Kamis, 03 Juli 2014

Remaja

Masa Remaja dan Pubertas sebagai Tanda Akhir Masa Kanak-Kanak

Kalau kita memperhatikan segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik kehidupan manusia, binatang, flora, fauna maupun benda-benda anorganik, kita akan melihat suatu hal yang abadi, yaitu selalu adanya perubahan. Segalanya selalu berubah, lambat atau cepat, berwujud penyusutan, pertumbuhan maupun perkembangan, menurut sifat kodratnya masing-masing. Pantarei, demikian kita Demokritos, seorang filosof Yunani kuno, beberapa ratus tahun sebelum Masehi. Semuanya berubah, tidak satu pun yang abadi kecuali ketidakabadian itu sendiri.
            Demikian pula halnya dengan kehidupan manusia, yang bermula dari telur, kemudian melalui garis pertumbuhan: janin, bayi, kanak-kanak, anak, pemuda, adolesen, orang tua, dan akhirnya meninggal. Semuanya menurut garis perkembangan dengan segala variasinya sendiri, menurut irama perkembangannya sendiri-sendiri, tiada dua orang yang sama. Tiada seorang ahli pun yang mampu menemukan sesuatu hukum tertentu, melainkan baru sampai ke tingkat/ kategori teori-teori di dalam kehidupan organisme di dunia ini.
Bahwa setiap anak secara kodrat membawa variasi dan irama perkembangannya sendiri, perlu diketahui setiap orang tua, agar ia tidak bertanya-tanya bahkan bingung atau bereaksi negatif yang lain dalam menghadapi perkembangan anaknya. Bahkan ia harus bersikap tenang sambil mengikuti terus-menerus pertumbuhan itu, agar terhindar dari gangguan apa pun, yang tentu saja akan merugikan (Soejanto: 2005).
Setiap kehidupan adalah khas, suatu biografi baru dalam dunia. Menguji bentuk perkembangan manusia memungkinkan kita memahaminya dengan lebih baik. Perkembangan masa hidup adalah tentang irama dan makna kehidupan manusia, tentang perubahan misteri menjadi pemahaman, dan tentang perangkaian suatu potret siapa kita sebelumnya, saat ini, dan hari esok.
Kita yang barangkali sudah atau akan menjadi orang tua atau guru, perlu mempelajari perkembangan masa hidup. Tanggung jawab terhadap anak-anak sudah atau akan menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Semakin banyak mempelajari anak-anak, semakin baik bisa berurusan dengan mereka (John: 2002).
Selama lima belas tahun terakhir, penelitian oleh psikolog Howard Gardner dan rekan-rekannya di Harvard University telah menunjukkan bahwa setiap anak mempunyai banyak cara berbeda untuk menjadi pandai: melalui kata-kata, angka, gambar, musik, ekspresi fisik, pengalaman dengan alam, interaksi sosial, dan pemahaman diri sendiri. Para psikolog, pendidik, dan orangtua tidak lagi memusatkan begitu banyak perhatian pada potensi manusia dalam konteks yang sempit, seperti ketika berbicara tentang IQ seorang anak (Armstrong: 2005). Dalam hal ini, untuk kita dapat mempelajari perkembangan anak, perlu ditekankan bahwa pada dasarnya anak itu pandai dan kita perlu membimbingnya.
Perkembangan anak yang perlu diperhatikan, tidak kalah pentingnya adalah masa remaja. Masa remaja (adolescence) adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang berlangsung sejak usia 10 atau 11, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia dua puluhan awal. Secara umum, masa remaja ditandai dengan munculnya pubertas (puberty), proses yang akhirnya akan menghasilkan kematangan seksual, atau fertilitas-kemampuan untuk melakukan reproduksi. Sebagiana remaja mengalami masalah dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan dalam mengatasi bahaya saat menjalani masa ini.
Pubertas yang menandai akhir masa kanak-kanak dimulai dengan peningkatan tajam dari produksi hormon terkait jenis kelamin dan terjadi dalam dua tahapan: andrenarche, matangnya kelenjar adrenal, diikuti beberapa tahun berikutnya oleh gonadarche, kematangan organ seksual dan munculnya perubahan pubertas yang lebih jelas.
Perubahan  fisik pada saat pubertas, baik pada anak laki-laki maupun perempuan, mencakup perkembangan rambut kemaluan, suara yang bertambah besar, pesatnya pertumbuhan badan, dan perkembangan otot. Matangnya organ reproduksi mengawali haid pada anak perempuan dan produksi sperma pada anak laki-laki. Perubahan ini terjadi dalam urutan yang lebih konsisten dibandingkan dengan waktunya, walaupun tetap ada variasi.
Karakteristik Seks Sekunder (Diane E. Papalia dkk: 2009)
Perempuan
Laki-laki
Payudara
Perkembangan otot
Rambut kemaluan
Rambut kemaluan
Rambut ketiak (axillary)
Rambut ketiak
Perubahan suara
Perubahan suara
Perubahan kondisi kulit
Rambut di wajah
Meningkatnya lebar dan kedalaman panggul
Perubahan kondisi kulit
Perkembangan otot
Bahu menjadi lebih bidang
           
Berdasarkan sumber-sumber sejarah, para ahli perkembangan menemukan tren sekuler (seculer tren)- tren yang berlangsung selama beberapa generasi-dalam munculnya pubertas: makin mudanya usia saat pubertas dimulai dan saat remaja mencapai tinggi badan orang dewasa dan kematangan seksual.  Penjelasan yang mungkin diterima adalah meningkatnya standar kehidupan. Anak-anak yang lebih sehat, lebih berkecukupan dalam hal gizi, dan lebih mendapatkan perhatian diharapkan matang lebih dini dan tumbuh lebih besar (Anderson & Smith: 2003).
            Perubahan fisik yang dramatis memiliki efek psikologis. Sebagian besar remaja muda lebih peduli mengenai penampilan mereka dibanding tentang aspek lain dalam diri mereka, dan banyak yang tidak menyukai apa yang mereka lihat di cermin (Rosemblum & Lewis: 1999).
            Tanda utama dari kematangan seksual pada anak laki-laki adalah produksi sperma. Ejakulasi sperma, spermarche, atau biasa disebut “mimpi basah” terjadi rata-rata pada usia 13 tahun. Sedangkan tanda kematangan seksual anak perempuan adalah haid, luruhnya jaringan dinding rahim. Haid pertama, menarche, terjadi lebih lambat dalam tahapan perkembangan perempuan, waktu normalnya dapat bervariasi dari usia 10 tahun sampai 16 tahun (Papalia et al: 2009).
            Masa puber merupakan (Rifa’i & Anna: 2011):
1)      Periode tumpang tindih, karena kedudukan remaja berada di antara akhir masa kanak-kanak dan awal masa remaja.
2)      Periode yang singkat, berlangsung sekitar dua sampai empat tahun. Anak yang mengalami puber selama dua tahun atau kurang dianggap cepat matang, sedangkan anak yang mengalami puber tiga sampai empat tahun dianggap lambat matang.
3)      Dibagi dalam tiga tahap: tahap prapuber (bukan lagi seorang anak tetapi juga belum remaja), tahap puber (kematangan seksual muncul: haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki), tahap pascapuber (ciri-ciri seks sekunder misalnya kumis, jakun, suara yang berat, otot-otot yang kuat pada anak laki-laki; atau panggul yang besar, payudara, suara yang lembut pada anak perempuan, sudah berkembang dan organ-organ seks berfungsi secara matang).
4)      Pertumbuhan dan perubahan yang pesat. Pertumbuhan dan perubahan yang pesat meliputi perubahan dalam tubuh, perubahan dalam status termasuk penampilan, pakaian, sikap terhadap seks dan lawan jenis. Perubahan ini sering menimbulkan perilaku yang kurang baik.
5)      Fase negatif, fase dimana individu mengambil sikap “anti” terhadap kehidupan atau kelihatannya kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang. Pada fase ini perilaku remaja mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku (Rifa’i & Anna: 2011).

Sedangkan masa remaja merupakan:
1)      Periode yang penting. Ada beberapa periode yang dianggap lebih penting daripada beberapa periode lainnya, karena berakibat langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada yang dianggap penting karena berakibat jangka panjang. Pada periode remaja keduanya dianggap penting. Demikian pula masa remaja kedua-duanya.
2)      Periode peralihan. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja bukan lagi seseorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.
3)      Periode perubahan. Perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Ada 5 perubahan pada masa remaja. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan-perubahan yang menyertai kematangan seksual membuat remaja tidak yakin akan dirinya, kemampuan-kemampuannya serta minatnya. Ketiga, perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh lingkungan menimbulkan masalah baru bagi remaja. Keempat, perubahan dalam minat dan perilaku disertai pula perubahan dalam nilai-nilai. Kelima, sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka ingin dan menuntut kebebasan tetapi sering takut bertanggungjawab akan akibatnya dan tidak yakin dengan kemampuannya untuk memikul tanggung jawab tersebut.
4)      Usia bermasalah. Masalah remaja sering kali sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Hal itu disebabkan oleh: Pertama, selama masa kanak-kanak masalahnya sebagian besar diselesaikan orang tua atau guru sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, remaja merasa mandiri sehingga ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orang tua dan guru.
5)      Mencari identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih penting, kemudian lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal.
6)      Usia yang menimbulkan ketakutan. Adanya anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak membuat orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja menjadi takut bertanggungjawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Ini menyebabkan peralihan ke masa dewasa menjadi sulit.
7)      Masa yang tidak realistik. Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita.
8)      Ambang masa dewasa. Remaja mulai bertindak dan berperilaku seperti orang dewasa, yaitu merokok, minum-minumankeras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks.
Dalam masa puber, harga diri seorang anak juga berpengaruh besar pada pubertas. Rasa harga diri bagi manusia ibarat air bagi tanaman yang merupakan makanan sehari-hari bagi kesehatan emosi. Rasa harga diri yang sehat ialah kemampuan untuk melihat diri sendiri berharga, berkemampuan, penuh kasih sayang dan menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang khas serta kepribadian yang berharga dalam hubungan dengan orang lain (Berne & Sava: 1992).
            Efek psikologis dari waktu pubertas dan kematangan seksual bergantung pada bagaimana remaja dan orang-orang di dunia sekitar mereka mengartikan perubahan yang menyertainya. Efek dari kematangan yang berlangsung dini atau terlambat akan dipandang negatif saat remaja jauh berkembang atau jauh tertinggal dibandingkan teman seusianya, saat mereka tidak melihat perubahan tersebut menguntungkan, dan saat beberapa kejadian yang membuat stres terjadi di saat yang sama (Petterson: 1995; Simmons, Blyth, dan Mc Kinney: 1993).
            Dalam menjaga hubungan anak dan orang sekitar, dapat dilakukan dengan cara:
- Membina persahabatan:
1)      Menyediakan diri bagi anak-anak
2)      Mendengarkan tanpa menilai
3)      Mengingat nama-nama
4)      Berbagi rasa secara timbal-balik
5)      Menekankan keamanan
6)      Mempersiapkan suatu pertemuan
7)      Membawa anak-anak ke tempat istimewa
8)      Apa adanya (tidak berpura-pura)
-Bebas dari ancaman:
1)      Berhati-hati terhadap fantasi yang menantang
2)      Berhati-hati terhadap perasaan kita yang negatif
3)      Bersedia membimbing anak
4)      Mengadakan tempat pertemuan yang netral
5)      Berusaha agar anak mengerti maksud pertemuan
6)      Jangan mempermalukan anak
7)      Menunjukkan perhatian kita dengan cara yang tidak menakutkan
8)      Bertanya tanpa membuat takut

-Membina sukses:
1)      Membina sukses dalam pergaulan
2)      Mengungkapkan hal-hal yang positif
3)      Menghargai tanda perhatian anak
4)      Memanfaatkan sukses-sukses yang ada
5)      Mengamati gejala-gejala perkembangan
6)      Membuat catatan tentang hubungan kita
7)      Menunjukkan perkembangan keterampilan anak
8)      Mengemukakan harapan
9)      Menjaga harapan-harapan tetap relistis
10)  Menyadari bahwa kita adalah model
11)  Jangan membuat anak merasa jemu
-Membangun jembatan menuju dunia yang penuh cinta kasih:
1)      Memberikan sesuatu yang kita miliki kepada anak
2)      Memberitahu anak bahwa kita bagian dari dunia mereka
3)      Memanfaatkan alam lingkungan
4)      Membiarkan anak berbagi kasih kita dengan temannya
5)      Membiarkan anak membantu kita
6)      Menjadi jembatan untuk mencapai dunia luar
7)      Menceritakan anak tentang kisah kita
-Mengembangkan kebebasan memilih:
1)      Membiarkan anak yang menentukan
2)      Mendorong tumbuhnya motivasi pribadi
3)      Memberikan hadiah sebagai tanda persahabatan
4)      Saling percaya
5)      Tanggap akan peran anak
-Menangani dorongan emosi yang kuat:
1)      Memberi hak kepada anak untuk mengungkapkan emosinya
2)      Mengungkapkan dorongan perasaan dengan kuat
3)      Memberi cukup waktu kepada anak
4)      Membantu anak mengendalikan emosi
5)      Mengurangi stres dengan kegiatan fisik
6)      Menerima apa saja, termasuk apa yang tidak diharapkan
7)      Mendorong anak berani berbicara dengan orang dewasa
8)      Mendasari anak yang ketakutan dengan fakta-fakta
-Semangat yang menguatkan:
1)      Membantu anak memandang diri sendiri secara positif
2)      Menunjukkan kepada anak perkembangan mereka sendiri
3)      Menemukan dan menikmati sumber-sumber tersembunyi
4)      Siap menerima ujian atas keterlibatan kita
5)      Humor untuk membina persahabatan
6)      Sentuhan sering berarti daripada kata-kata


Daftar Pustaka

Rifa’i, Achmad & Anni, Catharina Tri. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Armstrong, Thomas. 2005. Setiap Anak Cerdas!.  Jakarta: Gramedia.
Berne, Patricia H. dan Sava, Louis M. 1992. Membangun Harga diri Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Anderson, R. N., & Smith, B. L. 2003. Leading causes for 2001. National Vital Statistics Reports. Hyattsville: National Center for Health Statistics.
John W. Santrock. Live-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). 2002. Jakarta: Erlangga
Papalia, diane E. dkk. 2009. Human Development. Jakarta. Salemba Humanika.
Patterson, C. J. 1995. Sexual Orientation and Human Development: An overview. Development Psychology, 31, 3-11.
Rosemblum, G. D., & Lewis, M. 1999. The Relations among Body Image, Physical Attractiveness, and Body Mass in Adolescence. Child Development. 70, 50-64.
Soejanto, Agoes. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Simmons, R. G., Blyth, D. A., & McKinney, K. L. 1983. The Social and Psychological Effect of Puberty on white Females. In J. Brooks-Gunn & A. C. Petersen (Eds.), Girls at Puberty:n Biological and Psychological Perspective. New York: Plenum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar