosedur ini menghasilkan temuan yang diperoleh dari
data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana. Sarana tersebut
meliputi pengamatan dan wawancara, tetapi juga mencakup dokumen, buku, kaset
video, dan lain sebagainya ( Corbin, 2003: 4-5).
Metode kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan, orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Taylor dalam Aminudin,
1990:14).
8.3 Metode Penyajian Data
Langkah
selanjutnya yang dilakukan penelitit setelah selesai menganalisis data adalah
memaparkan hasil temuan. Pemaparan mencakup semua hal yang telah didapatkan di
lapangan. Menurut Sutopo (2002:89), menyatakan bahwa penyajian data merupakan
bagian dari suatu analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian
Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Corbin,
Juliet dan Anselm Strauss. 2003. Dasar-Dasar
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dardjowidjojo,
Soejono. 2008. Psikolinguistik.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Harras,
Kholid A. 2009. Dasar-Dasar
Psikolinguistik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
Lexy,
Moleong J. 1990. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mahdian,
Jehannisa Restya. 2010. Pengaruh Bahasa
Ibu Terhadap Kemampuan Penguasaan Kosakata dalam Pembelajaran Bahasa Jawa Siswa
Kelas V di SD Islam Al-Azhar 25 Semarang. Skripsi. Jurusan Bahasa dan
sastra Jawa UNNES, Semarang.
Moeliono, Anton M. 1985. Pengenbangan dan Pembinaan Bahasa.
Jakarta: Djambatan.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nababan, Subyakto. 1992. Psikolinguistik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Rondiyah,
Siti. 2010. Pemerolehan Kalimat Bahasa
Jawa Anak Usia 2-4 Tahun di PAUD Cita Mulia Kunduran Kabupaten Blora.
Skripsi. Jurusan Bahasa dan sastra Jawa UNNES, Semarang.
Sukardi.
2003. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Yogyakarta: Bumi Aksara.
Suratno.
2009. Pengaruh Bimbingan Keluarga
Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Jawa pada Siswa Kelas VII SMP N 2 Rembang Kec.
Rembang Kab. Purbalingga. Skripsi. Jurusan Bahasa dan sastra Jawa UNNES,
Semarang.
Tarigan,
Henry Guntur. 1988. Pengajaran
Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.
. 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.
. 1986. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.
Wiyati, Samsunu. 2005. Psikolinguistik. Bandung: Rafika
Aditama.
Yudibrata,
Karna, dkk. 1997. Psikolinguistik.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar