BENTUK DAN MAKNA
FILOSOFI PERABOT AKSARA JAWA
makalah
disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Semantik
oleh
Sri
Rahayu
2601411053
Rombel 2
JURUSAN BAHASA DAN
SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN
SENI
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kebudayaan adalah
warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya
dengan jalan mempelajarinya. Terdapat cara-cara atau mekanisme tertentu dalam
tiap masyarakat untuk membuat warganya mempelajari kebudayaan yang didalamnya
mengandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam
masyarakat.
Para leluhur Jawa
selalu berusaha untuk memahami alam
kanyatan dan alam kasunyatan.
Kemampuan orang Jawa dalam membaca tanda-tanda jaman secara waskitha dan wicaksana diwariskan secara turun-temurun. Kegiatan manusia sendiri
mengacu pada perubahan musim, siklus alam, suara hati, dan sasmita gaib. Segala
sesuatunya pasti mengandung maksud tertentu. Angin berhembus dan kicauam burung
pun dapat memberi arti, karena termasuk wahana
sasmitaning ngaurip.
Dalam masyarakat yang
sudah maju, nilai-nilai kehidupan dipelajari melalui jalur pendidikan, baik
secara formal maupun nonformal. Lembaga pendidikan merupakan tempat secara
formal untuk mempersiapkan diri sebagai warga masyarakat yang menguasai
ketrampilan hidup sehari-hari. Di luar lembaga pendidikan formal, warga
masyarakat juga mengalami proses sosialisasi terhadap masyarakat dan
kebudayaannya.
Filsafat aksara Jawa
yang luar biasa perlu diruwat, diaktualisasikan, tanpa menambah atau mengurangi
dengan mengubah susunannya (Riyadi, 1996: 28-29). Namun diluar semua gagasan
itu, yang pasti dengan kenyataan adanya usaha pengkajian terhadap filsafat dan
makna aksara Jawa. Disini penulis akan membahas perabot aksara Jawa.
1.2 Rumusan
Masalah
- Apa saja
jenis-jenis perabot aksara Jawa?
- Apakah
fungsi dari perabot aksara Jawa?
- Bagaimana
makna filosofis pada perabot aksara Jawa?
1.3 Tujuan
- Mengetahui
jenis-jenis perabot aksara Jawa.
- Mengetahui
fungsi dari perabot aksara Jawa.
- Mengetahui
makna filosofis pada perabot aksara Jawa.
1.4 Manfaat
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
teoritis maupun praktis. Secara teoritis, yang pertama dari hasil penelitian
ini bisa bermanfaat untuk mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan
mengenai perabot aksara Jawa. Kedua, dengan penelitian ini dapat menambah ilmu
dan wawasan pembaca. Ketiga, penelitian ini bermanfaat untuk merangsang minat
penulis lain untuk menggali lebih dalam perabot aksara Jawa.
Secara praktis
pembahasan ini mempunyai beberapa manfaat yaitu: pembaca dapat memahami perabot aksara Jawa. Selain itu, pembahasan
ini dapat menjadi acuan atau bahan untuk meningkatkan wawasan baru bagi pembaca
karena perabot aksara Jawa
relevan dengan kehidupan sekarang serta memberikan pencerahan yang mendalam
kepada para pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Perabot Aksara Jawa
Sandangan huruf Jawa
berfungsi atau mengubah bunyi dari huruf
mati menjadi sempurna. Artinya manusia yang berwujud wadag menjadi sempurna jika diberi sandangan.
1.2 Jenis-Jenis Perabot Aksara Jawa beserta Maknanya
a. Sandangan
Pangkon atau Pepet
Sandangan
ini berfungsi menghilangkan suara asli dari huruf yang dipangku atau mematikan
huruf yang dipangku. Sifat mematikan suara asli ngicalake witing swara pada badan manusia terletak pada roh. Hal
ini berarti bahwa manusia akan kehilangan sifat kemanusiaannya secara mutlak
jika meninggal.
Orang
Jawa jika dipangku atau diberi kebaikan akan luntur wibawanya atau kegagahannya
serta kekuasaannya akan sirna. Namun, jika dilihat sifat umum dari manusia yang
selalu menghargai jasa-jasa orang lain, selalu ingin membalas kasih dari orang
lain, ungkapan orang Jawa jika dipangku akan mati, nampaknya tidak benar.
Semangat membantu orang lain tidak berarti kita akan memetik dari hasil bantuan
itu berupa menurunnya martabat atau kekuasaan orang yang dibantu.
b. Sandangan
Kedua
Yaitu
suku, taling, taling tarung, pepet, dan wulu. Kelima sandangan ini berfungsi
mengubah bunyi mengikuti huruf yang dibarengi sandangan ini, tetapi tidak
mematikan huruf asalnya. Artinya kelima sandangan tersebut merupakan perabot
pelengkap utama dalam kehidupan manusia. Manusia yang kedunungan roh saja belum lengkap jika belum diberi sandangan yang
lain.
· Wulu
Bentuk
ini menggambarkan permulaan terbentuknya tubuh manusia. Wulu berarti hulu atau amiwiti. Perabot ini terletak di kepala.
Manusia hidup kedunungan roh, menurut pemahaman gaib terletak di otak. Otak
atau uteg berfungsi mengawali seluruh
kehidupan dan sebagai pusat kendali di dalam badan manusia.
· Suku
Bentuk
ini menggambarkan anggota badan sebagai penyangga terutama kaki. Suku juga
merupakan adeg-adeging badan manusia. Jika manusia tanpa adeg-adeg atau tanpa anggota badan, ia hidup tetapi tidak sempurna
kehidupannya.
· Taling
Bentuk
ini menggambarkan talingan atau telinga. Sandangan ini merupakan perabot
manusia yang terletak di telinga. Telinga merupakan kekuatan untuk mendengar.
Walaupun manusia memiliki telinga kalau tidak memiliki kekuatan untuk
mendengarkan maka akan cacat pendengarannya. Hal itu berarti akan berkurang
pula daya pada dirinya.
· Taling
Tarung
Bentuk
ini menggambarkan anggota badan manusia yaitu hidung. Sandangan ini merupakan
perabot manusia yang terletak dihidung atau perabot manusia berupa kekuatan
penciuman. Kekuatan penciuman harus dipunyai manusia agar menjadi semakin
sempurna. Hilangnya kekuatan penciuman akan menyebabkan kesulitan dalam
membedakan bau busuk dan bau wangi atau tidak dapat membedakan barang yang baik
dan barang yang tidak bermanfaat.
· Pepet
Pepet
berarti buntu atau buntet. Organ
tubuh manusia yang terpenting dan harus dijaga jangan sampai buntu adalah
jantung. Jantung berfungsi sebagai organ pembagi darah ke seluruh tubuh.
Sebagai pintu keluar maupun pintu masuknya darah. Harus selalu dijaga jangan
sampai tertutup atau buntet.
c. Sandangan
Ketiga
Ada
tiga sandangan yaitu cecak, layar, dan wignyan. Ketiga perabot tersebut
berfungsi sebagai panyigeging swara dari huruf yang diikuti serta tidak paten.
Dengan pengertian ini maka ketiga perabot tersebut sebagai perabot pelengkap
penting dalam tubuh manusia. Manusia menjadi kurang berarti jika belum memakai
perabot ini.
· Cecak
Bentuk
ini menggambarkan kelengkapan kehidupan manusia berupa budi atau hati sanubari.
Perabot ini terletak pada hati manusia. Pada budilah ada
pertimbangan-pertimbangan menuju kesempurnaan hidup. Pertimbangan rasa
kemanusiaan.
· Layar
Bentuk
ini masih merupakan kelengkapan kehidupan seperti cecak, namun kelengkapan ini
lebih mempertimbangkan nilainya yang berupa iman. Iman terletak di pulung hati.
Rasa iman mengacu pada keyakinan bahwa kehidupan benar-benar berasal dari Yang
Maha Kuasa.
· Wignyan
Adanya
budi, iman yang tergambar pada perabot ini belum cukup, karena pertimbangan
rasa belum ada. Oleh karena itu sandangan wignyan adalah rasa pangrasa yang
perlu dipunyai manusia. Itu terletak di dalam perut (waduk).
d. Sandangan
keempat
Selain
perabot-perabot yang telah diuraikan tersebut, yang terakhir adalah kekuatan
penglihatan yang terletak pada mata.
Mata terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian paling tengah atau manik yang berada di tengah bulatan
kecil, bundaran hitam setelah manik,
dan yang terakhir bagian mata yang putih (Kasmanto, 1989: 33).
Perabot
huruf Jawa disini ada tiga bentuk yaitu cakra,
keret, dan pengkal. Ketiga
sandangan itu masing-masing terletakpada manik yaitu cakra, pada bundaran hitam yaitu keret, dan pada putihnya mata yaitu pengkal. Fungsi ketiga sandangan ini sama seperti sifat mata. Jika
ada huruf yang berbunyi bersamaan harus menggunakan perabot ini dengan tanpa
mematikan huruf yang dibarengi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Perabot aksara Jawa merupakan sebagian kecil
hasil kebudayaan yang layak untuk dikaji maknanya secara mendalam. Pengertian
terhadap perabot aksara Jawa dapat menjadi pegangan bagi siapa saja, khususnya
pengertian mengenai hubungannya dengan ilmu tentang asal (sangkan) dan
bagaimana akan kemana (paran), yang biasa disebut sangkan paraning
dumadi (Sasangka, 1981:11)
3.2 Saran
Dalam kehidupan, masyarakat diharapkan menjaga keseimbangan dalam
pencapaian kenikmatan lahir dan batin, yakni keseimbangan kebutuhan fisik dan
psikis dalam kerangka yang utuh sesuai kodratnya. Orientasi yang sangat kuat
terhadap kehidupan lahir hanya akan menjebak manusia pada pikiran-pikiran
praktis dan jangka pendek, sehingga tidak mampu berpikir secara utuh dan jangka
panjang. Oleh karena itu, antara kebutuhan lahir dan batin diharapkan saling
seiringan sejak awal.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Endraswara, Suwardi. 2012. Agama Jawa. Yogyakarta: Lembu Jawa.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Purwadi.
2006. Petungan Jawa. Yogyakarta:
Pinus Book Publisher.
Suratno,
Pardi dan Heniy Astiyanto. 2009. Gusti
Ora Sare. Yogyakarta: Adiwacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar