Masa Remaja dan
Pubertas sebagai Tanda Akhir Masa Kanak-Kanak
Kalau kita
memperhatikan segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik kehidupan manusia,
binatang, flora, fauna maupun benda-benda anorganik, kita akan melihat suatu
hal yang abadi, yaitu selalu adanya perubahan. Segalanya selalu berubah, lambat
atau cepat, berwujud penyusutan, pertumbuhan maupun perkembangan, menurut sifat
kodratnya masing-masing. Pantarei, demikian kita Demokritos, seorang filosof
Yunani kuno, beberapa ratus tahun sebelum Masehi. Semuanya berubah, tidak satu
pun yang abadi kecuali ketidakabadian itu sendiri.
Demikian
pula halnya dengan kehidupan manusia, yang bermula dari telur, kemudian melalui
garis pertumbuhan: janin, bayi, kanak-kanak, anak, pemuda, adolesen, orang tua,
dan akhirnya meninggal. Semuanya menurut garis perkembangan dengan segala
variasinya sendiri, menurut irama perkembangannya sendiri-sendiri, tiada dua
orang yang sama. Tiada seorang ahli pun yang mampu menemukan sesuatu hukum
tertentu, melainkan baru sampai ke tingkat/ kategori teori-teori di dalam
kehidupan organisme di dunia ini.
Bahwa setiap anak
secara kodrat membawa variasi dan irama perkembangannya sendiri, perlu
diketahui setiap orang tua, agar ia tidak bertanya-tanya bahkan bingung atau
bereaksi negatif yang lain dalam menghadapi perkembangan anaknya. Bahkan ia
harus bersikap tenang sambil mengikuti terus-menerus pertumbuhan itu, agar
terhindar dari gangguan apa pun, yang tentu saja akan merugikan (Soejanto:
2005).
Setiap kehidupan adalah
khas, suatu biografi baru dalam dunia. Menguji bentuk perkembangan manusia
memungkinkan kita memahaminya dengan lebih baik. Perkembangan masa hidup adalah
tentang irama dan makna kehidupan manusia, tentang perubahan misteri menjadi
pemahaman, dan tentang perangkaian suatu potret siapa kita sebelumnya, saat
ini, dan hari esok.
Kita yang barangkali
sudah atau akan menjadi orang tua atau guru, perlu mempelajari perkembangan
masa hidup. Tanggung jawab terhadap anak-anak sudah atau akan menjadi bagian
dari kehidupan kita sehari-hari. Semakin banyak mempelajari anak-anak, semakin
baik bisa berurusan dengan mereka (John: 2002).
Selama lima belas tahun
terakhir, penelitian oleh psikolog Howard Gardner dan rekan-rekannya di Harvard
University telah menunjukkan bahwa setiap anak mempunyai banyak cara berbeda
untuk menjadi pandai: melalui kata-kata, angka, gambar, musik, ekspresi fisik,
pengalaman dengan alam, interaksi sosial, dan pemahaman diri sendiri. Para
psikolog, pendidik, dan orangtua tidak lagi memusatkan begitu banyak perhatian
pada potensi manusia dalam konteks yang sempit, seperti ketika berbicara
tentang IQ seorang anak (Armstrong: 2005). Dalam hal ini, untuk kita dapat
mempelajari perkembangan anak, perlu ditekankan bahwa pada dasarnya anak itu
pandai dan kita perlu membimbingnya.
Perkembangan anak yang
perlu diperhatikan, tidak kalah pentingnya adalah masa remaja. Masa remaja
(adolescence) adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke
masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif, dan
psikososial yang berlangsung sejak usia 10 atau 11, atau bahkan lebih awal
sampai masa remaja akhir atau usia dua puluhan awal. Secara umum, masa remaja
ditandai dengan munculnya pubertas (puberty),
proses yang akhirnya akan menghasilkan kematangan seksual, atau
fertilitas-kemampuan untuk melakukan reproduksi. Sebagiana remaja mengalami
masalah dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi secara bersamaan dan
membutuhkan bantuan dalam mengatasi bahaya saat menjalani masa ini.
Pubertas yang menandai
akhir masa kanak-kanak dimulai dengan peningkatan tajam dari produksi hormon
terkait jenis kelamin dan terjadi dalam dua tahapan: andrenarche, matangnya kelenjar adrenal, diikuti beberapa tahun
berikutnya oleh gonadarche,
kematangan organ seksual dan munculnya perubahan pubertas yang lebih jelas.
Perubahan fisik pada saat pubertas, baik pada anak
laki-laki maupun perempuan, mencakup perkembangan rambut kemaluan, suara yang
bertambah besar, pesatnya pertumbuhan badan, dan perkembangan otot. Matangnya
organ reproduksi mengawali haid pada anak perempuan dan produksi sperma pada
anak laki-laki. Perubahan ini terjadi dalam urutan yang lebih konsisten
dibandingkan dengan waktunya, walaupun tetap ada variasi.
Karakteristik Seks Sekunder (Diane E.
Papalia dkk: 2009)
Perempuan
|
Laki-laki
|
Payudara
|
Perkembangan
otot
|
Rambut
kemaluan
|
Rambut
kemaluan
|
Rambut
ketiak (axillary)
|
Rambut
ketiak
|
Perubahan
suara
|
Perubahan
suara
|
Perubahan
kondisi kulit
|
Rambut
di wajah
|
Meningkatnya
lebar dan kedalaman panggul
|
Perubahan
kondisi kulit
|
Perkembangan
otot
|
Bahu
menjadi lebih bidang
|
Berdasarkan
sumber-sumber sejarah, para ahli perkembangan menemukan tren sekuler (seculer tren)- tren yang berlangsung
selama beberapa generasi-dalam munculnya pubertas: makin mudanya usia saat
pubertas dimulai dan saat remaja mencapai tinggi badan orang dewasa dan
kematangan seksual. Penjelasan yang
mungkin diterima adalah meningkatnya standar kehidupan. Anak-anak yang lebih sehat,
lebih berkecukupan dalam hal gizi, dan lebih mendapatkan perhatian diharapkan
matang lebih dini dan tumbuh lebih besar (Anderson & Smith: 2003).
Perubahan
fisik yang dramatis memiliki efek psikologis. Sebagian besar remaja muda lebih
peduli mengenai penampilan mereka dibanding tentang aspek lain dalam diri
mereka, dan banyak yang tidak menyukai apa yang mereka lihat di cermin
(Rosemblum & Lewis: 1999).
Tanda
utama dari kematangan seksual pada anak laki-laki adalah produksi sperma.
Ejakulasi sperma, spermarche, atau biasa disebut “mimpi basah” terjadi
rata-rata pada usia 13 tahun. Sedangkan tanda kematangan seksual anak perempuan
adalah haid, luruhnya jaringan dinding rahim. Haid pertama, menarche, terjadi lebih
lambat dalam tahapan perkembangan perempuan, waktu normalnya dapat bervariasi
dari usia 10 tahun sampai 16 tahun (Papalia et al: 2009).
Masa
puber merupakan (Rifa’i & Anna: 2011):
1) Periode
tumpang tindih, karena kedudukan remaja berada di antara akhir masa kanak-kanak
dan awal masa remaja.
2) Periode
yang singkat, berlangsung sekitar dua sampai empat tahun. Anak yang mengalami
puber selama dua tahun atau kurang dianggap cepat matang, sedangkan anak yang
mengalami puber tiga sampai empat tahun dianggap lambat matang.
3) Dibagi
dalam tiga tahap: tahap prapuber (bukan lagi seorang anak tetapi juga belum
remaja), tahap puber (kematangan seksual muncul: haid pada anak perempuan dan
mimpi basah pada anak laki-laki), tahap pascapuber (ciri-ciri seks sekunder
misalnya kumis, jakun, suara yang berat, otot-otot yang kuat pada anak
laki-laki; atau panggul yang besar, payudara, suara yang lembut pada anak
perempuan, sudah berkembang dan organ-organ seks berfungsi secara matang).
4) Pertumbuhan
dan perubahan yang pesat. Pertumbuhan dan perubahan yang pesat meliputi
perubahan dalam tubuh, perubahan dalam status termasuk penampilan, pakaian,
sikap terhadap seks dan lawan jenis. Perubahan ini sering menimbulkan perilaku
yang kurang baik.
5) Fase
negatif, fase dimana individu mengambil sikap “anti” terhadap kehidupan atau
kelihatannya kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang. Pada
fase ini perilaku remaja mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak
melawan norma sosial yang berlaku (Rifa’i & Anna: 2011).
Sedangkan masa remaja
merupakan:
1) Periode
yang penting. Ada beberapa periode yang dianggap lebih penting daripada
beberapa periode lainnya, karena berakibat langsung terhadap sikap dan
perilaku, dan ada yang dianggap penting karena berakibat jangka panjang. Pada
periode remaja keduanya dianggap penting. Demikian pula masa remaja
kedua-duanya.
2) Periode
peralihan. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidak jelas dan
terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja bukan
lagi seseorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain pihak, status remaja
yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberi waktu kepadanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat
yang paling sesuai bagi dirinya.
3) Periode
perubahan. Perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik. Ketika
perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga
berlangsung pesat. Ada 5 perubahan pada masa remaja. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan-perubahan yang menyertai kematangan seksual
membuat remaja tidak yakin akan dirinya, kemampuan-kemampuannya serta minatnya.
Ketiga, perubahan tubuh, minat, dan
peran yang diharapkan oleh lingkungan menimbulkan masalah baru bagi remaja. Keempat, perubahan dalam minat dan
perilaku disertai pula perubahan dalam nilai-nilai. Kelima, sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka ingin dan menuntut
kebebasan tetapi sering takut bertanggungjawab akan akibatnya dan tidak yakin
dengan kemampuannya untuk memikul tanggung jawab tersebut.
4) Usia
bermasalah. Masalah remaja sering kali sulit diatasi baik oleh anak laki-laki
maupun perempuan. Hal itu disebabkan oleh: Pertama,
selama masa kanak-kanak masalahnya sebagian besar diselesaikan orang tua atau
guru sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, remaja merasa mandiri sehingga
ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orang tua dan guru.
5) Mencari
identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok
masih penting, kemudian lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan
tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal.
6) Usia
yang menimbulkan ketakutan. Adanya anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang
tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak membuat
orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja menjadi takut
bertanggungjawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang
normal. Ini menyebabkan peralihan ke masa dewasa menjadi sulit.
7) Masa
yang tidak realistik. Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana
yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita.
8) Ambang
masa dewasa. Remaja mulai bertindak dan berperilaku seperti orang dewasa, yaitu
merokok, minum-minumankeras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam
perbuatan seks.
Dalam masa puber, harga
diri seorang anak juga berpengaruh besar pada pubertas. Rasa harga diri bagi
manusia ibarat air bagi tanaman yang merupakan makanan sehari-hari bagi
kesehatan emosi. Rasa harga diri yang sehat ialah kemampuan untuk melihat diri
sendiri berharga, berkemampuan, penuh kasih sayang dan menarik, memiliki
bakat-bakat pribadi yang khas serta kepribadian yang berharga dalam hubungan
dengan orang lain (Berne & Sava: 1992).
Efek
psikologis dari waktu pubertas dan kematangan seksual bergantung pada bagaimana
remaja dan orang-orang di dunia sekitar mereka mengartikan perubahan yang
menyertainya. Efek dari kematangan yang berlangsung dini atau terlambat akan
dipandang negatif saat remaja jauh berkembang atau jauh tertinggal dibandingkan
teman seusianya, saat mereka tidak melihat perubahan tersebut menguntungkan,
dan saat beberapa kejadian yang membuat stres terjadi di saat yang sama (Petterson:
1995; Simmons, Blyth, dan Mc Kinney: 1993).
Dalam
menjaga hubungan anak dan orang sekitar, dapat dilakukan dengan cara:
- Membina persahabatan:
1) Menyediakan
diri bagi anak-anak
2) Mendengarkan
tanpa menilai
3) Mengingat
nama-nama
4) Berbagi
rasa secara timbal-balik
5) Menekankan
keamanan
6) Mempersiapkan
suatu pertemuan
7) Membawa
anak-anak ke tempat istimewa
8) Apa
adanya (tidak berpura-pura)
-Bebas dari ancaman:
1) Berhati-hati
terhadap fantasi yang menantang
2) Berhati-hati
terhadap perasaan kita yang negatif
3) Bersedia
membimbing anak
4) Mengadakan
tempat pertemuan yang netral
5) Berusaha
agar anak mengerti maksud pertemuan
6) Jangan
mempermalukan anak
7) Menunjukkan
perhatian kita dengan cara yang tidak menakutkan
8) Bertanya
tanpa membuat takut
-Membina sukses:
1) Membina
sukses dalam pergaulan
2) Mengungkapkan
hal-hal yang positif
3) Menghargai
tanda perhatian anak
4) Memanfaatkan
sukses-sukses yang ada
5) Mengamati
gejala-gejala perkembangan
6) Membuat
catatan tentang hubungan kita
7) Menunjukkan
perkembangan keterampilan anak
8) Mengemukakan
harapan
9) Menjaga
harapan-harapan tetap relistis
10) Menyadari
bahwa kita adalah model
11) Jangan
membuat anak merasa jemu
-Membangun jembatan menuju dunia yang
penuh cinta kasih:
1) Memberikan
sesuatu yang kita miliki kepada anak
2) Memberitahu
anak bahwa kita bagian dari dunia mereka
3) Memanfaatkan
alam lingkungan
4) Membiarkan
anak berbagi kasih kita dengan temannya
5) Membiarkan
anak membantu kita
6) Menjadi
jembatan untuk mencapai dunia luar
7) Menceritakan
anak tentang kisah kita
-Mengembangkan kebebasan memilih:
1) Membiarkan
anak yang menentukan
2) Mendorong
tumbuhnya motivasi pribadi
3) Memberikan
hadiah sebagai tanda persahabatan
4) Saling
percaya
5) Tanggap
akan peran anak
-Menangani dorongan emosi yang kuat:
1) Memberi
hak kepada anak untuk mengungkapkan emosinya
2) Mengungkapkan
dorongan perasaan dengan kuat
3) Memberi
cukup waktu kepada anak
4) Membantu
anak mengendalikan emosi
5) Mengurangi
stres dengan kegiatan fisik
6) Menerima
apa saja, termasuk apa yang tidak diharapkan
7) Mendorong
anak berani berbicara dengan orang dewasa
8) Mendasari
anak yang ketakutan dengan fakta-fakta
-Semangat yang menguatkan:
1) Membantu
anak memandang diri sendiri secara positif
2) Menunjukkan
kepada anak perkembangan mereka sendiri
3) Menemukan
dan menikmati sumber-sumber tersembunyi
4) Siap
menerima ujian atas keterlibatan kita
5) Humor
untuk membina persahabatan
6) Sentuhan
sering berarti daripada kata-kata
Daftar Pustaka
Rifa’i,
Achmad & Anni, Catharina Tri. 2011. Psikologi
Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Armstrong, Thomas. 2005. Setiap Anak Cerdas!. Jakarta: Gramedia.
Berne,
Patricia H. dan Sava, Louis M. 1992. Membangun
Harga diri Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Anderson,
R. N., & Smith, B. L. 2003. Leading
causes for 2001. National Vital Statistics Reports. Hyattsville: National
Center for Health Statistics.
John
W. Santrock. Live-Span Development
(Perkembangan Masa Hidup). 2002. Jakarta: Erlangga
Papalia, diane E. dkk. 2009. Human Development. Jakarta. Salemba
Humanika.
Patterson,
C. J. 1995. Sexual Orientation and Human
Development: An overview. Development Psychology, 31, 3-11.
Rosemblum,
G. D., & Lewis, M. 1999. The
Relations among Body Image, Physical Attractiveness, and Body Mass in
Adolescence. Child Development. 70, 50-64.
Soejanto, Agoes. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Simmons,
R. G., Blyth, D. A., & McKinney, K. L. 1983. The Social and Psychological Effect of Puberty on white Females. In J.
Brooks-Gunn & A. C. Petersen (Eds.), Girls at Puberty:n Biological and
Psychological Perspective. New York: Plenum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar