Selasa, 01 Juli 2014

Bentuk dan Makna Filosofi Perabot Aksara Jawa

 

BENTUK DAN MAKNA FILOSOFI PERABOT AKSARA JAWA

makalah
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Semantik




oleh
Sri Rahayu
2601411053
Rombel 2




JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Terdapat cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk membuat warganya mempelajari kebudayaan yang didalamnya mengandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam masyarakat.
Para leluhur Jawa selalu berusaha untuk memahami alam kanyatan dan alam kasunyatan. Kemampuan orang Jawa dalam membaca tanda-tanda jaman secara waskitha dan wicaksana diwariskan secara turun-temurun. Kegiatan manusia sendiri mengacu pada perubahan musim, siklus alam, suara hati, dan sasmita gaib. Segala sesuatunya pasti mengandung maksud tertentu. Angin berhembus dan kicauam burung pun dapat memberi arti, karena termasuk wahana sasmitaning ngaurip.
Dalam masyarakat yang sudah maju, nilai-nilai kehidupan dipelajari melalui jalur pendidikan, baik secara formal maupun nonformal. Lembaga pendidikan merupakan tempat secara formal untuk mempersiapkan diri sebagai warga masyarakat yang menguasai ketrampilan hidup sehari-hari. Di luar lembaga pendidikan formal, warga masyarakat juga mengalami proses sosialisasi terhadap masyarakat dan kebudayaannya.
Filsafat aksara Jawa yang luar biasa perlu diruwat, diaktualisasikan, tanpa menambah atau mengurangi dengan mengubah susunannya (Riyadi, 1996: 28-29). Namun diluar semua gagasan itu, yang pasti dengan kenyataan adanya usaha pengkajian terhadap filsafat dan makna aksara Jawa. Disini penulis akan membahas perabot aksara Jawa.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa saja jenis-jenis perabot aksara Jawa?
  2. Apakah fungsi dari perabot aksara Jawa?
  3. Bagaimana makna filosofis pada perabot aksara Jawa?
1.3  Tujuan
  1. Mengetahui jenis-jenis perabot aksara Jawa.
  2. Mengetahui fungsi dari perabot aksara Jawa.
  3. Mengetahui makna filosofis pada perabot aksara Jawa.
1.4  Manfaat
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, yang pertama dari hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan mengenai perabot aksara Jawa. Kedua, dengan penelitian ini dapat menambah ilmu dan wawasan pembaca. Ketiga, penelitian ini bermanfaat untuk merangsang minat penulis lain untuk menggali lebih dalam perabot aksara Jawa.
Secara praktis pembahasan ini mempunyai beberapa manfaat yaitu: pembaca dapat memahami perabot aksara Jawa. Selain itu, pembahasan ini dapat menjadi acuan atau bahan untuk meningkatkan wawasan baru bagi pembaca karena perabot aksara Jawa relevan dengan kehidupan sekarang serta memberikan pencerahan yang mendalam kepada para pembacanya.



BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Perabot Aksara Jawa
Sandangan huruf Jawa berfungsi  atau mengubah bunyi dari huruf mati menjadi sempurna. Artinya manusia yang berwujud wadag menjadi sempurna jika diberi sandangan.
1.2 Jenis-Jenis Perabot Aksara Jawa beserta Maknanya
a.       Sandangan Pangkon atau Pepet
Sandangan ini berfungsi menghilangkan suara asli dari huruf yang dipangku atau mematikan huruf yang dipangku. Sifat mematikan suara asli ngicalake witing swara pada badan manusia terletak pada roh. Hal ini berarti bahwa manusia akan kehilangan sifat kemanusiaannya secara mutlak jika meninggal.
Orang Jawa jika dipangku atau diberi kebaikan akan luntur wibawanya atau kegagahannya serta kekuasaannya akan sirna. Namun, jika dilihat sifat umum dari manusia yang selalu menghargai jasa-jasa orang lain, selalu ingin membalas kasih dari orang lain, ungkapan orang Jawa jika dipangku akan mati, nampaknya tidak benar. Semangat membantu orang lain tidak berarti kita akan memetik dari hasil bantuan itu berupa menurunnya martabat atau kekuasaan orang yang dibantu.
b.      Sandangan Kedua
Yaitu suku, taling, taling tarung, pepet, dan wulu. Kelima sandangan ini berfungsi mengubah bunyi mengikuti huruf yang dibarengi sandangan ini, tetapi tidak mematikan huruf asalnya. Artinya kelima sandangan tersebut merupakan perabot pelengkap utama dalam kehidupan manusia. Manusia yang kedunungan roh saja belum lengkap jika belum diberi sandangan yang lain.
·      Wulu
Bentuk ini menggambarkan permulaan terbentuknya tubuh manusia. Wulu berarti hulu atau amiwiti. Perabot ini terletak di kepala. Manusia hidup kedunungan roh, menurut pemahaman gaib terletak di otak. Otak atau uteg berfungsi mengawali seluruh kehidupan dan sebagai pusat kendali di dalam badan manusia.
·      Suku
Bentuk ini menggambarkan anggota badan sebagai penyangga terutama kaki. Suku juga merupakan adeg-adeging badan manusia. Jika manusia tanpa adeg-adeg atau tanpa anggota badan, ia hidup tetapi tidak sempurna kehidupannya.
·      Taling
Bentuk ini menggambarkan talingan atau telinga. Sandangan ini merupakan perabot manusia yang terletak di telinga. Telinga merupakan kekuatan untuk mendengar. Walaupun manusia memiliki telinga kalau tidak memiliki kekuatan untuk mendengarkan maka akan cacat pendengarannya. Hal itu berarti akan berkurang pula daya pada dirinya.
·      Taling Tarung
Bentuk ini menggambarkan anggota badan manusia yaitu hidung. Sandangan ini merupakan perabot manusia yang terletak dihidung atau perabot manusia berupa kekuatan penciuman. Kekuatan penciuman harus dipunyai manusia agar menjadi semakin sempurna. Hilangnya kekuatan penciuman akan menyebabkan kesulitan dalam membedakan bau busuk dan bau wangi atau tidak dapat membedakan barang yang baik dan barang yang tidak bermanfaat.
·      Pepet
Pepet berarti buntu atau buntet. Organ tubuh manusia yang terpenting dan harus dijaga jangan sampai buntu adalah jantung. Jantung berfungsi sebagai organ pembagi darah ke seluruh tubuh. Sebagai pintu keluar maupun pintu masuknya darah. Harus selalu dijaga jangan sampai tertutup atau buntet.
c.       Sandangan Ketiga
Ada tiga sandangan yaitu cecak, layar, dan wignyan. Ketiga perabot tersebut berfungsi sebagai panyigeging swara dari huruf yang diikuti serta tidak paten. Dengan pengertian ini maka ketiga perabot tersebut sebagai perabot pelengkap penting dalam tubuh manusia. Manusia menjadi kurang berarti jika belum memakai perabot ini.
·      Cecak
Bentuk ini menggambarkan kelengkapan kehidupan manusia berupa budi atau hati sanubari. Perabot ini terletak pada hati manusia. Pada budilah ada pertimbangan-pertimbangan menuju kesempurnaan hidup. Pertimbangan rasa kemanusiaan.
·      Layar
Bentuk ini masih merupakan kelengkapan kehidupan seperti cecak, namun kelengkapan ini lebih mempertimbangkan nilainya yang berupa iman. Iman terletak di pulung hati. Rasa iman mengacu pada keyakinan bahwa kehidupan benar-benar berasal dari Yang Maha Kuasa.
·      Wignyan
Adanya budi, iman yang tergambar pada perabot ini belum cukup, karena pertimbangan rasa belum ada. Oleh karena itu sandangan wignyan adalah rasa pangrasa yang perlu dipunyai manusia. Itu terletak di dalam perut (waduk).
d.      Sandangan keempat
Selain perabot-perabot yang telah diuraikan tersebut, yang terakhir adalah kekuatan penglihatan  yang terletak pada mata. Mata terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian paling tengah atau manik yang berada di tengah bulatan kecil, bundaran hitam setelah manik, dan yang terakhir bagian mata yang putih (Kasmanto, 1989: 33).
Perabot huruf Jawa disini ada tiga bentuk yaitu cakra, keret, dan pengkal. Ketiga sandangan itu masing-masing terletakpada manik yaitu cakra, pada bundaran hitam yaitu keret, dan pada putihnya mata yaitu pengkal. Fungsi ketiga sandangan ini sama seperti sifat mata. Jika ada huruf yang berbunyi bersamaan harus menggunakan perabot ini dengan tanpa mematikan huruf yang dibarengi.




BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
            Perabot aksara Jawa merupakan sebagian kecil hasil kebudayaan yang layak untuk dikaji maknanya secara mendalam. Pengertian terhadap perabot aksara Jawa dapat menjadi pegangan bagi siapa saja, khususnya pengertian mengenai hubungannya dengan ilmu tentang asal (sangkan) dan bagaimana akan kemana (paran), yang biasa disebut sangkan paraning dumadi (Sasangka, 1981:11)
3.2 Saran
Dalam kehidupan, masyarakat diharapkan menjaga keseimbangan dalam pencapaian kenikmatan lahir dan batin, yakni keseimbangan kebutuhan fisik dan psikis dalam kerangka yang utuh sesuai kodratnya. Orientasi yang sangat kuat terhadap kehidupan lahir hanya akan menjebak manusia pada pikiran-pikiran praktis dan jangka pendek, sehingga tidak mampu berpikir secara utuh dan jangka panjang. Oleh karena itu, antara kebutuhan lahir dan batin diharapkan saling seiringan sejak awal.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Endraswara, Suwardi. 2012. Agama Jawa. Yogyakarta: Lembu Jawa.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Purwadi. 2006. Petungan Jawa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Suratno, Pardi dan Heniy Astiyanto. 2009. Gusti Ora Sare. Yogyakarta: Adiwacana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar