Selasa, 01 Juli 2014

Asal Usul Punden Mbok Ndara Den Ayu


Pangeran Sumber Nyawa atau yang disebut Raden Mas Said merupakan anak dari Kanjeng Pangeran Mangkunegara (Kartasura). Sejak kecil sangat akrab dengan penderitaan wong cilik yang menderita karena ulah penjajah Belanda. Pada tahun 1741 ketika Pangeran Sumber Nyawa berusia 16 tahun sampai 16 tahun berikutnya, Pangeran Sumber Nyawa melakukan perlawanan terhadap kompeni Belanda. Sebelumnya, Pangeran Sumber Nyawa berpindah ke Kabupaten Wonogiri, tempat leluhurnya dari pihak neneknya untuk memperkuat pasukan. Lambat laun, pasukan Pangeran Sumber Nyawa semakin bertambah.
Dengan  semboyan tiji tibeh atau mukti siji mukti kabeh mati siji mati kabeh, Pangeran Sumber Nyawa mampu mengomando pasukannya yang berjumlah ribuan. Pangeran Sumber Nyawa pun juga berprinsip Tri Darma, yaitu rumangsa melu handarbeni (merasa ikut memiliki), wajib melu hanggondheli (berkewajiban ikut mempertahankan), dan mulat sarira hangrasawani (berani melakukan introspeksi diri)
Dalam pertempuran, Pangeran Sumber Nyawa menggunakan strategi perang gerilya dan tiga matra (matra darat, matra laut, dan matra gunung). Wilayah gerilya mencakup wilayah pesisir pantai selatan dan pantai utara, serta seluruh wilayah Gunung Lawu sampai Ponorogo propinsi Jawa Timur. Selama kurun waktu 16 tahun tersebut terjadi banyak peperangan. Ketika perang tidak mampu dihindari dan pasukan Pangeran Sumber Nyawa kocar-kacir, tidak membuat Pangeran Sumber Nyawa patah semangat. Dari Wonogiri menuju ke timur, Pangeran Sumber Nyawa menghindari kejaran kompeni Balanda. Tiba di suatu pemukiman yang sekarang bernama Dusun Jito, permaisuri Pangeran Sumber Nyawa yang bernama Raden Ayu Mangkunegara mengalami pendarahan saat mengandung. Pangeran Sumber Nyawa beserta pasukan istirahat sementara di Dusun Jito untuk pemulihan kesehatan Raden Ayu Mangkunegara sekaligus mempersiapkan strategi dalam melawan kompeni Belanda.
Raden Ayu Mangkunegara merupakan anak dari Kyai Imam yang pada setiap malam Selasa Kliwon atau malam hanggarakasih wajahnya selalu bercahaya. Raden Ayu Mangkunegara aslinya bernama Rubiyah dan mendapat gelar Raden Ayu Kusuma Patahan.
Ketika di Dusun Jito, Raden Ayu disarankan untuk berjalanan dengan berjinjit agar kandungannya tidak mengalami keguguran. “Jinjita jinjita.” Namun, upaya tersebut gagal, Raden Ayu mengalami keguguran. Untuk mengenang upaya penyelaman si jabang bayi, pemukinan warga tersebut dinamakan Jito yang berasal dari kata jinjit. Setelah dirasa kesehatan Raden Ayu membaik, Pangeran Sumber Nyawa mulai melanjutkan perjalanan ke arah timur. Pangeran Sumber Nyawa melewati daerah Tloboledok, yaitu daerah dimana Pangeran Sumber Nyawa melaksanakan kungkum untuk meminta petunjuk. Kemudian, menuju ke timur lagi sampai Dusun Mbubakan. Setelah itu, tidak ada yang tahu ceritanya. Namun, ketika Pangeran Sumber Nyawa meninggal dunia di usia 72 tahun pada tanggal 28 desember 1795, Pangeran Sumber Nyawa dimakamkan di Desa Mangadeg, yaitu di bukit Bangun lereng gunung Lawu kabupaten Karanganyar yang merupakan salah satu tempat Pangeran Sumber Nyawa melakukan tapa.
Lambat laun tempat dimana Raden Ayu mengalami keguguran disebut punden. Awalnya punden tersebut bernama Punden Nyai Tretes yang bermakna tetesing getih. Getih dari orang yang keguguran merupakan darah kotor, sehingga tidak cocok digunakan untuk nama. Karena dirasa tidak nyaman dengan nama tersebut, nama punden berubah menjadi Punden Mbok Ndara Den Ayu. Sampai sekarang pun, warga Dusun Jito menyebutnya Punden Mbok Ndara Den Ayu.
Punden Mbok Ndara Den Ayu ini secara geografis terletak di Dusun Jito, Desa Ngepungsari, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar dengan luas areal sekitar 400 m². Secara garis besar punden memperlihatkan suatu undakan tanah yang keras. Di samping kanan dan kiri undakan tanah terdapat batas kosong yang biasanya digunakan untuk menempatkan saji-sajian. Di depan undakan sendiri biasanya digunakan untuk menghidupkan dupa dan perlengkapan lainnya.
Pintu masuk menuju bangunan ini tepat di depan punden yang menghadap arah selatan, langsung dengan jalan raya.  Untuk masuk ke Punden Mbok Ndara Den Ayu perlu menaiki kurang lebih 20 anak tangga yang terbuat dari semen. Pada bagian samping Punden Mbok Ndara Den Ayu dikelilingi halaman yang mampu menampung warga Dusun Jito ketika mengadakan ritual. Disana juga akan terlihat pagar-pagar bertembok permanen yang catnya sesuai dengan bangunan Punden Mbok Ndara Den Ayu yang bercatkan warna putih.
Punden Mbok Ndara Den Ayu akan semakin tinggi bentuknya dikarenakan banyaknya para warga yang menabur kembang setaman diatas pusaran punden tersebut. Nantinya, taburan yang banyak tersebut lambat laun akan menjadi tanah dan bertekstur keras. Dilihat dari jalan raya, sekilas Punden Mbok Ndara Den Ayu seperti rumah penduduk yang berukuran kecil. Pada malam hari akan terlihat dua lampu berwarna kuning, yang satu berada di pinggir jalan dan yang satunya lagi berada di depan rumah punden.
Sebagian besar masyarakat Dusun Jito, Desa Ngepungsari beragama Islam, namun adat istiadat yang berhubungan dengan religi dari zaman pra-Islam masih terlihat jelas. Dalam kaitannya dengan kepercayaan atau mitos masyarakat sekarang, bangunan Punden Mbok Ndara Den Ayu dianggap sebagai suatu bangunan kuno peninggalan para leluhur yang sangat dikeramatkan. Pernah terjadi suatu peristiwa kesurupan yang dialami salah satu warga Dusun Jito, yaitu ketika warga tersebut melecehkan keberadaan Punden Mbok Ndara Den Ayu. Dengan kejadian tersebut banyak warga Dusun Jito maupun warga sekitar yang menghormati keberadaan Punden Mbok Ndara Den Ayu.
Warga Dusun Jito yang pergi ke Punden Mbok Ndara Den Ayu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut antara lain:
  1. Upaya menghormati arwah leluhur,
  2. Mendapatkan kelancaran dalam melaksanakan kegiatan, seperti: mencari rejeki, pembangunan rumah, hajatan,
  3. Menolak bahaya dari ulah manusia maupun bencana karena lingkungan,
  4. Mendapat nikmat sehat,
  5. Rukun dalam bermasyarakat,
  6. Dan lain-lain.
Bentuk penghormatan terhadap Punden Mbok Ndara Den Ayu pun bermacam-macam, antara lain:
  1. Pemberian sesaji
  2. Kirim pundhen
  3. Bersih desa
  4. Pemugaran punden
  5. Mengklakson ketika berkendara melewati Punden Mbok Ndara Den Ayu
  6. Mengucapkan salam ketika memasuki area punden
  7. Bersikap sesuai unggah-ungguh
  8. Dalam keadaan suci
  9. Dan lain-lain
Warga Dusun Jito yang masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan leluhur dan meyakini bahwa adanya arwah leluhur yang mampu mengendalikan kehidupan, ketika akan meminta doa restu, warga  melakukan upacara kecil dengan sesaji yang dilaksanakan tepat di depan Punden Mbok Ndara Den Ayu yang dipimpin oleh sesepuh Dusun Jito. Upacara kecil ini merupakan slametan yang dilakukan perorangan (satu keluarga).
            Hal-hal yang perlu dipersiapkan ketika akan melakukan upacara kecil di Punden Mbok Ndara Den Ayu, antara lain:
  1. Pemilihan hari yang baik dengan mempertimbangkan weton si pelaksana hajat. Penghitungan hari baik dilakukan oleh sesepuh desa.
  2. Perlengkapan sesaji, yang berupa: kembang setaman, dupa, abu, kemenyan, gula pasir, dan makanan. Makanan tersebut terdiri dari: nasi, ingkung ayam jawa, oseng cabe, kelapa parut yang disangrai, gudangan, bongko, dan air minum. Jumlahnya menyesuaikan dengan warga, namun ketika ada warga lain yang melewati upacara tersebut dianjurkan untuk diundang.
  3. Undangan untuk para warga.
Kirim pundhen merupakan upacara warga Dusun Jito yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Ruwah  hari Jumat Wage (kalau  tidak ada hari Jumat Wage diganti hari Jumat Pon). Saat kirim pundhen  juga terdapat saji-sajian yang setiap kepala keluarga wajib membawa (seperti yang dijelaskan di atas). Saat itu pula akan terlihat rukunnya para warga satu dengan warga lainnya.
Sedangkan bersih desa (bersih dusun) merupakan upaya warga Dusun Jito, selain yang disebutkan diatas juga sebagai upaya penyelaras segala aspek kehidupan. Bersih desa diadakan setiap tiga kali setahun dengan menampilkan tari Tayub. Tari Tayub merupakan tarian yang disukai oleh Sri Mangkunegara (Pangeran Samber Nyawa). Tidak hanya warga Dusun Jito yang merasakan, tetapi warga dari dusun sekitar juga sangat menyambut hari gembira tersebut.
Tari Tayub sendiri merupakan tarian untuk upacara pubertas, kematian, kesuburan, perkawinan, pekerjaan, pengobatan, tontonan, dan sebagainya dengan memperlihatkan unsur keindahan dan keserasian gerak yang terdiri dari sindhen, pengrawit, dan penari. Tari Tayub menggambarkan pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. Sehingga tidak heran ketika Pangeran Sumber Nyawa berada di Dusun Jito menyajikan Tayuban untuk menarik simpati para warga agar berada di pihaknya dan tidak terpengaruh dari para kompeni Belanda.
Umumnya ketika menampilkan tari Tayub dibarengi dengan minum-minuman keras, tetapi ketika bersih desa di Dusun Jito tidak. Para warga mengetahui bahwa Pangeran Sumber Nyawa merupakan tokoh yang religius, yang taat dengan agama Islam. Terbukti di tengah perlawanan yang dilakukan, Pangeran Sumber Nyawa berhasil menyalin 30 juz ayat suci Al-Qur’an sampai delapan kali dengan tulisannya sendiri.
Bersih desa tersebut biasanya dimulai pada sore hari sekitar pukul 15.00 waktu setempat sampai menjelang sholat Magrib. Orang yang masuk ke area punden, sebelumnya wajib mandi besar. Bagi warga yang berhalangan, disarankan untuk berada di pinggir jalan. Dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, karena pada saat itu disinyalir banyak roh-roh jahat yang akan mengganggu acara ritual bersih desa.
Punden yang berdiri sejak jaman penjajahan Belanda, perlu adanya pemugaran sebagai salah satu upaya penghormatan adanya Punden Mbok Ndara Den Ayu. Cara yang dapat dilakukan oleh warga Dusun Jito adalah dengan pebangunan rumah kecil yang permanen. Bentuk dan ukuran disesuaikan dengan lebar punden itu senriri. Disekililing rumah punden tersebut, halaman juga diratakan dengan semen dan ditepinya di bangun pagar tembok dengan tinggi kurang lebih setengah meter.
Untuk perawatan setiap harinya, ada sejumlah warga yang dengan sukarela membersihkan area Punden Mbok Ndara Den Ayu. Dalam upaya membersihkan punden, umumnya kotor karena daun-daun yang berguguran. Untuk sampah-sampah lain sangat jarang ditemui, karena warga Dusun Jito tidak ada yang berani membuang sampah sembarangan. Mereka percaya bahwa menjaga kebersihan adalah kewajiban setiap orang yang perlu ditanam dalam hati.
Punden Mbok Ndara Den Ayu dengan punden-punden lainya mempunyai perbedaan yang mencolok, perbedaan tersebut antara lain:
1.      Punden pada jaman pra-sejarah umumnya dilengkapi dengan menhir, batu datar, maupun benda lainnya. Namun, Punden Mbok Ndara Den Ayu tidak dilengkapi.
2.      Punden-punden di sekitar Dusun Jito umumnya berupa pohon besar berumur puluhan tahun yang dikeramatkan. Namun, Punden Mbok Ndara Den Ayu merupakan makam dari keturunan Kraton Surakarta.
3.      Punden umumnya berada jauh dari pemukiman warga. Namun, Punden Mbok Ndara Den Ayu terletak di tengah-tengah Dusun Jito yang tepat berada di jalur Kecamatan Jatiyoso-Jatipuro dan jalur Kecamatan Ngadirojo-Jatipuro, sehingga aksesnya sangat mudah dijangkau.
4.      Punden Mbok Ndara Den Ayu merupakan punden dengan umur yang relatif muda, yaitu punden pada masa penjajahan Belanda.

Punden Mbok Ndara Den Ayu juga dipercayai, bahwa tidak ada seekor burung berani terbang di atas punden tersebut. Punden Mbok Ndara Den Ayu seakan-akan mempunyai daya magic yang kuat yang tidak mampu dilihat kasat mata oleh sembarangan orang.

1 komentar: